Saksi Pelapor Dr.John Palinggi Beberkan Bukti kuat, Dalam Sidang Lanjutan Kasus Dugaan  Pemalsuan Putusan MA terdakwa Guru Besar Unhas

Hukum & HAM, News376 Views

Victoriousnews.com,-Setelah eksepsi terdakwa Prof Marthen Napang dalam kasus dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat putusan MA ditolak Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/8/24), agenda sidang dilanjutkan dengan menghadirkan para saksi dan gelar barang  bukti. 

 Dalam sidang lanjutan perkara nomor 465/PIT.B/2024/PN JKPS, yang digelar pada hari Selasa, (3/9/24), agendanya adalah mendengarkan keterangan 4 saksi, termasuk saksi korban/pelapor yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah korban/pelapor Bapak Dr. John N Palinggi,MM,MBA,  Ibu Irma Uli Siregar,  Ibu Sutiah dan  Ibu Rusdini. 

Sebelum persidangan berlangsung, Majelis Hakim mengambil sumpah keempat saksi sesuai agamanya masing-masing, agar dapat memberikan kesaksian dengan jujur dan sebenar-benarnya.

Terdakwa Prof Marthen Napang setelah persidangan di PN Jakarta Pusat

 Kemudian Majelis Hakim  menanyakan kepada para saksi, apakah mereka mengenal terdakwa Marthen Napang sebelumnya dan punya hubungan keluarga atau tidak. Saksi korban/pelapor Dr. John Palinggi pun menjawab, bahwa dirinya kenal dengan terdakwa tetapi tidak ada hubungan saudara atau keluarga. Hal itu juga disampaikan oleh tiga   saksi lainnya, yakni  Irma, Sutiah dan Dini pun memberikan jawaban yang sama, bahwa mengenal terdakwa MN dan tidak ada hubungan keluarga.  

Setelah pengambilan sumpah, kuasa hukum terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar saksi korban/pelapor Dr John Palinggi yang dimintai keterangan terlebih dahulu dalam persidangan.  “Kita sepakati saja ya, saksi yang diperiksa dahulu adalah Dr. John Palinggi. Saya minta 3 saksi, mohon menunggu di luar ruangan sidang,” ujar  Hakim ketua

Kemudian Hakim mempersilakan JPU untuk menyampaikan pertanyaan kepada saksi pelapor Dr. John Palinggi.  Dalam keterangannya, John menyampaikan, bahwa dirinya menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh terdakwa Marthen Napang. “Awalnya terdakwa datang ke kantor saya untuk meminta bantuan untuk kantor. Menurut pengakuannya, terdakwa mau buat kantor pengacara bersama rekannya bernama Ibu Anggia. Kemudian saya berikan secara gratis satu lantai dengan kantor saya. Saya percaya saja karena MN mengaku seorang profesor hukum. Setelah 2 bulan, karena merasa sudah dibantu ruangan kantor secara gratis, beliau menawarkan, untuk membantu jika ada perkara yang bisa ditangani. Kemudian saya teringat bahwa ada perkara PK tengah berproses di MA. Dengan perkara sebidang tanah milik sahabat sekaligus orang yang telah berjasa dalam hidup  saya, yakni Bapak Aky Setiawan. Pak Aky ini meminta tolong kepada saya, karena beliau sudah tidak punya dana lagi untuk melanjutkan proses perkara PK itu,” ujar John Palinggi menjelaskan. 

John mangaku bahwa dirinya sangat tulus membantu Pak Aky, karena beliau pernah membantunya  saat dirinya   masih menjadi karyawan, “Karena percaya sama MN, waktu itu saya seperti kena sirep, Pertama kali MN meminta uang sebesar Rp. 50 juta, katanya untuk kelancaran administrasi, yaitu pada 9 Juli 2017.  Saat itu, MN juga meyakinkan saya dan  menunjukkan 12 salinan putusan MA yang telah dimenangkannya,. Kemudian atas permintaan MN dana itu diberikan secara transfer ke rekening BCA Cempaka Putih atas nama Elsa Novita. Setelah itu, pada tanggal 12 Juli 2017, MN kembali meminta dana sebesar Rp800 juta untuk membayar fee pengacara. Saya langsung ke ATM  dan mentransfer uang tersebut ke tiga rekening berbeda sesuai permintaan MN, yakni Rp300 juta ke rekening BCA Kendari atas nama Sahyudin, Rp200 juta ke rekening BCA Cempaka Putih atas nama Elsa Noviita, dan Rp300 juta ke rekening BNI Bekasi atas nama Sayudin Sueb,” ungkap John.

Menurut John, pada 13 Juli 2017 sekretarisnya bernama  Irma Uli Siregar, memberitahukan bahwa ada email terkait putusan MA dengan hasil kabul. “Saya menerima putusan tersebut melalui email yang dikirim dari email terdakwa. Kemudian, pada 14 Juli 2017, Marthen minta tambahan dana sebesar Rp200 juta untuk fee pengacara. Lalu saya menanyakan kepada manajer keuangan Rusdini, berapa uang tunai yang tersedia saat itu. Rusdinii menjawab bahwa ada Rp100 juta. “Ada dana Rp100 juta yang baru diambil dari bank, dan saya perintahkan manajer keuangan untuk menyerahkan uang itu secara tunai kepada MN. Pada saat penyerahan uang tersebut, kita berfoto bersama di ruangan,” papar John sembari menunjukkan bukti kepada Hakim.

John merasa sangat kecewa karena setelah mengecek dan konfirmasi ke Mahkamah Agung, tidak pernah mengeluarkan putusan yang menyatakan kabul, seperti yang dikirim MN melalui email. Bahkan sesungguhnya putusan perkara PK Aky  Setiawan tersebut  kasus tersebut  telah ditolak MA.

Kuasa Hukum terdakwa juga mencecar saksi John Palinggi dengan pertanyaan yang berulang-ulang dan terkesan memojokkan serta mencari kesalahan saksi. Sehingga Hakim Ketua  pun menegur kuasa hukum terdakwa MN. 

“Kuasa hukum terdakwa, mohon fokuskan pertanyaan pada pembuktian bahwa terlapor tidak bersalah, bukan mencari-cari kesalahan saksi. Jangan ulangi pertanyaan yang sudah diajukan, agar proses sidang tidak terjadi  debat kusir dan memakan waktu panjang,” tegas Majelis Hakim menengahi ketika persidangan sempat tegang. 

Karena pemeriksaan saksi korban belum tuntas dan kuasa hukum terdakwa mengatakan masih banyak sekali pertanyaan yang belum diajukan, maka Majelis Hakim memutuskan untuk skors persidangan. “Mengingat waktu dan masih banyak yang antri dalam sidang perkara lainnya, maka saya skors persidangan ini dan dijadwalkan sidang lanjutan Selasa, 10 September 2024. Agendanya masih mendengarkan keterangan saksi dari korban dan saksi-saksi lainnya,” pungkas hakim sembari mengetok palu tanda berakhirnya persidangan. SM