Oleh: *Jhon S.E Panggabean, S.H., M.H.
Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan menjunjung tinggi Hak Asasi manusia (HAM) serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum tanpa membedakan keyakinan, agama, suku dan golongan (Equality before the law). Sehingga setiap orang atau masyarakat dalam berhubungan satu dengan yang lainnya harus sesuai hukum atau berdasarkan hukum yang berlaku, dalam arti semua warga negara harus tunduk kepada hukum yang berlaku, termasuk kepada Undang-undang yang berkaitan dengan ketentuan jaminan kebebasan memeluk agama dan beribadat. Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas dan jelas menyatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut dikaitkan dengan asas persamaan dimuka hukum (equality before the law) sudah seyogyanyalah semua warga Negara Indonesia memahami bahwa adalah nerupakan hak setiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan hak beribadah yang dijamin Undang-undang dan hal tersebut merupakan hak paling mendasar dalam kehidupan ini yakni hak kebebasan beragama dan kebebasan beribadah.
Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 sudah secara tegas dan jelas menyatakan Negara menjamin kebebasan beragana dan beribadat. Jadi kalau akhir-akhir ini ada pelarangan terhadap suatu agama tertentu saat beibadah atau kebaktian termasuk yang terjadi baru-baru ini di Lampung atau di wilayah lain dimanapun, maka apapun alasannya pelarangan beribadah oleh oknum baik pribadi atau kelompok tertentu jelas melanggar UUD1945 dan melanggar ketentuan hukum lainnya sehingga tindakan tersebut jelas dapat dikategorikan merupakan perbuatan melawan hukum.
Seandainya pun tempat ibadah tersebut atau gereja tersebut belum memenuhi syarat atau izin untuk tempat beribadah, maka dalam hal tersebut bukanlah kualitas atau wewenang seseorang dengan seenaknya membubarkan Ibadah tersebut atau melarang untuk beribadah.
Dalam kondisi seperti ini, seyogyanya Negara atau pemerintah dengan aparatnya harus hadir untuk memberi kesempatan beribadah. Pemerintah maupun aparatnya harus secara tegas menindak oknum yang melarang beribadah tersebut. Kalaupun seandainya faktanya ijin Gereja belum ada, solusinya adalah memperingati dan mengedukasi serta membantu pihak Gereja untuk mengurus ijinnya, itu adalah merupakan wujud dari ketentuan Negara menjamin kebebasan beragana dan beribadah. Sekali lagi tidak ada alasan bagi siapapun termasuk ketua Rukun Tetangga (RT) atau siapapun yang secara serta merta membubarkan pelaksanaan ibadah atau membubarkan umat yang sedang beribadah.
Negara Indonesia sudah hampir 78 tahun merdeka dan UUD 1945 sejak diundangkan didalamnya menjamin kebebasan memeluk agama dan kebebasan untuk beribadat. Sehingga sangat disayangkan apabila sampai saat ini sudah 78 tahun sejak merdeka atau sejak diundangkannya UUD 1945 ternyata masih ada orang di Republik Indonesia tercinta ini yang dengan arogannya seolah berkuasa dan berani serta merta membubarkan orang yang sedang beibadah. Ini sangat ironi dalam suatu Negara hukum.
Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus hadir untuk mengimplementasikan pasal 29 ayat 2 UUD NKRI 1945 tersebut. Dalam hukum, terhadap orang yang diduga melakukan suatu peristiwa tindak pidana saja, misalnya seseorang diduga melakukan kejahatan, terhadapnya tidaklah bisa dilakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), apalagi ini bukanlah kejahatan melainkan beribadah kepada Tuhan. Kita menghimbau agar pihak kepolisian RI mengusut semua peristiwa pembubaran Ibadah secara tuntas, terutama kepolisian daerah (Polda Lampung ) yang merupakan salah satu tempat kejadian (Locus delicti) tindakan pembubaran beribadah, karena selain perbuatan tersebut meresahkan masyarakat juga tindakan tersebut jelas menapikan toleransi sesama umat beragama dan perbuatan tersebut adalah merupakan perbuatan main hakim sendiri serta dapat dikenakan perbuatan tidak menyenangkan terhadap yang beribadah, bahkan mengarah kepada pelecehan terhadap suatu agama.
Selain diatur dalam UUD1945, kebebasan beragama dan beribadah tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dokumen kesepakatan internasional yang ditandatangani negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Adapun jaminan beribadah oleh Negara tersebut adalah berlaku bagi semua agama. Oleh karenanya,, mari mulai saat ini kita berupaya agar peristiwa serupa agar tidak terjadi lagi, dengan cara memberikan sosialisasi atau edukasi toleransi beragama kepada masyarakat serta menerapkan hukum secara tegas dengan memproses secara hukum bagi semua pelaku pembubaran beribadah.
*Advokat & Pemerhati Sosial, tinggal di Jakarta.