Surabaya,Victoriousnews.com,-Dalam rangka memperingati hari reformasi gereja ke 504,Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jawa Timur menyelenggarakan dua agenda acara, yakni, Seminar ‘Moderasi Beragama’ bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Propinsi Jawa Timur dan Launching Media Official PGIW Jawa Timur.
Acara yang digelar pada hari Senin (1/11/21) di Gereja Kristen Indonesia Darmo Satelit (GKI Dasa), Surabaya ini mengusung tema “Reformasi Gereja & Moderasi Beragama”, menghadirkan KH. Hamid Syarief (Ketua FKUB Propinsi Jawa Timur) sebagai narasumber dan dimoderatori oleh Pdt. Nathael Hermawan (Ketua Umum PGIW Jawa Timur. Sejumlah tokoh lintas agama juga tampak menghadiri acara tersebut, diantaranya adalah: KH. Syafrudin Syarief (Khatib/Sekjen Rois Syuriah PWNU Jatim), H. Ashanul Haq (Wakil Ketua PWNU Jatim), Prof.Biyanto (Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim), Bapak Robianto dari Keuskupan Katolik Surabaya, Bapak Loferdi (Sekjen Umat Budha Jatim), dan Bapak I Gusti Ketut Budiarta (Sekjen Umat Hindu Jatim).
Selain dihadiri oleh tokoh lintas iman, seminar sekaligus peluncuran media official PGIW Jawa Timur juga dihadiri oleh 31 utusan dari sinode anggota PGIW Jatim, 9 utusan PGIS, Pengurus Majelis Pekerja Harian (MPH PGIW Jatim, Majelis Pertimbangan PGIW Jatim, serta Badan Pemeriksa Perbendaharaan (BPP) PGIW Jatim.
Ketua Umum PGIW Jawa Timur, Pdt. Nathael Hermawan, mengatakan, bahwa terkait reformasi gereja, kita punya pemahaman “Ecclesia Reformata Semper Reformanda”, gereja reformasi harus selalu diperbaharui. “Ini mengandung arti, bahwa kita sebagai gereja harus senantiasa berubah. Harus senantiasa bergerak menuju hal yang positif. Kita jangan merasa berada pada situasi nyaman atau stagnan. Kita bukan kerajaan Kristen tetapi kerajaan Allah. Kita harus senantiasa atau berusaha menjadi berkat. Dan untuk menjadi berkat tidak mungkin kita sendirian. Untuk menjadi berkat, kita tidak bisa tertutup atau menutup diri. Kita harus inklusif. Apalagi kita berada dalam konteks Indonesia, khususnya Jawa Timur yang majemuk. Kita harus bisa atau mau berjalan bersama dengan seluruh sesama kita,” ujar Pdt.Nathael melalui keterangan tertulisnya.
Menurut Pdt.Nathael, wawasan moderasi beragama itu sangat penting bagi PGIW Jawa Timur, khususnya juga bagi umat Kristen. “Dimana kita harus mencari titik temu, persamaan-persamaan dengan sesama atau dengan mitra maupun elemen yang lain. Kita tidak mencari perbedaan, tetapi kita mencari kesamaan. Dan inilah perlunya moderasi beragama,” tukas Ketum PGIW Jatim ini bersemangat.
Pdt. Nathael juga menjelaskan acara lauching media official PGIW Jawa Timur. “Salah satu program MPH PGIW Jatim 2021 sd 2026 yaitu membentuk media official. Hal ini dalam rangka untuk memberikan informasi atau publikasi terkait keberadaan PGIW Jawa Timur dan kehadiran PGIW Jatim melalui program-programnya. Ini juga untuk memperlancar alur informasi baik dari PGIW Jatim kepada sinode anggota, PGIS maupun juga umat. Media official Jawa Timur ini dikelola atau dikawal oleh tim media, yang semuanya volunteer atau sukarelawan. Media official ini berupa media sosial, baik itu FB, Instagram, Youtube dan berupa buletin sederhana atau warta PGIW. Harapannya dengan adanya media dari PGIW ini informasi-informasi dari PGIW dan sebaliknya, misalnya dari Mitra bisa terakomodir,” paparnya.
Sementara itu, Ketua 1 PGIW Jawa Timur, Pdt. Andri Purnawan, menjelaskan, mengenai keterkaitan antara reformasi gereja dengan moderasi beragama. Dalam pemaparannya, Pdt. Andri mengupas dengan gamblang sejarah terjadinya reformasi gereja yang terjadi 504 tahun yang lalu. “Gereja adalah sebuah pergerakan. Gereja adalah komunitas yang terus bergerak. Rasul Paulus menggunakan kata ‘Paroikos’, yang artinya komunitas yang terus menjadi pendatang. Gereja dibangun atas kuasa Roh Kudus. Kegerakan Roh Kudus itu menghadirkan komunitas-komunitas pengikut Kristus. Kegerakan Roh Kudus membuat komunitas itu tidak pernah mapan. Sebenarnya, Gereja adalah pendatang. Bukan warga negara, dalam arti paroikos itu tidak ada momen untuk gereja itu stabil sesungguhnya. Tetapi dalam perkembangannya, gereja yang adalah sebuah movement, ketika bergerak semakin massif, itu menjadi institusi. Movement becomes institution. Dan apa yang terjadi ketika sebuah pergerakan berubah menjadi institusi, maka gereja menjadi begitu tambun diikat oleh rupa-rupa birokrasi, terpenjara oleh aturan yang dibuatnya sendiri, terdapat batasan-batasan yang tidak mampu diterjang, yang pada akhirnya gereja itu menjadi miskin, ketika gereja itu kaya,” tutur Pdt. Andri Purnawan, Gembala Jemaat GKI Dasa sekaligus tuan rumah acara.
Lanjut Pdt.Andri, sejarah menunjukkan kebangkrutan gereja itu ketika institusionalisasi terjadi. “Komunitas yang semula terbuka, yang ramah dan menerima siapa saja, kemudian berubah menjadi komunitas yang serba tertutup dan kaum elitis. Komunitas yang tadinya menyebut Imamat Am orang percaya, kemudian berubah dikuasai oleh oligark spiritual. Komunitas yang bergerak dari arak-arakan kerajaan Allah telah berubah menjadi Kingdom of Christianity (Kerajaan Kristen). Dan itu problematis. Dalam konteks itulah reformasi gereja lahir,” tandas Pendeta jemaat GKI Darmo Satelit Surabaya.
Masih kata Pdt. Andri, reformasi adalah sebuah gerakan mengembalikan gereja yang bukan hanya sebagai institusi tetapi sebagai gerakan roh, gerakan Kristus, dan gerakan kerajaan Allah. Kini sudah 504 tahun sebuah upaya reformasi gereja itu bergulir. “Tapi tidak sampai 100 tahun, reformasi yang digaungkan Marthin Luther, ternyata gereja kembali menjadi institusi. Bahkan menjadi institusi yang suka bercerai, wajahnya menjadi lebih buruk dari institusi sebelumnya. Perbedaan mendasar antara institusi dan pergerakan adalah; intitusi itu cenderung ekslusif, solid, dan suka berkontestasi. Sedangkan gerakan itu terbuka atau inklusif. Nah, jika ada gereja yang menyebut dirinya gereja reformasi, biasanya cenderung institusional,” papar Pdt. Andri sembari menambahkan seharusnya beragama itu bukan hanya moderat tetapi harus progresif. “PGI Jawa Timur adalah sebuah gerakan menuju keesaan dan minimal menjadi komunitas yang moderat. SM