Victoriousnews.com,-Jombang-Pada tanggal 03 Februari 2024 dei Mojag Café, Gambiran, Mojoagung, Jombang fiadakan bedah buku yang dihadiri kawula muda dan para guru Sejarah di Kawasan Mojoagung, Jombang dan Mojokerto.
Mereka ingin mengetahui bagaimana suasana dan kondisi Mojowarno dan sekitarnya pada tahun 1864-1931.
Buku karya Fendy Suhartanto, S.Pd (guru SMAN 1 Puri Mojokerto) ini sangat menarik karena baru kali buku khusus kawasan Misi pertama di Jawa ini diterbitkan.
Buku ini diulas oleh Wiryo Widianto (mas Wiwid) penulis dan penggiat sejarah serta ketua PERWAMKI Jawa Timur yang kebetulan berasal dari Mojowarno.
Mas Wiwid mengulas bahwa berdirinya Kawasan Mojowarno ada tidak terlepas dari keberadaan desa Ngoro dimana daerah ini pertama kali Kekristenan awal ditabur oleh Kyai Ngoro (CL. Coolen) seorang awam Kristen yang nJawani.
Para pembuka desa-desa di Mojowarno adalah para mantan dari murid Tuwan Coolen.Desa-desa di Mojowarno berkembang pesat setelah banyak pendatang dari Ngoro, Kertorejo, Sidoarjo dan Jawa Tengah. Mereka mayoritas telah menerima Kekristenan selain agama leluhur, hindu-buda dan Islam. Nama-nama desa yang banyak unsur “Mojo” ( Mojowarno, Mojowangi, Mojoroto, Mojojejer, Mojodukuh, Mojokembang, Mojoduwur dst) ini juga karena latar belakang daerah ini sebelumnya adalah Kawasan Majapahit.
Perkembangan ini menarik misionaris Belanda pdt. J.E Jellesma melayani komunitas unik ini. Dia dibantu oleh pendeta Jawa: Kyai Paulus Tosari sehingga pada tahun 1851 mereka telah mendapat pengajaran : tulis menulis, pengetahuan geografi dan agama Kristen. Jadi sejak jaman itu dimana masyarakat pribumi di luar kawasan ini belum banyak yang bisa menulis dan membaca, tapi di Mojowarno sudah mengenal Pendidikan.
Sejak 1864 kegiatan ini dikembangkan oleh misionaris Belanda pdt. Johannes Kruijt bersama dengan komunitas multicultural yang tinggal di sini ( Jawa, Madura, Cina, Belanda). Misi gereja, misi medis, misi Pendidikan berkembang pesat sehingga Mojowarno menjadi pusat Misi Zending di Jawa saat itu. Bahkan pada tahun 1902 menarik R.A. Kartini ingin sekolah bidan di Rumah Sakit Zending di Mojowarno.
Kartini merindukan kemerdekaan bagi perempuan: “Dia melihat betapa senangnya seorang perempuan bisa bebas melakukan pekerjaan sosial bagi orang lain dan tidak terkurung oleh budaya masyarakat Jawa pada waktu itu yang sangat mengekang perempuan” (Suratkepada Nona Zeehandelaar, 11 Oktober 1902).
Dia menulis pada tanggal 31 Januari 1903 bahwa dia menginginkan “pekerjaan misionaris, tetapi tanpa pembaptisan”, dalam catatan dia menginginkan: “Mendidik orang Jawa, mengajarinya berpikir mandiri, dan ketika dia sudah dewasa menurut roh, biarlah dia memilih arah agamanya sendiri.
Satu bentuk pro eksistensi bagi penganut agama yang berbeda untuk bisa ikut berperan memajukan sesama anak bangsa yang saat itu masih ada keterbatasan dalam budaya. Hal ini direspon positif oleh komunitas Zending Mojowarno karena pada awalnya, misionaris bertujuan membangun peradapan yang lebih baik bagi masyarakat pribumi. Sampai hari ini peninggalan bangunan kuno saksi sejarah saat itu masih kokoh berdiri (Gereja, Sekolah, Rumah sakit dan Rumah-rumah penduduk).
Kawula muda yang hadir di acara ini sangat ingin melakukan wisata sejarah ke daerah unik seperti Mojowarno ini. Mas Wiwid berujar: “di Jombang masih banyak tempat bersejarah menarik untuk dikunjungi, bisa dikembangan menjadi wisata toleransi dimana bisa mengunjungi Ponpes Tebuireng, Ponpes Tambakberas, Klenteng Gudo dan masih banyak lagi”. Mas Fendi menambahkan: “perlunya penggiat sejarah berkarya menuliskan sejarah desa-desa di daerahnya sehingga bisa menceritakan keunggulan desanya serta meneladani para pelaku sejarahnya”
Mas Mansur panggilan Mohammad Mansur (pemilik Mojag Coffé group: Mojoagung, Sumobito dan Diwek) siap memfasilitasi diskusi sejarah atau tema-tema lain agar para generasi muda bisa berkarya untuk kemajuan mereka.
Saking gayengnya diskusi yang dimulai 19.30 ini baru bisa berakhir pada jam 23.30 WIB dengan penuh kegembiraan. Wid