Jakarta,Victoriousnews.com,-Meski pesta demokrasi pemilihan umum Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 masih tersisa setahun lagi, tetapi euforia politik sudah mulai menghangat. Bahkan memasuki tahun 2023 ini, hampir semua parpol sudah mulai mengelus-elus “jagoan”nya yang bakal diusung sebagai bakal Capres-Cawapres. Saling kritik, sindir bahkan perdebatan soal kelayakan tokoh yang bakal diusung sebagai calon Presiden pun mulai mengemuka di berbagai pemberitaan media; baik media televisi, maupun media online. Bukan hanya itu, berbagai jejaring media sosial mulai dari facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Snack video, dan Grup Whatsapp juga masih terus memperbincangkan mengenai siapa yang layak memimpin Indonesia menggantikan Presiden Jokowi yang akan habis jabatannya pada 2024 mendatang.
Sederetan tokoh yang namanya mencuat di berbagai survey adalah Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan), Anies Baswedan (Mantan Gubernur DKI Jakarta), Erick Tohir (Menteri BUMN), Andika Perkasa (Mantan Panglima TNI), Puan Maharani (Ketua DPR RI), Sandiaga Uno (Menparekraf), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), dan masih banyak lagi.
Menyikapi situasi “tahun politik” saat ini, Drs.Sahrianta Tarigan.,MA, mengingatkan seluruh masyarakat, khususnya umat Kristen agar tidak terprovokasi dengan isu-isu hoaks yang berpotensi memecah belah tali persaudaraan, persatuan dan kerukunan umat beragama. “Saya berharap, jika mempunyai jagoan yang kita sukai sebagai calon Presiden, jangan saling menebar fitnah kepada calon Presiden lain. Apalagi kita sebagai orang Kristen, jangan gampang sekali menerima kabar hoaks. Kita beberkan saja, prestasi dan kelebihan calon yang kita sukai,” ujar Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta 2 periode (2004-2014), Drs. Sahrianta Tarigan.,MA ketika ditemui di salah satu café di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (4/3/23).

Sahrianta mencontohkan, belakangan ini banyak sekali isu hoaks yang ditujukan kepada Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. “Saya bukan pendukung Anies. Tapi selama 5 tahun, saya ikuti pergerakan dia sebagai Gubernur DKI ketika memimpin Jakarta cukup berhasil. Indikatornya adalah ketika kampanye, ada sebanyak 26 janji yang tertulis terpenuhi semua. Walaupun gak sempurna. Sekarang tidak ada manusia yang sempurna. Saya kira Anies kerjanya bagus. Kalau soal integritas, ya boleh dikatakan 11-12 dengan Ahok. Kenapa saya bilang gitu, karena rumahnya Anies itu di dalam gang. Padahal dia pernah jadi Menteri, pernah jadi Rektor Paramadina, tapi rumahnya dalam gang. Itu luar biasa menurut saya. Pesan saya, janganlah kita menghakimi orang yang tampak dari luarnya. Sekali lagi saya bukan pendukung Anis, tapi saya lihat cara kerjanya dia bagus. Orang bilang, dia hanya jago berbicara. Saya mau katakan, gak ada orang yang jago berbicara tanpa ada data. Sebelum bicara, Anies itu baca dulu, dia studi banding dulu, dia pelajari dulu, dia tahu lalu dipikirkannya, lalu dikeluarkannya dengan kata-kata. Setelah dikeluarkan dengan kata-kata, dia aksen dan mengerjakannya. Itu kan berkesinambungan. Dan jujur selama pimpin Jakarta, bukan hanya IMB Gereja saja yang dikeluarkan, tetapi IMB seluruh agama diberesin. Kalau izin gereja, saya lihat sendiri dia melakukan peletakan batu pertama di Jakarta barat yang sudah 40 tahun izinnya gak keluar-keluar. Di era dia keluar izin. Kemudian gereja saya GBKP di Tanjung priok sana, puluhan tahun urus IMBnya gak bisa, di zaman dia dikasih. Nah itu kan fakta. Kalau perbedaan pendapat, sah-sah saja. Tapi jangan menghakimi. Jangan memfitnah. Kalau kita punya jagoan,ya tunjukkanlah kelebihannya,” tukas Sahrianta.
Sahrianta Tarigan Kembalikan Mobil Dinas Setelah Tak Menjadi Anggota DPRD
Berbicara mengenai politik, lanjut Sahrianta Tarigan atau akrab disapa Bang ST, kita harus memahami teorinya terlebih dahulu. Politik itu lebih banyak berbicara mengenai hati Nurani. “Kalau bicara hati nurani, berarti ada kebaikan disitu. kalau orang memiliki hati Nurani yang baik, kemudian masuk ke ranah politik, maka pelaksanaan politik itu akan menjadi baik. Sebaliknya, kalau orang jahat masuk politik, maka pelaksanaannya berubah menjadi jahat,” ujar Pria kelahiran 9 Agustus 1962.
Bang ST mengakui, memang tak semua wakil rakyat itu semuanya baik. Semua itu tergantung orangnya. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. Dan politik itu kental sekali dengan kepentingan. “Ketika saya masuk ke legislatif dari PDS, maka saya harus mengikuti aturan partai yang betul-betul memiliki integritas di situ. Maka sebetulnya bebannya berat, karena harus mengikuti nilai-nilai Kristiani. Tapi, melalui PDS saat itu, saya tidak mengeluarkan cost politik. Artinya biaya politiknya itu minim sekali. Karena pada saat itu memang, Kairos-lah Namanya, karena awal PDS dulu kan umat Kristen sangat mendukung. Sehingga ketika saya duduk sebagai anggota legislatif DKI Jakarta, tidak ada beban untuk mengembalikan cost politik. Saya berjalan normal. Walaupun memang di legislatif itu kita benar-benar diuji secara moral. Tapi saya bersyukur dalam 10 tahun itu, saya bisa lolos dan menjaga integritas. Bayangkan, saja, kawan-kawan saya lebih dari 12 orang yang ditangkap KPK pada waktu itu. Disinilah pentingnya kita memilih jalur politik yang baik dengan menjaga integritas,” ungkapnya.
Lebih lanjut lagi, Bang ST merasa sangat prihatin dengan pemborosan anggaran yang terjadi di era DPRD sekarang, terutama tunjangan perumahan. “Ketika menjadi anggota dewan, saya dulu paling anti untuk menaikkan tunjangan perumahan. Zaman saya ketika menjadi anggota dewan, itu tunjangan perumahan 15 juta sebulan, kemudian dipotong pajak, jadi 12,5 juta sebulan selama 10 tahun. Kawan-kawan mengusulkan untuk menaikkan, tetap saya tetap protes. Kenapa satu orang saja yang tidak setuju, batal semua. Ironisnya, sekarang tunjangan perumahan DPRD DKI Jakarta melejit menjadi 100 juta per bulan. Bayangkan saja, 12,5 juta naik jadi 100 Juta. Ini kan pemborosan keuangan negara. Apa benar ada harga rumah di Jakarta sewanya 100 juta sebulan? Gaji pokoknya Cuma 6,4 juta, tapi tunjangan lain-lain itu yang besar. Ini kan tidak wajar. Jadi pertanyaan sekarang, betulkah anggota dewan itu menempati rumah harganya 100 Juta sebulan? Itu perlu dicek. Ini tidak mungkin. Di Amerika saja, tunjangan perumahannya cuma 50 Juta sebulan. Di Jakarta malah 100 Juta,” kritik Sahrianta yang sedang menyusun disertasi S3 berjudul “Kepemimpinan Yesus Kristus Di Hadapan Murid-muridNya”.
Sebagai bentuk integritasnya, setelah tidak menjadi anggota dewan, Sahrianta pun mengembalikan mobil dinas kepada pemerintah. “Itu perlu dicatat. Mungkin kelihatannya sepele. Bahwa Sahrianta Tarigan mengembalikan mobil dinas setelah tidak menjadi anggota dewan. Karena saya merasa tidak pantas. Banyak rakyat miskin, masak kita naik mobil Altis, ya akhirnya saya kembalikan,” papar Sahrianta sembari menambahkan, umat Kristen jangan alergi untuk masuk dunia politik.
Sahrianta menceritakan, selama menjadi anggota dewan, banyak sekali orang yang ditolongnya tanpa meminta imbalan. “Selama 10 tahun saya menjadi anggota dewan, banyak sekali orang yang saya tolong, tidak perlu minta duit. Ada dokter di Tigalingga, Tanah Karo Sumatra Utara, saya fasilitasi untuk pindah ke RS Koja, tanpa saya minta uang sepeserpun. Ada juga 80 orang yang mau operasi jantung di Jakarta, saya berikan fasilitas tidak bayar sepeserpun. Ada daftarnya semua sampai sekarang masih tersimpan. Bahkan ada ribuan orang jenasah yang saya fasilitasi kuburan di Jakarta. Tapi saya tidak pernah ngomong. Ini semua kan tidak dilihat orang. Ketika saya gak terpilih lagi, di Dapil saya di Jakarta utara banyak orang yang menangis. Ya semua itu kan dampak dari pelayanan saya. Saya bukanlah manusia yang sempurna. Tapi saya belajar untuk lurus terus. Bayangkan saja, 10 tahun saya menjadi anggota dewan, pagar rumah saya saja tidak bisa diperbaiki. Gak ada uang untuk perbaikinya. Tapi saya bersyukur, setelah saya tidak menjabat lagi, semua anak-anak saya berhasil,” kata Sahrianta yang mengaku rajin berdoa pagi dan membaca firman Tuhan setiap hari.
Perjalanan kariernya dalam dunia politik, Sahrianta pernah menjabat sebagai Ketua DPW PDS DKI Jakarta, serta pernah tercatat menjadi Ketua DPW Perindo DKI Jakarta. Kini, Sahrianta dipercayakan sebagai pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta periode 2020-2025. “Sekarang saya pengurus PMI DKI Jakarta. Dari 17 orang pengurus PMI di Jakarta,yang Kristen hanya saya sendiri. Bayangkan saja, untuk menjadi pengurus PMI, yang daftar 140 orang dari beragam Pendidikan. Akhirnya yang diterima hanya 17 orang. Saya sempat ditawari menjadi kepala bidang antar Lembaga. Tapi saya mengundurkan diri, mau menjadi anggota pengurus saja. Banyak orang berebutan pingin jadi kabid, saya malah mundur jadi kabid. Karena saya memikirkan kemampuan saya, speednya agak berkurang, makanya saya kasih kawan yang lebih muda. Saya mendorong saja. Saat ini saya usahakan untuk ke kalangan Kristen yang mau menyumbangkan darah atau donor,” pungkasnya. SM