JAKARTA,Victoriousnews.com,- “Perbedaan pendapat dan kesalahpahaman antar sesama maupun kelompok masyarakat itu bisa terjadi sewaktu-waktu, bila lontaran pribadi kita atau kelompok itu menyentuh kepada hal-hal yang sensitif. Misalnya, suku, agama, ras, etnis, golongan ataupun tindakan-tindakan yang semestinya tidak dilakukan. Bahwa telah terjadi gejolak di Papua, maka harus dipahami dan menurut saya, semua dipacu dengan rangsangan dari berita-berita bohong,” tutur pengamat politik dan sosial kemasyarakatan Dr.John N Palinggi,MBA saat dimintai komentar mengenai peristiwa dugaan persekusi mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang jelang perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 74.
Menurut tokoh Kristiani yang juga menjabat menjadi Sekjen DPP Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA), bahwa Indonesia itu sudah mulai melek informasi teknologi. “Tetapi dampak negatif selain dampak positifnya adalah menimbulkan berita bohong yang bisa memacu keadaan-keadaan tidak menguntungkan. Jangan suka pakai hoax, tetapi langsung saja dibilang berita bohong. Kadang-kadang rakyat tidak mengerti apa itu hoax. Nah berita bohong itulah yang memacu gejolak di tengah masyarakat. Kesalahpahaman terjadi dan bisa menyentuh sampai aspek SARA. Kita sendiri sedih melihat hal itu dan tentu tidak ingin semua itu membesar,” ujar Dr.John Palinggi di ruang kerjanya.
Meski demikian, John sangat bersyukur karena unsur aparat keamanan itu cepat bertindak dalam menjaga keamanan, khususnya bagi yang bertikai. “Secara independen polisi telah melakukan tugasnya dan bersyukur kepada Tuhan, hal itu bisa tertangani dengan baik. Namun pada sisi lain, setidak-tidaknya setiap orang harus menjaga tutur kata dan bertindak supaya tidak menyinggung. Karena kita ini adalah Bhineka Tunggal Ika. Berbeda tapi satu dalam bangsa ini,” paparnya.
Bagi John agar “bara panas” itu tidak cepat timbul, maka ke depan perlu ditingkatkan kesejahteraan Papua. “ Sesuai UU no 2 tahun 2004, bahwa kewajiban kepala daerah itu adalah mentaati dan menjalankan UUD dan meningkatkan taraf kesejahteraan rakyatnya. Dimana peran kepala daerah, bupati, walikota dan Gubernur di sini? Janganlah jika ada masalah semuanya selalu diserahkan kepada polisi. Mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam sistem memang porsi polisi. Tetapi meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat itu porsi kepala daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati). Nah ini yang dipertanyakan supaya fungsinya dijalankan. Jika bisa meningkatkan kesejahteraan, maka kecepatan panas itu pasti berkurang,” tegasnya.
Menurut John, setiap hal-hal yang menimpa kita secara pribadi maupun kelompok/golongan rumah tangga,hendaknya meminta petunjuk Tuhan. Jangan terlalu panas menanggapi setiap persoalan. Kalau cepat panas akan menimbulkan kerugian di diri kita sendiri maupun orang lain. “Saya dulu pernah mengajar anti teror. Tentu semua itu harus dilihat setiap kejadian, kita dapat belajar dibalik dari kejadian itu. Kejadian itu mungkin mengerikan. Tetapi di balik pelajaran itu kita melakukan langkah-langkah menyatukan pendapat bahkan marah kalau perlu. Bahwa ada gejolak, ya itulah resiko demokrasi. Karena demokrasi memiliki dinamika sendiri. Kita sedang menuju satu demokrasi yang lebih baik,” ungkap John bersemangat.
Lalu bagaimana langkah umat Kristiani menyikapi persoalan yang hendak menghancurkan sendi- sendi kerukunan umat beragama? “ Menurut saya, di berbagai agama hampir sama. Umat Kristen kalau melihat situasi yang seperti ini, ya harus menggunakan ayat-ayat kitab suci kan. Kitab sucinya itu harus kalahkan kejahatan dengan kebaikan. Kasihilah sesamamu sampai kepada musuhmu. Jadi itu harus dibuktikan bahwa implementasi dari ajaran keimanan agama, itu harus. Memang pahit.Tetapi kadang-kadang kepahitan itu membentuk kita lebih sempurna, lebih baik dan berpengalaman, mana yang baik dan mana yang buruk. Saya tidak ingin mencampuri urusan pribadi warga negara. Apapun agamanya. Silakan saja. Kalau saya berpendapat, kita sekarang menuju kepada pemerintahan kedua kali pak Jokowi. Setiap gejolak yang ada, kita padamkan saja dulu. Agar pemerintahan ini menjalankan tugasnya pada periode kedua nanti. Dan kita lihat tingkat kesungguhan jangan sampai hal-hal semacam ini mengganggu pembangunan. Saya berharap begitu,” tandasnya.
Mengkomentari tentang viralnya tokoh agama yang mengatakan bahwa salib itu ada jinnya, John Palinggi kita akan bernilai di mata Tuhan apabila memaafkan UAS. “Ya mungkin ada yang marah pada saya. Tetapi kalau saya melihat dan ikuti ceramahnya selama ini, mungkin dia slip lidah, atau apa . Dan dia menjawab pertanyaan jangan kita interpretasikan terlalu jauh terhadap sesuatu. Ada sesuatu yang lebih besar dalam bangsa yang harus kita perjuangkan yaitu nilai kerukunan dan persatuan. Disanalah kita hadir. Itulah persembahan kita, supaya kita hidup rukun. SM