Keterangan Terdakwa Marthen Napang Dinilai JPU Tidak Jujur Dan  Banyak Melenceng Dari  BAP

Hukum & HAM, News76 Views

JAKARTA,Victoriousnews.com,- Sidang lanjutan perkara Nomor: 465/Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst, kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan putusan Mahkamah Agung, dengan terdakwa  Marthen Napang, kembali digelar di ruang Oemar Senoadji 2, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, (10/12/24) siang. Agenda kali ini adalah mendengarkan keterangan langsung dari terdakwa Prof. Marthen Napang.

Dalam persidangan tersebut, JPU melontarkan berbagai pertanyaan untuk menguji kejujuran terdakwa Marthen. “Saudara mendapatkan gelar profesor sejak kapan?” Tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti kepada terdakwa Prof Marthen Napang.

“Saya mengusulkan gelar profesor sejak tahun 2015, mendapatkan persetujuan tahun 2017. Kemudian SK profesor keluar tahun 2019, dan dikukuhkan 2020,”ujar terdakwa Marthen.

 Namun, sejumlah bukti data yang dimiliki JPU, mengungkapkan, bahwa terdakwa Marthen telah memakai gelar Profesor sejak tahun 2016-2017 yang terpublikasi sebagai narasumber atau pembicara seminar di berbagai kesempatan.

 Kemudian JPU menggali pertanyaan lagi, sejak kapan terdakwa kenal pelapor John Palinggi? “Saya mengenal John Palinggi ketika melakukan studi lanjut sekitar tahun 2004. Studi lanjut program Pasca Sarjana Unpad kelas di Jakarta. Waktu itu kenal di Graha Mandiri atau dulu namanya BBD Plaza, Menteng Jakarta Pusat. Disitu juga ada kantor Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. Dalam organisasi itu kami sering rapat-rapat, dan sering ketemu John Palinggi,” tandas Marthen.

Dengan lugas JPU kemudian melontarkan pertanyaan, setelah tahun 2004, apakah pada tahun 2017 saudara pernah bertemu dengan John Palinggi persisnya tanggal 12 Juni 2017? “Saya tidak pernah bertemu John pada tanggal  12 Juni 2017. Karena saat itu saya  berada di Makassar, kemudian  pada malam hari saya baru terbang ke Jakarta menggunakan maskapai Batik Air,” bantah Marthen.

Tapi ketika JPU meminta menunjukkan bukti tiket penerbangan, Marthen beralasan bahwa pihak maskapai tidak mempunyai data manifes karena sudah terlalu lama.

JPU kemudian menunjukkan bukti manifes resmi Batik Air  berdasarkan saksi dari pihak Lion Group yang dihadirkan di persidangan beberapa waktu lalu. Dalam data tersebut, Marthen melakukan perjalanan  dari Ujung Pandang ke Jakarta pada tanggal 6 Juni 2017 dan kembali ke Ujung Pandang pada 13 Juni 2017.

“Saya minta saudara jujur. Bagaimana saya bisa mempertimbangkan dalil Saudara yang menyatakan pada tanggal 12 Juni berada di Makassar?” ungkap JPU.

Menjawab hal itu, terdakwa berkelit bahwa pada saat itu ingin bertemu dengan pihak Kemendikti terkait persetujuan gelar Profesornya.

“Karena pihak kemendikti berhalangan dan  tidak jadi bertemu lalu saya check ke bandara ada penerbangan pagi. saya terbang ke Makasar. Dan saya  harus bertemu mahasiswa saya di Unhas,” cetus Marthen berkilah.

JPU kembali menguji kejujuran terdakwa dengan pertanyaan terkait 3 rekening atas nama Elsa Novita, Sahyudin, dan Sueb. “Apakah saudara yang memberikan 3 rekening tersebut kepada John Palinggi? Terdakwa menjawab berbelit-belit. Bahkan Marthen mengaku ketiga rekening itu diberikan mahasiswanya. Padahal, sesuai BAP, Marthen menyebut bahwa rekening itu diberikan oleh Febri Wijayanto. “Saya  mendapatkan nomor rekening tersebut dari Hasanuddin, mantan mahasiswa saya. Memang ada dua nama Febri: yang pertama, Febri, seorang pengusaha asal Surabaya, saya sempat berurusan terkait jual beli tanah di Surabaya dan Febri Wijayanto  seorang panitera di MA. Tapi saya tidak pernah berhubungan langsung dengan Febri panitera, tetapi mengetahui keberadaannya melalui dokumen perkara yang saya tangani,” ujar Marthen.

Di akhir persidangan, giliran Hakim Dwikora bertanya kepada terdakwa. “Menurut saudara, tahu enggak mengapa  saudara dilaporkan John Palinggi? Di persidangan itu terdakwa justru menuding John Palinggi  melaporkan dirinya karena marah dan sakit hati tidak diberikan pinjaman uang sebesar 500 juta.

 “Setahu saya dilaporkan dugaan penipuan, penggelapan dan pemasuan putusan Mahkamah Agung. Tapi latar belakangnya, karena saya tidak kasih pinjaman lalu dia marah.  Awalnya mau pinjam  1 Milyar, saya bilang tidak punya uang sebesar itu. Kemudian pelapor bilang ke saksi Anggia Murni, ‘kasih tahu Marthen, 500 juta saja biar saya cabut perkara,” jawab Marthen kepada majelis Hakim.

Merespons tuduhan terdakwa, pelapor John Palinggi yang hadir dalam persidangan tertawa saja. “Saya ini jadi pengusaha sudah 40 tahun lebih. Dan saya tidak pernah pinjam di Bank atau siapapun. Jadi kalau dia tuduh begitu ya, biarlah persidangan yang membuktikan. Boleh di-check, tiap tahun saya bayar sewa di Graha Mandiri ratusan Juta dan tidak pernah berhutang kepada siapapun,” tukas pengusaha senior yang juga mediator non hakim di beberapa Pengadilan Negeri di Indonesia. SM