
JAKARTA, Victoriousnews.com,- HUT Kemerdekaan RI ke 74 ternoda dengan peristiwa yang mengoyak rasa nasionalisme, kebangsaan sekaligus kebhinekaan. Hal itu dipicu dengan peristiwa tentang persekusi orang Papua—yang disinyalir ada dugaan sejumlah mahasiswa asal Papua mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan atas tuduhan merusak bendera merah putih serta membuangnya ke selokan pada 16 Agustus 2019 di Surabaya, Jawa Timur. Benarkah demikian? Bahkan tindakan represif juga dialami oleh mahasiswa Papua di sejumlah daerah lain seperti Malang, Ternate, Ambon, dan Jayapura. Setidaknya 19 mahasiswa Papua terluka dalam kejadian tersebut, sementara yang lainnya ditangkap kepolisian.
Menyikapi adanya persekusi Mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Sekretaris Umum Pdt. Gomar Gultom menyampaikan rasa keprihatinannya atas bentrok dan kekerasan yang dialami oleh mahasiswa di Surabaya dan Malang. “Saya menyampaikan keprihatinan mendalam atas bentrok dan kekerasan yang dialami oleh mahasiswa di Surabaya dan Malang. Saya mengajak semua pihak untuk mengedepankan dialog dalam menyelesaikan berbagai masalah. Tindakan main hakim sendiri dengan tindak kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Saya semakin prihatin dengan adanya pelecehan faktor kesukuan dari para mahasiswa tersebut. Saya menghimbau aparat negara untuk mengusut tuntas kasus ini dengan juga memperhatikan amanat UU no 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik,” ungkapnya.
Menurut Pdt. Gomar, peristiwa ini semakin memperkeruh penyelesaian masalah Papua yang sudah cukup ruwet selama ini. “Sejatinya, penyelesaian masalah Papua memerlukan pendekatan kultural bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh segenap lapisan masyarakat, terutama masyarakat di luar Papua. Hanya dengan demikian masyarakat Papua dapat merasakan bahwa mereka adalah bagian integral dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Sebaliknya, segala bentuk stigma, diskriminasi, dan kekerasakan terhadap masyarakat Papua hanya akan melahirkan lingkaran kekerasan dan kebencian, dan sudah pasti menciderai kemanusiaan,” ungkap Pdt. Gomar. SM