Kesaksian hidup Lily Jusuf: ‘ORANG BODOH YANG DIBERKATI TUHAN’

Kesaksian, Religi6519 Views
Ki-ka: Pose ketika Lily zaman  susah dan Lily sudah diberkati Tuhan

JAKARTA,Victoriousnews.com,- Setiap insan yang terlahir ke dunia ini pasti mendambakan untuk menikmati hidup bahagia, senang, sukacita dan berkecukupan secara materi. Kondisi semacam ini tidak dirasakan oleh wanita bernama lengkap Lily Jusuf sewaktu kecil. Semenjak bocah, Lily mengenyam sebuah drama kehidupan yang  amat pahit, getir, miskin bahkan  menderita secara ekonomi. Bayangkan saja, ketika usianya menginjak 4 tahun, Lily sering menahan lapar dan harus lantaran  orang tuanya tak punya uang untuk membeli makanan. Rumahnya terbuat dari bambu seperti gubuk reot, jelek; tidak ada toilet, bahkan tidurpun beralaskan kasur usang.  Ditambah lagi, penghasilan kedua orangtuanya yang pas-pasan—hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.  “Dari kecil saya mengalami hidup susah dan miskin sekali. Mau makan saja gak punya lauk. Saya sering puasa bukan karena niat untuk puasa, tetapi karena tidak ada yang bisa dimakan.  Mau buang air besar juga gak punya toilet. Pokoknya, miskin..kin..kin,” kenang Wanita kelahiran Jakarta, 02 Oktober 1968 ini mengisahkan kembali masa kecilnya yang sangat susah secara ekonomi.

Lily mengunjungi dan mendoakan anak yang sakit

Penderitaan Lily bukan hanya soal makan/minum dan pakai, melainkan juga merembet kepada masalah pendidikan. Dibandingkan dengan teman sebayanya, yang sama-sama berdarah Tionghoa, Lily tidak merasakan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Swasta yang berkualitas pada zamannya karena tidak punya biaya. Akhirnya, ia memutuskan untuk masuk ke SD Inpres (negeri) yang biayanya sangat murah meriah karena disubsidi oleh pemerintah.  Meski, sekolahnya murah, Lily pun sering menunggak biaya sekolah karena tak punya uang. Sehingga, ia  pun berniat membantu sang Mama untuk berjualan kolak yang dijajakan di sekitar lingkungan rumah maupun sekolahnya.

Lily Mengajak makan bareng anak jalanan

Tak jarang Lily mendapatkan hinaan, ejekan bahkan dibully oleh teman-temannya yang duduk di bangku SD Inpres di kawasan Mangga Dua, ketika melihat dirinya berjualan. Malu dan sakit hati?  Sudah pasti hal itu dirasakannya. Namun, dirinya tak peduli. Yang terbersit dalam benaknya adalah bagaimana bertahan hidup dan bisa sekolah.  “Saya itu terlahir dua bersaudara. Saya anak pertama, dan adik saya cowok. Pokoknya waktu itu, saya ingin membantu Mama untuk menghidupi keluarga. Karena Papa saya kurang peduli dengan Mama dan anak-anaknya. Sehingga sebagai anak pertama, saya harus bantu apa yang bisa saya lakukan, termasuk berjualan kolak.  Waktu itu benar-benar susah sekali,” ujar anak pertama dari pasangan (Alm).Heng Lay Thong (Papa Athong) dan Kong Djun Ngo (Mama Ango).

Ki-ka: Lily berdoa dan bersyukur telah bertambah usia & Sang Mama yang menjadi teladan hidupnya, Kong Djun Ngo (Mama Ango)

Dalam mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, Lily mengaku bukanlah anak yang pintar. Ia hanya anak yang biasa saja, bahkan nilainya pun tak memuaskan. Tetapi ia sangat rajin dan semangat untuk menuntut ilmu di bangku sekolah. Selepas lulus SD,  Lily pun berniat untuk melanjutkan sekolah menengah pertama. Lagi-lagi, lantaran faktor biaya sekolah, ia hanya puas masuk SMP (Sentosa) yang jaraknya tak jauh dari rumahnya. Ekonomi keluarganya juga tak kunjung membaik. Bahkan cenderung semakin merosot. Hal itu tak mematahkan semangatnya untuk belajar dengan giat. Dan mulai saat itulah, ia sering diajak teman sebayanya untuk pergi ke gereja.  Ia mulai paham mengenai cara berdoa secara Kristen. Perlahan tetapi pasti, ia mulai mempratekkan doa itu setiap hari.  “Saya dididik dalam keluarga non Kristen. Papa-Mama saya itu berdarah Tionghoa yang menganut kepercayaan leluhur.  Saya juga pernah ke gereja waktu kecil, tapi selalu dilarang oleh papa saya. Akhirnya, saya ngumpet-ngumpet perginya. Dulu saya pernah pergi ke gereja Pantekosta di dekat Mangga Dua Square,” kisah Lily.

Setelah lulus SMP dan usianya beranjak remaja, Lily berkeinginan mencari nafkah untuk membantu sang Mama berjualan. Namun, sang Mama berharap agar dirinya melanjutkan  melanjutkan sekolah SMA. “Ya karena waktu itu kondisi orang tua benar-benar tak mampu, sebagai anak pertama ingin banget bekerja saja untuk meringankan beban mama saya. Karena Papa saya waktu itu tidak bekerja, sehingga Mama sayalah yang banting tulang memenuhi kebutuhan keluarga. Saya kasihan Mama saya bekerja sendirian. Bersyukurlah Mama saya mengerti, dan saya disuruh untuk lanjut sekolah SMA sampai selesai. Jadi saya ini S3, maksudnya SD, SMP dan SMA,” ujarnya sambil tertawa.

Selepas SMA, Lily bertekad dan berjuang agar hidupnya mengalami perubahan dalam hal finansial. Dengan sungguh-sungguh ia berdoa kepada Tuhan agar memperoleh pekerjaan yang dapat membantu ekonomi keluarga. “Doa saya pun terkabul. Saya diterima kerja di sebuah toko besi di kawasan Mangga Dua. Gajinya waktu itu Rp.75.000,-, dan uang makan Rp.1500,-. Ya walaupun gajinya kecil, saya tetap bersyukur saja. Karenanya saya yakin berkat Tuhan pasti indah pada waktuNya,” tukas Lily.

Keluarga yang bahagia dan diberkati Tuhan, ki-ka: Rudy Wong (Suami), Jennifer Wong (Putri pertama), Lily Jusuf, Jerry Winata (Putra Kedua) dan Jeffry Winata (Putra ketiga/bungsu)

Mendapat Jodoh Yang Baik dari Tuhan

 Kisah asmara dua insan antara Lily Jusuf dan Rudy Wong tergolong unik. Awalnya, ketika bertemu dengan Pria yang kini menjadi suaminya adalah berkat dikenalkan (baca: dijodohin) oleh teman dekatnya. Calon kekasih Lily adalah seorang pendiam dan  waktu itu bekerja sebagai Sales/Marketing di sebuah perusahaan. Namun, sebelumnya Lily mengaku bahwa dirinya senantiasa berdoa kepada Tuhan agar diberikan jodoh yang baik dan sayang kepadanya. “Waktu itu, saya berdoa kepada Tuhan. ‘Tuhan saya ingin mendapat suami yang baik dan sayang saya. Tidak perlu kaya. Yang penting dia mengasihi dan menerima saya apa adanya. Saya tahu dirilah, karena waktu itu saya masih hidup susah, ngapain juga cari orang kaya.  Dan Tuhan jawab tepat pada waktunya. Tuhan memberi pasangan yang baik dan sayang sekali. Singkat cerita, setelah cocok menjalin hubungan kekasih selama 4 tahun, akhirnya kami memutuskan untuk menikah pada tahun 1994. Kami waktu itu diberkati dalam pernikahan kudus secara Katolik,” ungkap Lily.

Pesta pernikahan pun digelar secara sederhana. Menurut Lily, karena tak ada dana untuk menggelar pesta mewah, Lily dan suami hanya mengeluarkan biaya 8 juta rupiah. Meski gaun pengantin yang dipakai bukanlah baru alias bekas, tetapi Lily bersyukur bahwa pesta pernikahannya berjalan dengan baik dan lancar. “Waktu itu kami menikah, biayanya 8 juta. Ya maklum, karena kondisinya masih susah. Terus, saya pake baju pengantin bekas, bukan beli baru. Sederhana saja dan tidak mewah.  Maklum tidak punya biaya.  Ya saya pakai yang murah-murah saja.  Karena saya juga tahu kondisi suami yang hanya sales/marketing saja di sebuah perusahaan. Kami hanya memiliki cinta yang kuat dan saling menyayangi,” urainya penuh syukur yang kini telah dikaruniai 3 anak (1 Putri dan 2 Putra), yakni:  Pertama, Jennifer Wong (24 tahun) lulusan S1 Bisnis Manajemen di Singapura. Anak kedua bernama; Jerry Winata (21 Tahun) lulusan S1 Mechanical Engineering di Universitas Seattle Amerika Serikat dan ketiga bernama Jeffrey Winata (14 tahun) masih sekolah SMP kelas 9 di Jakarta.

Keluarga yang kompak

Ketulusan Hati Mendatangkan Berkat

Kesetiaan, ketaataan, ketekunan, ketulusan hati serta senantiasa berdoa sungguh-sungguh kepada itulah yang mewarnai perjalanan hidup Lily dan suami dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Perlahan tapi pasti, usahanya mulai diberkati oleh Tuhan. “Jadi sewaktu saya kerja di toko besi itu, gajinya  tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya saya kerja sama adik ipar saya di sebuah toko computer di kawasan Glodok. Waktu itu saya  digaji 300 ribu per bulan. Nah, singkat cerita, adik ipar saya menjual tokonya dan minta suami saya bayarin. Saya lupa toko itu dibayarin berapa puluh juta sama suami saya. Nah, akhirnya kita olah dan dagang komputer. Kemudian tahun 1998 ada kerusuhan dan kebakaran di Glodok Plaza. Kemudian kita pindah di Dusit Mangga Dua. Puji Tuhan, doa kami dijawab Tuhan. Mulai dari situlah, usaha kami perlahan-lahan diberkati Tuhan. Mulai tambah kios satu per satu. Dan suami bisa beli rumah pertama, walaupun  nyicil dan kumpul-kumpul uang,” ujar Lily yang memiliki kata mutiara ‘Hidup adalah pilihan. Pilihlah yang baik dan benar. Yang baik belum tentu benar. Yang benar sudah pasti baik’.

Tengah: Putra Kedua, Jerry Winata lulusan S1 Mechanical Engineering Seattle University Amerika Serika, kini telah bekerja di sana.

Tahun berganti tahun, berkat Tuhan terus mengalir deras dalam kehidupan rumah tangga Lily dan suami. Menurut Lily, jika hati kita tulus dalam membantu orang atau melakukan pekerjaan apapun, pasti berkat Tuhan akan mengikuti kita. “Sebaliknya, kalau yang ada dalam otak kita hanya fulus (baca: uang), maka apa yang kita kerjakan tidak akan menjadi mulus. Apalagi banyak akal bulus,” ujar Wanita lulusan Sekolah Pengkotbah Modern (SPM) angkatan 23 ini sembari tertawa lepas walaupun beberapa kali kena tipu milyaran rupiah.

Kata-kata tersebut maknanya sangat dalam. Ketulusan hati yang dipraktikkan oleh Lily dan suami dalam menjalankan usaha  akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa. Meski diberkati di usaha dagang komputer, namun Lily dan suami mencoba banting stir atau alih profesi ke dunia Properti. Ternyata di dunia bisnis Properti inilah yang menghantarkan dirinya semakin diberkati dalam hal keuangan dan harta benda. “Kemudian saya masuk ke dunia bisnis properti. Kami bisa membeli rumah dengan harga 485 juta. Nah karena waktu itu uangnya masih kurang, akhirnya rumah yang pertama kita jual untuk tambahan beli rumah mewah di kawasan Danau Sunter. Mulai tahun 2004 itulah bisnis Properti yang kami tekuni terus diberkati Tuhan sampai hari ini. Saya bersyukur karena Tuhan berkati luar biasa. Saya juga tidak menyangka melalui bisnis properti ini berkatnya luar biasa. Semua karena Tuhan Yesus yang memberkati keluarga kami,” kata Lily yang kini melanjutkan Studi di STT Lintas Budaya Kelapa Gading.

Terbeban Untuk Melayani Orang Susah

Didikan sang Mama untuk mengasihi dan memberi kepada orang yang berkekurangan itu selalu membekas dalam benak Lily ketika dirinya melihat anak-anak terlantar, pengamen, dan orang yang tidak mampu. Lily teringat kata-kata sang Mama ketika masih ia masih kecil dan susah, ‘kita harus memberi dan mengasihi setiap orang. Kasih saja baju kita yang layak pakai kepada orang lain yang butuh. Kita harus memberi orang makan’. “Mama saya selalu ajarkan anak-anaknya agar saling mengasihi. Memberi dibalik kekurangan. Kasih kepada orang susah,baju yang layak pakai. Kasih orang makan. Padahal waktu itu, Mama saya masih beragama non Kristen. Kemudian, waktu itu saya bilang, Ma kita aja miskin bagaimana mau kasih ke orang. Ternyata apa yang kita tabur dulu, dan baru menyadari bahwa saat inilah kami telah menuainya. Apa yang kami berikan ketika miskin, kini kami menuai dalam kelimpahan. Memberi dan mengasihi itu kekuatanya luar biasa. Sebab Tuhan Yesus juga mengajarkan, bahwa kita harus mengasihi sesama kita. Kita juga diajarkan harus memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Berkat Tuhan itu tidak akan habis, ketika hati kita tulus dalam mengasihi dan memberi kepada sesama,” tukas Lily yang kini rindu untuk membuka sebuah yayasan sosial  untuk menampung anak-anak tidak mampu dan anak terlantar.

Pelayanan Lily kepada orang gila di kawasan Bekasi

Sebagai seorang wanita yang pernah merasakan pahitnya hidup semasa kecilnya, Lily menangis dan terbeban untuk menolong anak-anak yang miskin. “Teladan Mama saya itulah yang tularkan kepada anak-anak saya saat ini. Saya didik anak-anak saya untuk mengasihi dan memberi kepada orang yang berkekurangan.Karena mama saya ajarin saya, waktu susah saja harus memberi dan memberi. Saya lebih senang melayani door to door, tidak suka hanya dalam gereja.  Karena kalau hanya melayani di gereja takutnya terikat oleh waktunya. Sekarang terbeban melayani Tuhan kepada orang-orang miskin, anak-anak jalanan. Jadi kalau saya melihat orang susah, itu teringat masa lalu saya. Masa kecil saya itu seperti itu. Pernah dalam pelayanan saya di Sukabumi, melihat pemulung dan pengamen. Saya ajak makan satu meja. Saya gak mau gengsi walaupun sudah diberkati seperti sekarang. Karena saya ingin menerapkan ajaran Tuhan Yesus, yaitu mengasihi sesama. Bahkan ada anak-anak jalanan yang saya temui, mengaku seumur-umur belum pernah makan Pizza. Bukannya saya mau pamer, tapi saya ingin membantu mereka dan berbuat baik. Biarlah hanya Tuhan saja yang tahu dan untuk kemuliaan nama Tuhan,” ungkap Lily yang semakin cinta Tuhan dan kini beribadah Gereja di kawasan MGK Kemayoran Jakarta Pusat.

Diberikan Tuhan “Karunia Kesembuhan”

            Kini, Lily bersama keluarga rindu hanya untuk menyenangkan hati Tuhan. Baginya, harta benda maupun uang yang ia miliki hanyalah titipan dari Tuhan, suatu saat akan lenyap. Meski banyak orang yang melekatkan label sebagai “orang kaya”, tetapi  hal itu tidak membuatkan menjadi sombong. Justru sebaliknya, ia beserta keluarga belajar semakin rendah hati.  Menurutnya, berkat apapun  yang diberikan Tuhan itu harus dikelola dan bermanfaat untuk mendatangkan kemuliaan Tuhan bukan untuk kepentingannya sendiri. “Puji Tuhan sampai saat ini Tuhan sudah berkati kami secara luar biasa. Saya punya suami yang baik dan sayang keluarga. Dikaruniai anak-anak yang luar biasa. Dan semuanya baik-baik. Sekolah di luar negeri dan yang terakhir masih SMP. Pokoknya saya bersyukur sekali. Karena semuanya berasal dari Tuhan. Dulu saya pernah berdoa sama Tuhan, jika Tuhan sudah berkati saya, maka saya ingin menjadi berkat bagi orang lain, yaitu rindu membuka yayasan sosial,” papar Lily yang mengaku tidak pernah mau menerima persembahan kasih ketika mendapatkan undangan kotbah atau mengisi kesaksian hidupnya di berbagai gereja.

Melayani anak-anak jalanan di bawah kolong tol Jakarta Barat

            Lily menceritakan ketika melayani dan mendoakan orang sakit beberapa waktu lalu. Dalam pelayanannya, ia sungguh bersyukur diberikan karunia kesembuhan oleh Tuhan. “Saya banyak melayani orang sakit. Baik mendoakan orang sakit melalui telepon maupun datang langsung ke Rumah Sakit. Puji Tuhan ketika saya diminta mendoakan orang,  mereka kebanyakan disembuhkan dari penyakitnya. Ada beberapa teman yang sakit kanker saya doakan sembuh. Awalnya saya tidak tahu, tetapi dari kesaksian orang-orang yang saya doakan mereka mengatakan setelah didoakan semuanya sembuh.  Semua karena Tuhan. Saya dapat karunia itu,ya baru beberapa tahun ini. Ini karunia yang diberikan Tuhan yang tidak bisa digantikan dengan apapun,” tandas Lily sembari menambahkan bahwa putra keduanya telah diterima kerja di sebuah perusahaan di  Amerika.

            Untuk membekali dirinya dalam melayani Tuhan, akhirnya Lily memutuskan untuk melanjutkan studi teologi di Sekolah Tinggi Teologi Lintas Budaya Kelapa Gading. “Awalnya saya melanjutkan studi S1 di STTLB itu dikenalin sama teman saya namanya pak Bagus. Teman saya bilang, ‘kamu sekolah saja sama Pak Poltak deh’. Terus, saya bilang malas ah. Saya sudah tua, ngapain?. Saya sekolah juga gak pintar SMEA juga oon deh pokoknya.  Akhirnya ada SPM angkatan 23 saya diajak untuk ikut. Awalnya saya susah ikuti, karena bahasa kotbahnya dalam sekali. Kayaknya saya tidak bisa dan sempat mau mundur waktu itu. Teman-teman seangkatan saya menyemangati saya.  Akhirnya saya lulus juga.  Mulai dari situlah, kemudian Pak Poltak Sibarani (Ketua STTLB) bilang, Bu Lily kuliah S1 saja.  Saya sudah tua pak. Eh, saya putuskan ikut juga. Dan ternyata banyak juga yang lebih tua dari saya. Padahal saya sempat bergumul sama Tuhan. Saya mau jadi diri sendiri saja gak mau jadi siapa-siapa. Terus Roh Kudus bilang, kamu gak sekolah saja aku berkati luar biasa, bagaimana kalau sekolah. Nah, mulai saat itulah saya terus semangat sampai saat ini,” papar Lily.

Sebagai orangtua yang sukses dalam menjalankan bisnis, Lily ingin menularkannya kepada anak-anaknya. Saat ini ia sedang mempersiapkan sebuah ruko (dijadikan sebuah café) di kawasan Sunter untuk diberikan kepada putri pertamanya, Jennifer Wong. “Ini ruko rencananya mau dibuat café untuk anak pertama saya. Rencananya, saya rindu di lantai 2 ini ada persekutuan doa. Karena Jennifer ada rencana mau menikah. Saya bilang nanti mama bukain bisnis ya. Mama kasih kamu unpan sama kail, nanti ikannya tangkap sendiri. Pokoknya, saya kasih pondasi yang kuat. Semua kembali lagi, harus berdoa. Saya hidup dan diberkati ini,  juga semua karena atas karunia Tuhan. Sekali lagi, harta semua titipan Tuhan.  Hidup mengalir saja, Tuhan mau bawa kemana. Yang jelas, kalau kita tidak bisa berbuat baik kepada orang, janganlah engkau berbuat jahat,” pungkasnya bersemangat. SM