Victoriousnews.com,-Persekutuan Gereja gereja di Indonesia (PGI) bekerjasama dengan Majelis Pendidikan Kristen (MPK) Indonesia menggelar Seminar & Ibadah Syukur awal tahun 2024 di Auditorium Lantai 5 Grha Oikoumene PGI, Jalan Salemba 10 Jakarta Pusat, Jumat, (19/1/24).

Seminar bertajuk “Kolaborasi Menuju Transformasi” ini menghadirkan beberapa narasumber yakni: Handi Irawan D, MBA, M.com (Ketum MPK Indonesia), Pdt. Dr. Henriette Lebang (Majelis Pertimbangan PGI); Pdt. Kaston Sinaga (Wakil ketua 3 Bidang Kemitraan MPKW Jabodesiten) dan Pdt. Ferry Simanjuntak (Sekum PGIW DKI Jakarta).
Seminar tersebut merupakan kelanjutan dari Konfernas PGI-MPK 2023,dimana diperlukan kolaborasi antara Gereja dan stakeholder Sekolah Kristen yang lebih konkrit untuk menghasilkan sinergi yang membuat Sekolah Kristen Bertumbuh.
Ketum MPK Indonesia, Handi Irawan dalam pemaparannya berjudul “Gerakan Nyata MPK Bersama Pilar Pendidikan”, membeberkan data bahwa tidak semua Perguruan Kristen (PTK) di Indonesia memiliki Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP). “Dari total 37 Perguruan Tiinggi Kristen di Indonesia yang memiliki FKIP itu hanya 21. Sesuai data, total mahasiswa FKIP (calon guru) di Indonesia pada tahun 2023 itu berjumlah 15860 orang. Setiap tahun kelulusan sekitar 4000 orang guru yang berasal dari FKIP Perguruan Tinggi Kristen. Persoalannya,tidak semua lulusan FKIP mau mengajar di sekolah kristen. Jadi, beberapa tahun ke depan, sekolah Kristen akan kekurangan guru kristen. Sehingga hal itu bisa memicu menurunnya kualitas sekolah kristen,” ujar Handi.
Lanjut Handi, mengapa banyak PTK tidak memiliki FKIP? “Karena adanya FKIP itu menyedot cash flow paling banyak. Mahasiswanya bayar murah dan banyak yang dapat beasiswa. Makanya PTK yang punya FKIP itu melakukan subsidi besar-besaran untuk FKIP. Jadi PTK yang punya FKIP itu murni karena panggilan saja. Cuma MPK menyerukan semua ini harus dibenahi,” urai Handi
Handi juga mengungkapkan beberapa penyebab menurunnya minat generasi muda menjadi guru sekolah kristen. “Setidaknya ada 3 hal yang menyebabkan generasi muda tidak berminat menjadi guru Kristen. Pertama, karena gajinya rendah dan tidak menarik (kesejahteraan guru). Kedua, penghargaan terhadap profesi guru yang kurang baik. Faktanya, Gereja lebih menghargai penginjil dan pendeta dibandingkan dengan profesi guru. Padahal kerja guru itu 5 hari bersama anak-anak. Sedangkan pendeta itu hanya hari Minggu saja melayani jemaat. Ketiga, panggilan menjadi guru sekolah kristen yang semakin lemah,” tandas Handi.
Lalu bagaimana solusinya? Handi MPK menyerukan, jika memang gaji guru sekolah kristen itu rendah, maka gereja harus memikirkan untuk meningkatkan gajji guru. ‘Kemudian mendorong gereja agar menghimbau kepada generasi muda bahwa profesi guru adalah panggilan yang sangat mulia dan tidak kalah dibandingkan dengan panggilan sebagai seorang penginjil maupun hamba Tuhan. Selain tu juga membentuk struktur sinode & funding, maksudnya membentuk forum donatur untuk sekolah-sekolah Kristen. Serta mengembangkan dan merekrut pengurus yayasan sekolah kristen yang memiliki komitmen-passion besar di dunia pendidikan Kristen,” pungkas Handi.

Sementara itu, Majelis Pertimbangan PGI, Pdt. Dr Henriette Lebang, menjelaskan bahwa keberadaan sekolah Kristen itu merupakan sarana pekabaran Injil. “Sekolah- sekolah Kristen yang merupakan kelanjutan dari masa Zending, kemudian diasuh oleh Yayasan Pendidikan Kristen milik gereja. Sekolah-sekolah yang lahir dari gereja yang mandiri, diasuh oleh Yayasan milik gereja yang bersangkutan. Sekolah-sekolah Kristen yang mandiri, didirikan oleh pribadi atau kelompok, tapi tidak secara langsung diasuh oleh gereja” ujar Mantan Ketum MPH PGI periode 2014-2019
Wanita kerap disapa Ibu Erry mengupas lahirnya sejarah awal keberadaan sekolah-sekolah Kristen itu berawal dari masa Zending. “Awal kedatangan missionaris Kristen pada abad ke-20, para missionaris mendirikan sekolah dan rumah sakit sebagai sarana pekabaran Injil. Di banyak tempat, sekolah lebih dulu ada daripada Jemaat. Guru-guru sekolah yang dipersiapkan oleh Zending, sekaligus menjadi guru jemaat di tempat di mana sekolah ada. Bahkan jemaat mengadakan ibadah dan kegiatan-kegiatan gerejawi di sekolah,” tandas Erry Lebang.
Erry juga mengatakan bahwa, setidaknya ada 6 pokok pikiran kemungkinan-kemungkinan gereja juga akan melakukan kolaborasi menuju Transformasi. Pertama, Menumbuhkembangkan pemahaman warga jemaat mengenai panggilan gereja untuk ikut mencerdaskan anak bangsa lewat pendidikan, yang merupakan bagian integral dari pekabaran Injil yang utuh. Kedua, Mempererat hubungan Yayasan Pendidikan dengan jemaat-jemaat, difasilitasi oleh Sinode, yang mengarah kepada dukungan jemaat-jemaat bagi penyelenggaraan sekolah Kristen di lingkungannya (jemaat, klasis, sinode). GMIT: jemaat memberikan 2% dari penghasilan untuk Yayasan Pendidikan. GPM memberikan 1% dari penghasilan jemaat. Ketua Majelis Jemaat dan Ketua Klasis menjadi ex-officio sebagai Ketua Pembantu Yayasan di wilayahnya. Ketiga, mpererat hubungan sinergis gereja/yayasan pendidikan dengan MPK pada berbagai lingkup pelayanan (lokal, wilayah, pusat).
Keempat, Mengembangkan kolaborasi antara sekolah-sekolah Kristen di setempat-setempat, maupun secara regional dan nasional – dengan difasilitasi oleh gereja/yayasan dan MPK pada berbagai lingkup.
Kelima,Sekolah-sekolah yang sudah maju dari segi manajemen, SDM maupun dananya, hendaknya bermitra dalam mendukung, memberdayakan sekolah-sekolah yang masih lemah dan memerlukan pengembangan, dalam kordinasi dengan gereja dan MPK setempat.
Keenam, Bersinergi dengan pemerintah. Termasuk memberi masukan dalam pengembangan strategis pendidikan nasional di Indonesia.
Ibadah Syukur 2024 PGI-MPK Ketum PGI, Pdt. Gomar Gultom Ajak Peserta Seminar Senantiasa Bersyukur Dalam Segala Keadaan

Setelah break makam malam, acara dilanjutkan dengan ibadah syukur awal tahun 2024. Ibadah syukur dipimpin oleh Ketua.Umum MPH PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th. Dalam kotbahnya Gomar mengajak peserta seminar untuk membaca kitab Mazmur 118:1. “Tanda orang yang bersyukur adalah: Pertama,
Pencapaian yang dlalami sekarang itu anugerah Tuhan. Kedua, memiliki kerendahan hati. Kerendahan hati sedemikianlah yang memungkinkan perjumpaan ilahi. Sehingga banyak mujizat terjadi,” ujar Pdt. Gomar di hadapan peserta seminar yang hadir
Gomar juga mengajak seluruh peserta seminar agar senantiasa bersyukur dalam keadaan apapun. “Memasuki tahun 2024 ini, kita patut bersyukur. Kita masih bisa melewatinya karena Tuhan,” tukas Gomar.
Namun, Gomar juga merasa prihatin belakangan ini banyak umat Kristen yang tidak tulus dalam mengucap syukur. “Bahkan ada kecenderungan mengorupsi kemuliaan Tuhan. Entah lewat pujian dan lewat kotbah para pendeta. Banyak pujian maupun kotbah yang disampaikan, alih-alih memuliakan Tuhan justru mencari kemuliaan sendiri, serta haus pujian orang lain yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Menurut saya, tempat ideal memuji Tuhan adalah keluarga atau ruang privat kita. Sehingga tidak ada tepuk tangan atau applaus dari orang lain. Kenapa demikian? Supaya pujian, penyembahan serta ucapan syukur kita kepada Tuhan sungguh-sungguh tulus dari hati kita,” pungkas Gomar.
Dalam ibadah syukur tersebut juga dimeriahkan kesaksian pujian dan tarian dari beberapa sekolah kristen di Jakarta Bogor, Depok Bekasi dan Banten (Jabodesiten). SM