Keterangan Terdakwa Marthen Napang Dinilai Semakin Janggal, JPU Siapkan Tuntutan Dalam Sidang Lanjutan Awal Tahun 2025

JPU menunjukkan kartu nama pelapor di hadapan majelis hakim dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat, Selasa (17/12/24)

JAKARTA,Victoriousnews.com,-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Buyung Dwikora merasa heran dengan Prof Marthen Napang, terdakwa kasus dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan putusan MA, karena seluruh dakwaan dibantahnya di dalam persidangan. “Saya heran semua dakwaan saudara bantah. Apakah saudara pernah melaporkan John Palinggi?,tanya Hakim Dwikora kepada terdakwa Marthen Napang dalam persidangan lanjutan perkara Nomor: 465/Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst, Selasa (17/12/24) sore. Awalnya, terdakwa menjawab tidak pernah. Tetapi  kemudian meralat dan  tampak gugup mengakui pernah melaporkan John Palinggi atas dugaan pencemaran nama baik. “Saya pernah melaporkan John Palinggi di Makassar karena membuat surat yang saya anggap mencemarkan nama baik saya. Pada waktu itu John Palinggi sempat dijadikan tersangka. Tapi selanjutnya di-SP3-kan. Lalu saya mengajukan praperadilan dan kalah di pengadilan. Setelah itu saya dilaporkan balik oleh John Palinggi, dengan kasus dugaan  laporan palsu dan diberi hukuman 6 bulan di PN Makassar,”ujar terdakwa menjawab pertanyaan Hakim  di ruang Oemar Senoadji 2 lantai 3, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebelumnya, giliran kuasa hukum terdakwa meminta keterangan Marthen Napang soal dugaan putusan MA palsu yang dikirim via email terdakwa. “Apakah benar saudara yang mengirim email putusan MA palsu ke pelapor John Palinggi? Tanya kuasa hukum kepada terdakwa Marthen Napang. “Saya tidak pernah mengirim email itu ke pelapor dan Alamat email itu bukan milik saya,” ujar terdakwa. Kemudian kuasa hukum terdakwa bertanya lagi.  “Apakah alamat email itu masih saudara gunakan?. “Sejak ada orang yang hack email saya, akhirnya saya ganti alamat email yang baru,’ tandas terdakwa menjelaskan.

Hal ini yang menimbulkan kejanggalan, karena disatu sisi terdakwa membantah tidak kirim email ke John Palinggi. Tapi disisi lain, mengakui bahwa email-nya diretas orang sejak kasus itu bergulir, kemudian terdakwa mengganti alamat  email baru.

Kejanggalan berikutnya adalah ketika kuasa hukum terdakwa bertanya seputar awal perkenalannya dengan pelapor John Palinggi. Padahal, pertanyaan yang sama itu juga  sudah ditanyakan oleh JPU dalam sidang Selasa (10/12/24). Terdakwa menceritakan awal bertemu dan kenal John Palinggi sejak tahun 2004. Saat itu pelapor John Palinggi,  memberikan kartu nama sebagai mediator resmi negara dan ada logo Mahkamah Agung. “Setelah pertemuan itu tahun 2004, saya tidak pernah lagi bertemu dengan John Palinggi. Pertemuan kembali terjadi saat terdakwa mendampingi Anggia Murni rekannya untuk mengajukan proposal bantuan dana seminar tentang air kepada John Palinggi pada tahun 2017,”ujar terdakwa.

Karena terdakwa menyebut kartu nama pelapor, JPU Suwarti pun kemudian meminta ijin kepada Majelis Hakim untuk menunjukkan kartu nama John Palinggi dalam persidangan tersebut. Dalam pembuktian tersebut, terungkap bahwa kartu nama itu dicetak pada tahun 2016, tidak seperti yang disebutkan terdakwa. “Majelis Hakim, saya ingin menunjukkan kartu nama pelapor yang disebut oleh terdakwa pada tahun 2004. Saya mau tunjukkan bahwa kartu nama itu dicetak tahun 2016,” ujar JPU Suwarti. Sontak saja, terdakwa buru-buru meralat keterangannya bahwa ia mendapatkan kartu nama tersebut saat bertemu pelapor di awal 2017. Padahal, pelapor sendiri mengaku mendapatkan SK sebagai Mediator pada tahun 2009. Bagaimana mungkin bisa mencetak kartu nama tahun 2004?

“Persidangan ini memang membuat pusing Majelis Hakim dan JPU. Karena semua dibantah terdakwa. Padahal data dan bukti kuat sudah ada, tetapi terdakwa justru membantahnya. Hal itulah yang menimbulkan kejanggalan dan tanda tanya. Semisal, terdakwa mengatakan dirinya tidak pernah memberikan tiga nomor rekening kepada pelapor JP. Namun, di persidangan terdakwa justru mengaku pernah mengirimkan dana ke tiga nomor rekening yang sama dengan pelapor. Bahkan, menurut pengakuannya di hadapan Hakim, jumlah uang yang dikirim lebih besar daripada yang disebutkan dalam dakwaan. Inilah yang janggal. Dan masih banyak kejanggalan lain yang terungkap dalam persidangan lalu,” ujar kuasa hukum pelapor Muhamad Iqbal kepada wartawan.

Sementara pelapor John Palinggi mengungkapkan, bahwa dirinya sudah mengikhlaskan soal jumlah uang yang tak kembali. Tetapi pelapor sangat geram, ketika putusan Lembaga tinggi hukum negara dipalsukan. “Saya tidak masalah dan Ikhlas soal uang itu. Tetapi soal putusan MA yang dipalsukan itu yang membuat saya tidak bisa terima. Hal ini harus dituntaskan. Penegak hukum harus jeli melihat kasus ini.,” ujar John Palinggi.

Mengingat libur natal dan tahun baru, maka sidang lanjutan perkara dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan putusan MA dengan terdakwa Marthen Napang akan dijadwalkan pada hari Senin, 6 Januari 2025 dengan agenda mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jika memang JPU telah mengantongi bukti dan fakta kuat, beranikah JPU memberikan tuntutan hukuman yang maksimal bagi terdakwa? Kita nantikan persidangan berikutnya.  SM

Related posts