Jakarta,Victoriousnews.com,-Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, menjelaskan, soal polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang tak diatur dalam Undang-Undang baru KPK Nomor 19 Tahun 2019. Ghufron juga membantah, bahwa, KPK tidak menyusupkan pasal terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) di Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi ASN. “Tidak benar kalau kemudian prosesnya muncul di tengah jalan,” kata Nurul Ghufron kepada wartawan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis, 10/6/21 seperti dilansir medcom.id.
Ghufron menjelaskan draf Perkom Nomor 1 Tahun 2021 disusun secara transparan. Dia mengklaim draft beleid tersebut sudah diunggah ke laman KPK. “Pada 16 November 2020 itu di-upload dan disampaikan untuk nantinya diharmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),” ujar Ghufron.
Ghufron menuturkan gagasan perihal asesmen TWK muncul dalam pembahasan lanjutan draf Perkom Nomor 1 Tahun 2021. Beberapa gagasan yang diperlukan dalam peralihan ASN, yakni kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, pemerintahan yang sah, serta kompetensi dan integritas. “Maka munculah saat rapat, di Kemenhumkam atau Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), ide asesmen terhadap wawasan kebangsaan. Itu muncul di diskusi pertama,” pungkas Ghufron.
Sekadar informasi, sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK bakal diberhentikan pada 1 November 2021. Sedangkan 24 pegawai lainnya masih bisa dilakukan pembinaan dengan syarat harus mengikuti pendidikan bela negara dan kembali dilakukan tes wawasan kebangsaan.
Tito Hananta Kusuma,SH.,MM (Pengacara Spesialis Korban Tipikor): KPK Juga Harus Fokus Ke Pencegahan Korupsi
Menanggapi polemik TWK yang mengakibatkan puluhan pegawai KPK tidak lulus dan diberhentikan, pengacara handal Tito Hananta Kusuma, SH.,MM mengatakan, bahwa, mereka itu memiliki hak untuk menggugat ke PTUN. “Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ini memang sesuatu yang debatable atau menimbulkan perdebatan. Sekarang TWK ini sudah bergulir. Memang secara hukum, di satu sisi kepada teman-teman 47 atau lebih pegawai KPK yang tidak lulus TWK itu kan memiliki hak untuk menggugat ke PTUN. Akan tetapi sudah ada upaya hukum jalan ke Komnas HAM dan Ombudsman. Menurut saya silakan saja Koman HAM dan Ombudsman tetap jalan, karena mereka masing-masing menjalankan fungsinya secara hukum. Karena kita ini kan negara hukum,” tutur pengacara muda ketika dijumpai di kantornya, Golden Centrum, Jl. Majapahit No.26 C, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Tito melanjutkan, sebagai seorang pengacara, ia juga ingin memberikan penilaian secara pribadi kepada para pegawai KPK yang tidak lulus tes TWK. “Sebagai pengacara yang sudah menangani kasus-kasus di KPK sejak 2012 sampai saat ini. Dimana saya sudah menangani lebih dari 30 kasus di KPK, saya tahu persis dan sering berhadapan langsung dalam proses penyidikan dengan penyidik-penyidik KPK seperti Pak Novel Baswedan, Ambarita, Damanik, Yudi Purnomo Harahap, Budi Sukmo Wibowo dan kawan-kawan. Mereka ini adalah putra putri terbaik bangsa yang saya tahu kualitasnya sebagai penyidik. Bahkan ketika saya berhadapan langsung sebagai seorang pengacara dari para tersangka dan terdakwa KPK, saya menilai mereka ini adalah penyidik-penyidik yang hebat. Dari pengalaman saya menangani kasus di lembaga-lembaga hukum lain, saya bisa melihat bahwa mereka ini adalah penyidik yang brilian. Mereka tahu persis bahwa bagaimana mengungkap kejahatan. Karena saya menjadi pihak lawannya,” ujar Tito yang dikenal memiliki spesialisasi sebagai Pengacara Korban Tipikor.
Oleh karenanya,Tito mengusulkan agar rekan-rekan penyidik putra terbaik bangsa tersebut diberikan posisi terbaik di lingkungan kementerian atau lembaga negara lain. “Saya usulkan kepada kepada tokoh-tokoh bangsa, seperti Pak Prabowo, Pak Erik Thohir, Pak Sandiaga Uno, masih banyak posisi-posisi di Kementerian dan di BUMN yang bisa diberikan/ditawarkan promosi kepada rekan-rekan dari KPK. Karena mereka ini adalah putra putri terbaik bangsa yang kualitas dan integritasnya bagus. Apalagi saya sebagai pengacara tersangka KPK kan berhadapan langsung dengan mereka, penyidik yang brilian dan bersih. Sekali lagi, berikanlan promosi kepada putra-putri terbaik bangsa dari KPK dengan jabatan-jabatan yang layak agar mereka bisa mengabdi dan berkarya untuk tanah air,” paparnya.
Banyak kalangan menduga, munculnya TWK ini karena adanya isu orang radikal di tubuh KPK, menurut anda? “Saya adalah pengacara dan paham sebagai pengamat hukum. Kita bisa berpendapat apa saja. Kalau kita bicara hukum kan harus ada bukti dan saksi. Kebetulan saya tidak tahu bukti tentang isu-isu orang radikal di tubuh KPK. Saya hanya mendengar saja isu tersebut. Tetapi sekarang itu sedang diuji di Komnas HAM dan di Ombudsman, berikan kesempatan dua lembaga besar ini untuk bekerja. Agar lembaga ini bisa menilai, apakah ada pelanggaran Hak asasi di situ. Adakah mal administrasi atau pelanggaran administrasi di bawah kewenangan ombudsman. Saya yakin ketika TWK ini dibuat sebagai orang hukum, pasti ada dasar hukumnya. Tidak mungkin seorang pejabat negara membuat satu agenda, tanpa dasar hukum. Itu tidak mungkin. Tetapi apakah dasar hukumnya benar? Ini yang mesti diuji di Komnas HAM & ombudsman. Bahkan kalau ada yang mau menguji ke PTUN pun silakan. Karena ini kan belum sampai 3 bulan. Nah, setiap keputusan itu dapat diuji apabila tidak lebih dari 3 s/d 4 bulan sejak putusan itu keluar.Artinya masih ada waktu untuk diuji di PTUN, sesuai dengan ketentuan berlaku,” tandas Tito.
Tito menilai, di era kepemimpinan Firli Bahuri, memang sangat mengejutkan publik. Sebab ada dua menteri aktif yang duduk di kabinet terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT). “Yang saya lihat, era pak kepemimpinan pak Firli ini yang mengejutkan adalah ada dua menteri aktif di kabinet ini yang di OTT. Tetapi kalau boleh saya menghimbau KPK harus juga fokus ke pencegahan korupsi. Dimana saya pernah mengusulkan ke berbagai lembaga negara secara tertulis, terutama bagaimana mencegah korupsi. Misalnya, pasal 2 dan pasal 3 UU Korupsi tentang kerugian negara itu sebenarnya bisa dicegah terjadinya korupsi apabila sebelum proyek berlangsung, dilakukan audit terlebih dahulu oleh BPK dan diberikan pendapat hukum berdasarkan audit hukum oleh KPK. Jadi korupsi kerugian negara ini bisa dicegah. KPK harus aktif dalam pencegahan korupsi,” pungkasnya. SM