Jakarta,Victoriousnews.com– Di tengah semangat memperingati Hari Kartini, sebuah ironi mencuat. Konferensi pers Piala Pertiwi PSSI U-14 & U-16 2025 menampilkan logo Djarum Foundation secara terang-terangan sebagai sponsor utama. Turnamen yang semestinya menjadi selebrasi talenta remaja putri Indonesia, justru dibayangi industri yang menjadi ancaman nyata bagi kesehatan publik.
Manik Marganamahendra (Ketua Indonesian Youth Council for Tactical Changes/IYCTC) menegaskan, remaja putri seharusnya bisa berprestasi tanpa harus terpapar bayang-bayang industri yang menjual penyakit. “Logo Djarum Foundation mungkin tidak menampilkan batang rokok, tapi asosiasi publik terhadap brand Djarum sebagai produsen rokok sudah sangat kuat. Ini strategi halus yang menormalisasi kehadiran industri rokok di ruang-ruang anak dan olahraga,” ujar Manik, Selasa (15/4/25).
Menurut Manik, Djarum Foundation bukan entitas netral. Ia bagian dari strategi promosi yang membungkus brand rokok lewat pendidikan, olahraga, dan seni. Teori brand extension menunjukkan bahwa citra merek induk tetap melekat, bahkan saat tampil dalam konteks ‘positif’. Artinya, saat anak melihat logo Djarum Foundation di lapangan, yang tertanam bukan sekedar semangat berolahraga, tapi juga kedekatan dengan brand rokok sebagai pendukung mereka, atau dalam arti kata, sebuah strategi pemasaran terselubung yang menormalisasi merokok sejak dini.
“FIFA sudah lama menolak sponsor atau pun bentuk promosi tidak langsung dari industri rokok untuk menjaga integritas olahraga dan melindungi anak, tapi PSSI justru memberikan panggung bagi brand yang secara hukum dan moral seharusnya dijauhkan dari kegiatan anak dan remaja.” ungkap Manik.
Ia menegaskan, PSSI seharusnya tahu bahwa keterlibatan entitas yang berafiliasi dengan industri rokok dalam kegiatan anak melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Dalam Pasal 453, 454 dan 455, promosi produk tembakau, termasuk melalui pemberian hadiah, diskon, serta sponsorship yang memakai nama atau citra brand rokok, ‘dilarang keras’, apalagi jika menyasar kegiatan dengan publikasi media yang melibatkan anak dan remaja berusia di bawah 21 tahun.
Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih, menyebut keterlibatan industri rokok di acara olahraga perempuan adalah bentuk eksploitasi modern. “Brand rokok sudah lama menargetkan perempuan, baik lewat desain kemasan yang elegan maupun citra perempuan modern dalam iklan. Kehadiran mereka di ruang olahraga hanya memperluas jangkauan itu,” kata Shella.
Ditegaskan, ruang olahraga harus menjadi tempat yang sehat dan aman, bukan jadi lahan branding bagi industri yang memperdagangkan penyakit.
IYCTC mendesak PSSI menghentikan kerja sama dengan entitas yang terafiliasi industri rokok, termasuk Djarum Foundation. IYCTC juga meminta Kementerian Kesehatan dan Kementerian Olahraga agar segera mengevaluasi serta memberi sanksi atas pelanggaran regulasi yang terjadi.
“Dukungan terhadap olahraga itu baik, selama tidak dibungkus siasat marketing. Penyelenggara kegiatan anak dan remaja wajib selektif dalam memilih sponsor demi menjaga kepatuhan hukum dan masa depan generasi muda,” tutupnya.***