Jelang Mubes GPdI ke 34, Ketum MP GPdI Pdt. Dr. Johnny Weol, MM.,M.Th: Pemimpin Milenial Itu Ibarat Filosofi China,’Bambu Muda Harus Dikelilingi Bambu Tua’

Nasional, News, Religi3427 Views

Jakarta,Victoriousnews.com,- Dengan mengusung tema ‘Menjadi jemaat GPdI Berkarakter Kristus dan Berdampak bagi Dunia’ dan sub tema: ‘Memasuki abad kedua keluarga GPdI meningkatkan trilogi tugas gereja sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia’, jika tidak ada aral melintang, Musyarawah Besar (Mubes) ke 34 Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) akan digelar pada tanggal 15 sd 17 Maret 2022 di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Selain akan membahas program kerja GPdI ke depan, laporan pertanggungjawaban pengurus Majelis Pusat, dalam Mubes 5 tahunan nanti juga ada agenda menarik, yakni pemilihan ketua umum Sinode untuk masa bakti 2022 sd 2027. Demikian dikatakan oleh Ketua Umum Sinode GPdI, Pdt.Dr. Johnny Weol, M.M., M.Th ketika menerima kunjungan Pengurus Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki) di kantor Sinode, Sentra GPdI, jalan Danau Sunter Selatan, Sunter Jakarta Utara (Jumat, 11/2/22). “Saya ini orang lama di GPdI. Dan saya tahu betul karakteristik dalam melayani di GPdI. Karena sebelum menjabat sebagai ketua umum, saya juga pernah menjadi anggota MP (Majelis Pusat), saya juga pernah menjabat Bendahara Umum, saya juga pernah menjadi ketua II MP,” papar Pdt. John sembari menegaskan bahwa dirinya siap maju kembali sebagai ketua umum.

Ketua Umum MP GPdI, Pdt. Dr. Johnny Weol (tengah-kemeja biru) ketika berpose bersama dengan sejumlah wartawan Perwamki di kantor sinode Sentra GPdI, Jumat (11/2/22)

 

Sebagai ketua umum GPdI, John menjelaskan bahwa dirinya telah mengeksekusi berbagai program yang dicanangkan Majelis Pusat. Salah satu contohnya adalah mengunjungi jemaat lokal GPdI yang berada di desa atau pelosok nusantara. “Gereja GPdI itu tidak berjibaku melayani di kota besar saja. Tetapi sampai ke desa dan pelosok yang terpencil. Selama ada jiwa disana dan percaya Yesus harus dilayani berapapun jumlahnya. Dalam kepemimpinan saya, selalu membantu pembangunan gedung gereja GPdI di pelosok-pelosok. Kenapa? gereja lokal di daerah jika hanya mengandalkan persembahan jemaat mustahil dapat membangun gedung gerejanya sendiri. Saya kasih contoh, di desa atau pelosok memiliki jemaat 20 orang. Kemudian mereka rata-rata memberikan persembahan Rp. 2000 maka dikalikan 20 menjadi Rp. 40,000. Lalu dikalikan empat minggu, maka yang terkumpul sebulan hanya 160 ribu. Bagaimana mungkin bisa membangun Gedung gereja?. Makanya saya sampaikan kepada para hamba Tuhan yang melayani di desa, kami yang akan membangun gereja kalian. Tugas hamba Tuhan di sana tinggal cari jiwa dan melayani saja,” papar Pdt. John  menambahkan bahwa saat ini sudah ada 300 gereja baru yang telah dibangun di seluruh Indonesia.

Di tengah pandemi saat ini, John mengaku bahwa GPdI makin bertumbuh.  “Puji Tuhan, saat ini sudah ada 20.000 gereja lokal GPdI yang tersebar di seluruh Indonesia. Kerinduan saya nanti terpilih kembali, para hamba Tuhan di desa tidak lagi mencari dana dengan proposal untuk membangun gereja. Tetapi saya tekankan kepada para hamba Tuhan, lebih fokus melayani jemaat dan mencari jiwa saja. Tentu saja saya juga berharap agar pandemi corona ini segera berakhir. Sehingga program yang belum dieksekusi dapat dilaksanakan. Karena selama Covid, banyak sekali program penginjilan, maupun seminar yang melibatkan banyak orang menjadi tersendat,” ungkap gembala GPdI El Uzay Pluit, Muara Karang Jakarta Utara.

Menurut suami dari Pdt. Rina Weol, S.Th, MA, untuk mendukung pelayanan GPdI di seluruh Indonesia, telah memiliki 30  Sekolah Alkitab (SA). “Agar pelayanan GPdI sangat massif sampai ke pelosok tanah air, GPdI kini memiliki 30 Sekolah Alkitab. Sebagai contoh yang cukup besar dan terkenal adalah SA Palembang, SA Salatiga, SA Beji, SA Cianjur dan SA Manado. Nah, hamba Tuhan yang terpanggil dan mengikuti Sekolah Alkitab, digembleng dengan pembinanan mental spiritual dan penggodokan pelatihan. Hal ini dibutuhkan sebagai modal untuk melayani di daerah, desa maupun pelosok. Hamba Tuhan GPdI itu terkenal ulet, dan tidak gengsi, karena sudah terbiasa digembleng mentalnya, termasuk tidak malu ketika harus membersihkan WC,” papar Ayah dari Clarissa Cindy Elisabeth Weol, S.Kom,M.Ed dan Shereen Kenny Gabrielle Weol, S.Sn. M.Des.

Ketika ditanya mengenai kader kepemimpinan generasi milenial seperti yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi,  Ketum GPdI ini sangat setuju dengan kader-kader muda yang menjadi pemimpin masa depan. “Tetapi kami memakai filosofi orang China, bahwa bambu muda harus dikelilingi bambu tua supaya tumbuhnya lurus dan tidak bengkok. Artinya generasi muda harus dibimbing oleh yang senior agar jalannya bisa bagus. Coba perhatikan, bambu muda kalau dikelilingi bambu tua itu lurus. Nah ketika dia tua dan mulai miring, yang baru muncul lagi,” urainya.

Lalu bagaimana pandangan GPdI terkait Ibukota yang akan pindah ke Kalimantan Timur? “Mengenai Ibukota Nusantara, apapun juga keputusan pemerintah, kami tetap taat. Pemerintah adalah wakil Allah. Karena terbersit sebuah tujuan yang menguntungkan kita semua dalam konteks Indonesia. Dengan adanya pemindahan Ibukota baru ya sah-sah saja. Ya kami tetap mendukung karena itu proyek pemerintah. Dan mungkin ada kantor perwakilan GPdI di Ibukota baru nanti,” pungkas John. SM