Radikalisme & Politik Identitas

Opini2067 Views
Oleh: Pdt. Dr. Berthy L Momor, M.Th

VICTORIOUSNEWS.COM,- Dalam berbagai literatur dinyatakan bahwa radikalisme adalah suatu paham yang menginginkan sebuah perubahan atau pembaruan dengan cara drastis hingga pada akar yang paling bawah. Untuk mencapainya melibatkan banyak cara sehingga yang paling ekstrim, yaitu kekerasan, baik simbolik maupun fisik.

Dalam pandangan sosiologis, ada beberapa gejala dari paham radikalisme antara lain;merespons terhadap kondisi sosial politik maupun ekonomi yang sedang berlangsung dalam bentuk perlawanan dan penolakan. Terutama aspek ide dan kelembagaan yang dianggap bertentangan dengan keyakinannya. Kemudian penolakan berlanjut kepada pemaksaan kehendak untuk mengubah keadaan secara mendasar ke arah tatanan yang lain. Dengan cara pandang dan ciri berpikir yang berafiliasi kepada nilai-nila tertentu, contohnya: bidang agama maupun ideologi lainnya.

Yang lain lagi menguatkan sendi-sendi keyakinan tentang kebenaran, ideologi yang diyakininya lebih unggul daripada yang lain. Akhirnya giliran sikap trust claim, ini memuncak pada sikap penafsiran penegasan pada sistem lain. Untuk mendorong usaha ini, maka massa dilibatkan dengan dilabelisasikan atas nama rakyat atau pengikutnya yang diekspresikan secara emosional.

Dalam era demokrasi memberikan kebebasan siapapun untuk mengekspresikan pemikirannya. Semua gejala ini yang dimainkan oleh penggerak paham radikalisme.

Aliran Radikalisme

Ketika pemerintah ingin menekan paham radikalisme yang tumbuh di berbagai lembaga pendidikan dan kelompok masyarakat, bahkan lingkungan pemerintah seakan-akan biasa saja. Sebab apapun yang diserukan pemerintah akan terbentur pada ketentuan lain yang berhubungan dengan aspek HAM.  Ketika sekelompok orang telah menemukan mengeksprementasi untuk menggerakkan ideologinya, maka pada titik ini paham radikalisme mulai dimainkan oleh para aktor sebagai kartu trufnya. Ada beberapa kelompok yang selalu ingin melakukan perubahan secara radikal dengan cara menginstrumentalisasi keyakinannya.

Ada kelompok revivalis (perubahan) yang tampil dengan ciri legal formal yang menuntut perubahan sistem hukum yang sesuai dengan tata aturan dan tuntutan hukum yang diyakininya. Juga ada kelompok revivalis (perubahan) yang tampil dengan ciri doktriner dengan cara memahami keyakinannya secara mutlak.  Kelompok revivalis yang lain tampil dengan ciri militan yang ditunjukkan melalui sikap keyakinannya dengan semangat tinggi sampai yang berhaluan keras.

Kelompok-kelompok berhaluan keras sampai melakukan penolakan frontal terhadap Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Bahkan ingin menghancurkan atau memecah belah kesatuan bangsa. Kita menyaksikan dalam kenyataan dimana pintu masuk paham radikalisme yang digerakkan oleh revivalis melalui momentum Pilkada DKI Jakarta. Dengan melibatkan berbagai aktor, baik di kalangan politisi;pengusaha; agamawan; dan tokoh masyarakat lainnya, paham radikalisme makin semarak sebagai satu-satunya cara untuk melakukan perubahan di Indonesia untuk lebih baik.

Dalam pengamatan sementara, gerak radikalisme yang diekspresikan oleh kelompok revivalis itu tidak berhubungan dengan perilaku terorisme. Paham radikalisme yang selalu digerakkan dalam berbagai momentum, terselip agenda politik kekuasaan tertentu, maka tidak menutup kemungkinan akan dimanfaatkan pihak lain terutama kelompok ekstrim yang suaranya masih kecil (noisy minority).

Mereka jadikan gerakan radikalisme sebagai suatu jebakan untuk membuat kegaduhan yang bisa memicu konflik horizontal. Ketika gerakan radikalisme dijadikan sebagai wadah pergerakan untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah dengan ambisi kekuasaan bukan tidak mungkin segala cara dilakukan dengan yang paling ekstrim. Gerakan radikalisme dilontarkan dalam berbagai aksi yang menyelipkan faktor produksi (mode of production), kekerasan dengan simbolik maupun fisik dan mengintimidasi siapapun yang dianggap berseberangan.***

Comment