JAKARTA, VICTORIOUSNEWS.COM,-Pesatnya dan kecanggihan teknologi di era “zaman now” memang banyak memberikan kemudahan bagi penggunanya, bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak bisa ditawar lagi. Goal dari perkembangan teknologi adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Misalnya, teknologi informasi seperti internet, sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik secara positif maupun negatif. Namun, jika tidak digunakan dengan baik dan bijak, kecanggihan teknologi (internet, jejaring media sosial, telepon seluler, game online, media elektronik dan lain sebagainya) akan berdampak buruk dalam kehidupan masyarakat modern, khususnya bagi generasi muda—serta menjadi salah satu penyebab terjadinya “lost generation” atau generasi yang hilang.
Hal inilah yang mengemuka dalam seminar bertajuk “The Lost Generation”—generasi yang terhilang, yang diselenggarakan oleh Komisi Pemuda & Anak (KPA) GBI REM, Rabu, 28 Februari 2018 malam. Acara yang menghadirkan generasi muda dan orang tua ini digelar di Mal Ciputra (Puri Room 5-6 GF Hotel Ciputra), Jl. Arteri S.Parman, Jakarta Barat, dengan menampilkan key speaker, Rosalynn (Positive Parenting Enthusiast & Founder Montessori Haus Asia).
Menurut Rosalynn, saat ini ada dua jenis generasi yang terjadi dalam kehidupan anak muda. Yakni: Driver Generation Or Passenger Generation (generasi pengemudi atau generasi penumpang). “Pasti diantara yang hadiri disini pernah naik taksi online; Uber, Grab, Gojek, dan lain sebagainya. Nah generasi pengemudi itu adalah generasi yang aktif, tahu arah kemana akan pergi, peduli, dan kreatif dalam menghadapi tantangan zaman. Sedangkan generasi penumpang adalah generasi yang pasif ingin serba instan (hanya diam, duduk dan sibuk dengan hp), tidak peduli, kurang percaya diri, kurang kreatif dan tidak memiliki kendali. Nah, di era zaman now, kebanyakan anak-anak muda sudah terjebak menjadi generasi penumpang, sehingga lambat laun menjadi generasi yang hilang,” tutur Rosalynn.
Sebagai orang tua, lanjut Rosalynn, peperangan di dunia yang seringkali kita hadapi adalah peperangan secara politik, kemiskinan, keluarga dan peperangan terhadap diri sendiri. “Yang benar sudah pasti baik. Sedangkan yang baik belum tentu benar. Oleh karena itu, kita harus mampu mengatasi peperangan di dunia, misalnya: membuang keegoisan diri, menanamkan sopan santun dalam kehidupan, mengasihi sesama, memaafkan diri sendiri, dan melekat kepada Tuhan. Agar berhasil dalam mendidik anak-anaknya, maka setiap orang tua harus mampu menekan ego, memiliki kesabaran ekstra, memiliki waktu 100 % bersama anak dan mengalami proses pembentukan dalam diri kita masing-masing,” papar Ros.
Apa itu the lost generation? Generasi yang terhilang atau generasi yang akan hilang, menurut Rosalynn dimulai sejak abad ke 20, dimana teknologi menguasai dunia. “Mulai dari sinilah manusia mulai kehilangan nilai-nilai kehidupan, sangat percaya diri dan sombong, matang sebelum waktunya, pembiaran, melakukan pemberontakan dan tidak percaya Tuhan. Generasi yang hilang adalah sebuah kebobrokan personality seseorang yang tidak peduli dengan lingkungannya. Akibatnya, akan terjadi hancurnya kemanusiaan, hancurnya bumi dan kepunahan manusia,” tandas Rosalynn.
Bagaimana mengatasi atau apa yang harus dilakukan untuk mencegah lost generation? “Tentu saja kita harus mulai dari lingkungan keluarga sebagai poros dalam mendidik anak. Kemudian, keluarga harus menjadi Tuhan sebagai pusat dalam kehidupan,” pungkas Rosalynn sembari mengutip ayat alkitab yang terambil dalam Mazmur 127:3-4 dan Amsal 22:6. Di penghujung acara, diakhiri dengan doa berkat yang dipimpin oleh gembala sidang, Ps. Abraham Conrad Supit. margianto