Jakarta,-Victoriousnews.com,-Pesta demokrasi pemungutan suara pemilu serentak, yaitu memilih Presiden- Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari Rabu, 14 Februari 2024. Sedangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, untuk memilih Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, serta Walikota-Wakil Walikota rencananya akan digelar pada hari Rabu, 27 November 2024.
Bak gayung bersambut, penetapan jadwal pemilu Presiden 2024 itu disambut antusias oleh sejumlah partai politik untuk menyusun kekuatan dan membangun embrio koalisi. Tak pelak, suhu politik pun menghangat. Karena masing-masing parpol pun mulai mengelus-elus “jagoan”nya untuk diusung sebagai capres maupun cawapres yang siap bertarung dalam pesta demokrasi 5 tahunan itu.
Sejatinya, adagium yang mengatakan, dalam dunia politik itu “tidak ada kawan dan lawan politik yang abadi, yang ada adalah kepentingan abadi” ternyata benar adanya. Walaupun di tingkat grassroot saling “bermusuhan” mendukung capres pilihannya, tetapi faktanya, justru elite parpol masih bermain dengan lobi-lobi politik untuk berbagi “kue” kekuasaan. Contoh yang paling nyata adalah ketika Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019, demi kepentingan negara yang lebih besar, akhirnya ia legowo dan bersedia menjadi Menterinya Jokowi dalam kabinet kerja periode 2019-2024. Ini menandakan bahwa sebenarnya pesta demokrasi di Indonesia itu unik, dinamis dan seyogyanya tidak meninggalkan “dendam politik” berkepanjangan untuk meredam gejolak masyarakat di tingkat grassroot yang telah terbawa arus permusuhan.
Saat ini sudah ada 3 bakal calon Presiden yang akan bertarung memperebutkan kursi RI 1. Yaitu; Ganjar Pranowo diusung oleh PDIP, Prabowo Subianto diusung Partai Gerindra dan Anies Baswedan diusung oleh Partai Nasdem. Lalu bagaimana menakar ketiga balon Presiden, apakah layak memimpin bangsa Indonesia yang sangat besar ini? Menurut praktisi hukum, Fredrik J. Pinakunary, S.H., S.E, pada prinsipnya kita mengharapkan pemimpin yang amanah. “Menurut saya ada dua perspektif yang bisa dijadikan tolok ukur dalam menilai seorang pemimpin. Yaitu perspektif firman Tuhan dan perspektif hukum. Karena saya seorang praktisi hukum dan penganut agama Kristen. Pertama, saya mau bicara dalam perspektif hukum. Dalam kalangan praktisi, orang yang sehari-hari bergelut dalam bidang hukum dan juga bersentuhan dengan pihak asing yang berinvestasi di Indonesia, saya sangat ingin melihat pemimpin negara ini yang paham pentingnya kepastian hukum. Paham pentingnya predictability. Hukum itu harus bisa diprediksi. Jadi selain ada predictability, ada kepastian dalam hukum. Dan tentunya harus inline dengan nilai-nilai keadilan masyarakat,” ujar Pria kelahiran Sorong, Papua Barat Daya, 14 Februari 1971.
Fredrik memuji gaya kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilainya berhasil dalam berbagai aspek. “Kita dapat belajar dari kepemimpinan Presiden Jokowi. Secara over all menurut saya apa yang dilakukan Pak Jokowi ini baik dan berhasil dalam berbagai aspek. “Tetapi dalam perspektif hukum tentu ada catatan-catatannya. Contohnya, bagaimana proses terjadinya UU Cipta kerja yang juga banyak kontroversi di dalamnya. Setelah dinyatakan inkonsitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena secara formil ada kecacatan dalam pembentukannya, kemudian jadilah UU. Akibatnya kan banyak yang berdemonstrasi, protes dan memberikan reaksi yang keras. Dan itu membuat pertanyaan-pertanyaan yang lahir terkait dengan kepastian hukum modelnya seperti itu. Kemudian dalam hal pergaulan internasional, kita apreciate apa yang Presiden Jokowi lakukan belakangan ini terkait pelarangan ekspor bahan mentah sumber daya alam seperti nikel. Bersyukur sekali Presiden Jokowi menentukan adanya proses pemurnian dulu di dalam negeri. Supaya nilai jualnya jauh lebih tinggi dari pada sekedar menjual nikel yang belum dimurnikan. Secara ekoonomis, penghasilan negara jauh lebih besar jika nikel tersebut dimurnikan dulu sebelum dijual ke luar negeri. Persoalannya, yang harus diperhatikan adalah kita ini adalah bangsa yang merdeka, yang tidak berdiri sendiri. Kita juga berkomunikasi, berelasi atau berhubungan dengan negara-negara lain. Ada aturan-aturan main yang ditentukan di WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia). Misalnya, beberapa waktu lalu kan kebijakan Presiden terkait nikel ini digugat dan kita (Indonesia) kalah di WTO, tapi prosesnya masih jalan atau masih dalam proses banding.
Disatu sisi, kita bangga dengan keberanian Presiden Jokowi yang tidak dimiliki oleh Presiden-Presiden sebelumnya. Itu luar biasa. Tetapi sebagai praktisi hukum, saya mau bilang, bahwa keberanian itu perlu di-support oleh dasar hukum yang kuat dan jelas. Supaya bangsa kita di mata dunia internasional juga tetap dihormati,” ungkap Lulusan Sarjana Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Kriteria Pemimpin Berdasarkan Nilai Kristiani: Takut Akan Tuhan, Jauhi Suap, Dipimpin ROH & Hikmat Tuhan
Lanjut Fredrik, kriteria pemimpin khususnya calon Presiden & Wakil Presiden dalam perspektif orang Kristen seperti yang diajarkan Alkitab. “Tentu kita bisa melihat beberapa kriteria ketika Musa memilih pemimpin. Yakni: pemimpin itu harus takut akan Tuhan, menjauhi suap/sogok, dipimpin oleh Roh dan dipimpin oleh hikmat daripada Tuhan. Nah jadi pemimpin yang seperti ini yang ideal. Orang Kristen harus selalu gulirkan kriteria seperti itu. Misalnya, umat Kristiani membentuk forum-forum diskusi yang disupport oleh aras gereja-gereja (PGI,PGLII, PGPI,KWI,dll) untuk menyuarakan nilai pemimpin yang sesuai firman Tuhan. Kemudian hasil dari diskusi-diskusi itu, bisa diberikan kepada lembaga-lembaga yang berotoritas untuk menyampaikan pandangan kita kepada pihak yang tepat. Hasil pemikiran kita itu juga perlu disampaikan kepada calon pemimpin yang sedang berkontestasi untuk bangku Presiden dan Wakil Presiden. Satu hal bahwa Tuhan Yesus memberikan teladan seperti tertulis dalam Matius 20:27 itu sangat bagus, kalau kamu mau jadi pemimpin, harus jadi pelayan yang sangat baik. Dalam terjemahan Bahasa Inggrisnya, Great Honour and authority is reserve for the one with the heart of a servant (Kehormatan dan otoritas besar disediakan untuk orang yang memiliki hati seorang hamba/pelayan). Jadi, bagi calon pemimpin bangsa ini, jika dia mau mendapat otoritas dan kehormatan yang tinggi dari masyarakat, maka dia harus punya hati yang melayani. Hal itu yang menghantarkan dia kepada otoritas dan kehormatan besar. Ini prinsip dan walaupun itu datang dari Alkitab, saya kira ini nilainya sangat universal. Saya kira agama apapun akan setuju bahwa seseorang yang punya hati melayani itu akan mendapatkan great honour and authority. Inilah yang harus kita bunyikan. Supaya pemimpin sekarang yang akan berkontestasi (3 pasangan Bakal Calon Presiden-Wakil Presiden), mereka tahu bahwa orang Kristen tidak diam, tidak apolitis, dan tidak benci dengan politik. Orang Kristen juga bagian dari NKRI. Karena kita bagian, maka kita juga bersuara,” papar salah satu anggota tim Pengacara Richard Eliezer dalam kasus Ferdy Sambo.
Berbicara pelayan, menurut Fredrik, kita bisa menilai dan menakar manakah diantara ketiga bakal calon Presiden itu yang benar-benar menjadi pelayan rakyat. “Kita bisa menilai, balon Presiden itu lebih loyal kemana? MApakah kepada partainya atau kepada masyarakat. Ini kan suatu diskusi yang hangat terakhir ini. Karena kita tahu mereka yang maju ini kan kontestan dari partai. Diutus oleh partai. Tetapi kalau sudah menjadi Presiden; dia adalah Presiden buat seluruh bangsa Indonesia. Pelayan seluruh rakyat Indonesia tanpa melihat partai. Nah, kalau dia lebih setia lebih kepada partai, ini bukan pemimpin yang ideal menurut saya. Karena yang pilih dia kan bukan partai. Partai politik yang mengusung, tetapi rakyat yang memilih. Jadi dia harus mengabdi kepada rakyat. Bukan kepada partai. Dalam hal terjadi perbedaan kepentingan antara rakyat dengan partai, maka dia harus memihak kepada keadilan rakyat. Bukan kepada partai,” tandas suami dari Regina F. Sinuraya.
Pilih Calon Pemimpin Berdasarkan Rekam Jejak Yang Baik
Fredrik mengaku pada saat ini masih belum menentukan pilihan dan masih dalam posisi netral. Namun, ia berpandangan bahwa saat ini seluruh masyarakat sudah cerdas dalam menentukan pilihannya. Karena di era digital, profil dan rekam jejak masing-masing calon pemimpin sangat terbuka. “Pada saat ini kita berada dalam posisi netral, tidak berpihak kepada salah satu bakal calon Presiden. Saya juga tidak sedang menentukan atau mengarahkan kepada siapa dari tiga kandidat. Tetapi saya kira, buat kita semua tidak terlalu sulit untuk merecall kembali tentang rekam jejak, standing, the way ketiga balon Presiden ini (Pak Ganjar, Pak Anies & Pak Prabowo). Karena mereka ini juga pemimpin-pemimpin politik yang sudah berkiprah lama. Jadi jejak rekam mereka, kita juga bisa cari tahu sendiri. Kalau dibilang semacam catatan atau apapun yang bisa kita lihat, contoh Pak Prabowo sudah 2 kali capres dan sekali jadi cawapres. Dari hal itupun kita bisa melihat rekam jejaknya. Kita bisa lihat saat itu pendukungnya darimana, dan the way dia berusaha untuk menjaring suara. Saya kira kalau kita mau serius untuk melakukan riset, apa yang beliau lakukan cukup gampang kok. Kemudian Pak Anies Baswedan, dalam proses pemilihan Gubernur DKI 2017, juga terang benderang cara berkampanye dan menjaring suara. Itu juga sama-sama bisa kita lihat. Terutama siapa saja yang mendukung beliau itu tidak sulit untuk dicari tahu. Karena kita hidup di zaman digital, jejak digital itu tidak bisa dihapus. Sekali kita berkumpul dengan siapa, ngobrol apa dan berpendapat apa semuanya itu akan tercatat. Dan masyarakat kita sudah pintar kok saat ini untuk bisa menilai. Sedangkan Pak Ganjar Pranowo, beliau masih Gubernur Jawa Tengah. Kita juga tahu berasal dari partai apa. Kita juga paham kemarin menjadi viral masalah penolakan timnas Israel sepak bola U20 yang lalu. Yang mana setelah beliau mengeluarkan statement, banyak juga yang menarik dukungan. Tetapi ya itulah plus minusnya kandidat-kandidat sekarang. Siapapun yang jadi pemimpin tidak ada yang sempurna.
Tapi buat saya, sebagai umat Kristen ingin pemimpin yang cinta NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika , menghormati keberagaman, toleransi antar umat beragama tetap dijaga dan saling menghargai satu sama lain. Pemimpin yang mengedepankan itu, menurut saya itu yang harus kita pilih,” tukas Fredrik.
Fredrik berharap, siapapun pemimpin yang terpilih dalam Pilres 2024 nanti, jangan mengandalkan logika dan akal sehatnya sendiri. “Entah Pak Prabowo, Pak Anies atau Pak Ganjar, mereka harus memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Supaya mereka Lead By The Spirit. Supaya mereka dituntun oleh hikmat Tuhan dalam memimpin 270 juta lebih manusia Indonesia ini. Karena ketika dituntun oleh hikmat Tuhan itu pasti menghadirkan keadilan buat bangsa Indonesia. Sebaliknya, kalau dituntun atas pertimbangan logis saja, maka bisa jadi mereka di-drive oleh partai atau di-drive oleh pendukungnya. Dan tidak didrive oleh kepentingan mayoritas masyarakat Indonesia. Nah, ketika mereka dipimpin oleh hikmat Tuhan, maka akan tercatat sebagai pemimpin-pemimpin yang berabad-abad namanya hebat. Contohnya di Amerika, mantan Presiden Abraham Lyncoln sampai hari masih diomongin. Lyncoln itu banyak bicara dari nilai-nilai Kristiani. Orang seperti itu tidak hanya menginspirasi Amerika saja, tetapi menginspirasi seluruh dunia dan nilai-nilai firman Tuhan yang kita ambil. Dalam kapasitas sebagai sebagai Presiden Amerika dulu, itu sangat mendunia. Itu baru pemimpin yang hebat,” ungkap Fredrik.
Jika ada calon pemimpin alternatif, kira-kira siapa yang layak menjadi capres atau cawapres? “Ya terakhir ini, kita jujur ya bahwa Pak Mahfud MD itu muncul. Like or dislike Pak Mahfud itu muncul sebagai calon alternatif. Di kalangan advokat nama Pak Mahfud itu muncul. Apalagi kita tahu bersama, belakangan ini Pak Mahfud bicara tentang pemberantasan korupsi. Beliau menghadap ke DPR dengan gagah berani. Level petinggi lain agak takut kalau menghadap DPR, agak jiper apalagi anggota DPR itu dikenal galak-galak dari komisi 3. Tetapi Pak Mahfud kemarin menunjukkan kelasnya. Walaupun kalau dicari plus minus semua orang ada. Tetapi keberanian Pak Mahfud dalam menyuarakan pemberantasan korupsi itu memberikan secercah harapan baru. Mungkin bagi orang yang bukan anggota parpol, Pak Mahfud ini calon alternatif dan bagus,” pungkasnya. SM