JAKARTA,Victoriousnews.com,- “Para hamba Tuhan GBI yang melayani di tengah-tengah masyarakat harus memahami dinamika yang terjadi. Khususnya sekarang ini makin maraknya aksi terorisme dan radikalisme. Menyikapi hal tersebut, maka gereja harus memahami. Supaya kita bisa menyikapi dengan baik. Jangan sampai kita terjebak dalam strategi mereka. Selain itu, gereja itu kan dipanggil menjadi berkat dan membangun masyarakat. Dan tentu membangun masyarakat itu ada berbagai segi. Termasuk diantaranya adalah meningkatkan keamanan. Kalau tidak aman,kan tidak mungkin kita bisa bekerja dengan baik. Tetapi kalau aman, kita bisa bekerja dengan baik. Untuk itulah kita harus memahami dan mengerti situasi dan kondisi. Itu sebabnya saya dorong para pejabat di daerah supaya mereka memahami dan mengikuti seminar ini. Sehingga mereka pulang ke daerahnya, bisa mencerahkan masyarakat. Hal-hal semacam inilah yang harus dipahami dan dilakukan sebagai peran gereja di tengah masyarakat,” ujar Pdt. Dr. Japarlin Marbun ketika menjadi tuan rumah sekaligus pembicara dalam Seminar Gereja & Kebangsaan bertajuk “Mengenal dan Menangkal Terorisme & Radikalisme” di Graha Bethel, Senin (26/8) yang digelar oleh PGIW DKI Jakarta bekerjasama dengan GBI.
Lanjut Pdt. Japarlin, melalui seminar ini diharapkan bisa tertular dan dilakukan di daerah- daerah. “Karena banyak masyarakat daerah di Indonesia yang sudah terpapar radikalisme. Oleh karenanya, ke depan, kita akan lakukan hal semacam ini untuk memperkuat peran GBI di daerah. Karena sudah waktunya GBI berperan di tengah masyarakat. Sebagai gereja terbesar, kita dapat menunjukkan perannya. Agar kehadiran GBI dapat menjadi berkat di tengah masyarakat,” tandas Japarlin.
Mantan teroris berbahaya di Asia Nazir Abbas dalam kesaksiannya, mengaku jadi teroris sejak remaja, yaitu usia 18 tahun. “Memang usia remaja itu yang paling mudah dipengaruhi dan gampang direkrut,” . Menurut Nazir, anak-anak muda yang telat belajar agama sangat rawan sekali terjangkit radikalisme. Sebab ilmu pengetahuan agama mereka masih sangat dangkal. Ia memberi contoh pengalaman dirinya sendiri. “Saya dulu pada tahun 1987 dikirim ke wilayah konflik di Afghanistan berumur 18 tahun,” kata Nazir Abbas sembari mengatakan bahwa di Afghanistan ia diajari cara menggunakan senjata dan merakit bom. Sejak itu ia jadi teroris yang ditugasi ke beberapa negara dengan nama dan identitas diri yang selalu berubah.
Menurut Pdt Albertus Paty, bahwa Terorisme dan Radikalisme adalah musuh kita bersama didunia ini, gerakan Radikalisme terjadi bukan baru satu atau dua tahun ini saja namun perjuangan mereka sudah lama, bahkan gerakan Radikalisme ini Sudah pada tahap TSM ( Terstruktur, Sistematis, Masive ) bahkan gerakan Radikalisme sudah masuk di hampir semua lini pekerjaan. Peran perempuan bagi Albertus Paty sangat signifikan, Teroris ada juga perempuan, bahkan mereka sudah ada yang mati melakukan bom bunuh diri. Perempuan yang lebih sensitif bisa juga menjadi juru damai untuk melawan gerakan radikalisme.
Ada tiga musuh besar negara yaitu : Radikalisme, Korupsi dan Narkoba peran negara harus hadir dan bersinergi dengan rakyar dalam menghadapi musuh negara. Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila bukan negara agama, Indonesia harus menjaga Pluralitas dan Demokrasi.
Sementara itu, Pdt. Shephard Supit: mengungkapkan bahwa, tujuan dari seminar tersebut adalah rindu untuk memperlengkapi para hamba-hamba Tuhan tentang pemahaman apa itu terorisme dan radikalisme. “Sebab hal ini peristiwa yang sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan ada siasat-siasat di balik ini, banyak rohaniawan yang belum paham. Padahal dalam hal ini peran rohaniawan penting,” paparnya.
Seminar tersebut menampilkan sejumlah nara sumber, diantaranya adalah; Pdt. Dr. Albertus Patty ( ketua PGI), Pdt. Dr. Japarlin Marbun (Ketum Sinode GBI), Irjen Pol (Purn) Dr. Benny Mamoto (Pengajar penangkal terorisme dan radikalisme), Nasir Abas (Mantan teroris Asia), dan dimoderatori oleh Pdt. A Shephard Supit (Ketua Marturia PGIW DKI Jakarta). SM