Resensi Buku: Kyai Paulus Tosari Sang Penginjil Jawa & Pendiri Gereja Mojowarno yang Bertobat Melalui Pagelaran Wayang Kulit

Ragam, Religi2827 Views

Buku berjudul “Kyai Paulus Tosari, Sejarah & Silsilah Keluarga” ini ternyata banyak mengungkapkan cerita toleransi beragama yang menjadi gaya hidup orang Jawa Muslim & Kristen, khususnya di tanah Jawa Timur, hingga ke Mojowarno-Jombang tetap terjalin harmonis sejak abad 19 sampai saat ini.

Kyai Paulus Tosari lahir di Kedungturi, Surabaya tahun 1813. Sebelum dibaptis, nama mudanya adalah Pak Satipah. Kemudian di desa Kertorejo, Ngoro, ia mengganti namanya menjadi Tosari. Kata Tosari berasal dari kata “Tosara” yang berarti ‘embun’. Karena dia merasa menerima seperti menerima embun di padang gurun yang kering kerontang. Sebagai tanda bahwa ia telah membaharui hidupnya dan telah meninggalkan cara hidupnya yang lama.

Buku setebal 94 halaman yang ditulis oleh Wiryo Widianto, Dicky S.S Amasio dan Sedyo Utomo Baris, mengisahkan, bahwa, Tosari muda dianggap memiliki kepribadian yang kurang elok bagi banyak orang. Namun Tuhan berkenan menyentuhnya, memprosesnya, serta menjadikan sosok yang berpengaruh besar. Setelah dia menemukan “terang Sejati”, dia rajin membawa pelita keliling bagi saudara sebangsanya ke pelosok Jawa Timur.

Tuhan menyentuh Tosari muda dari sisi kegemaran dan minatnya, yaitu melihat pertunjukan wayang kulit dan ingin mencari ilmu, ingin menjadi pertapa seperti buyutnya di Madura. Melalui sahabatnya yang bernama Pak Kariman, dan dipertemukan dengan guru elmu Srani (Agama Kristen) di Ngoro yaitu: C.L. Coolen. Pengajaran Coolen yang menggunakan media wayang dan tembang (sesuai kegemarannya) membawanya ke dalam “ziarah batin” yang dalam hingga menemukan pedoman hidup yang sejati.

Melalui kotbah Coolen yang diambil dari Injil Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”. Lewat Firman inilah, membangkitkan komitmennya untuk bertobat dan menjadi manusia baru (titik balik). Komitmen kuat ini didukung oleh kelebihan yang dimiliki yaitu; kecerdasan berpikir, kerajinan, kreativitas, semangat belajar, mudah berelasi dan rendah hati. Ini semua membekalinya menjadi pamulang Injil dan pendeta Jawa pertama bagi orang Jawa Timur.

Tosari adalah sosok yang cerdas dan fleksible. Ia mampu menyederhanakan pemahaman iman yang sulit dimengerti bangsanya kala itu, menjadi mudah dicerna ke dalam rasa orang Jawa melalui tembang Rasa Sejati. Dia seorang yang teguh memegang prinsip Iman, sehingga mampu berkata “tidak” kepada siapapun, meskipun mengandung resiko dilukai hatinya.

Ide-idenya dalam membangun dan melayani jemaat mula-mula di Mojowarno diwujudkan bersama Pdt. J.E.Jellesma dan Pdt. J.Kruyt serta warga jemaat pada zamannya. Mereka bekerja sama menciptakan kawasan Mojowarno lebih damai dan sejahtera, serta menjadi “Yerusalem” atau pintu gerbang kekristenan di Jawa pada saat itu. Di Mojowarno, dia tak henti mengobarkan semangat bersekutu dalam naungan terang Kristus. Bersama orang-orang yang setujuan, membangun kehidupan rohani dan kesejahteraan jemaat melalui lumbung sederhana. Lumbung Miskin dan Lumbung Pirukunan yang dibentuk ternyata berdampak besar bagi kesejahteraan Jemaat dan kemuliaan nama Tuhan.

GKJW Mojowarno yang dibangun oleh Kyai Paulus Tosari sejak 1871 (151 tahun) sampai sekarang masih berdiri kokoh

Sosok sederhana ini selain mampu memimpin Jemaatnya, dia juga mampu memimpin misionaris NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) dalam mewujudkan visinya. Salah satunya dalam pembangunan Gedung GKJW Mojowarno yang didirikan sejak 1871, sampai hari ini masih berdiri kokoh. Pada Tahun 1882, Tosari meninggal dunia dan dimakamkan di kompleks Makam Desa Mojowarno (sebelah timur Rumah Sakit Kristen Mojowarno/RSKM). Kiranya segala pengalaman iman di dalam proses kehidupannya, bisa diteladani para generasi selanjutnya. SM