Jakarta,Victoriousnews,com,-Bangsa ini kehilangan salah seorang putra terbaiknya, dengan berpulangnya Sabam Sirait pukul 22.37 Wib malam Rabu, (29/05), setelah sekitar dua bulan dirawat intensif di RS Siloam Karawaci. “Saya mengenang beliau sebagai seorang yang mampu hadir sebagai ‘Imam’di tengah carut marut perpolitikan bangsa. Seorang politisi senior yang konsisten dengan komitmen politiknya untuk menegakkan demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Untuk kedua hal ini, beliau tak kenal lelah dan juga tak kenal takut,” kenang Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom dalam rilisnya yang dikirim kepada victoriousnews.com.
Menurut Pdt. Gomar, masyarakat politik Indonesia sempat menjuluki Bang Sabam Sirait sebagai “Mr Interupsi”. Betapa tidak, di masa pemerintahan orde baru yang hegemonic itu, dia pernah menginterupsi persidangan MPR-RI, sesuatu yang sangat mengejutkan ketika itu. “Kita sama mengetahui bahwa ketika itu berlaku pameo mufakat dulu baru musyawarah untuk MPR, sehingga agenda persidangan selalu bak prosesi yang sudah diatur alur percakapannya, bak Suharto dan kelompencapir. Itulah Bang Sabam, politisi tiga jaman, mulai dari masa Orla, Orba hingga Reformasi, yang menyediakan diri berjuang menegak demokrasi, apapun taruhannya. Sebagai seorang politisi di tengah masyarakat majemuk Indonesia, dia menolak untuk menyembunyikan kesaksian imannya sebagai seorang Kristiani. Namun pada saat yang sama dia juga menolak untuk membatasi karya perjuangan iman hanya lewat lembaga gerejani. Baginya, karya dan kehadiran iman Kristiani, terlalu luas, sehingga tak harus dibatasi oleh tembok-tembok gereja. Dia adalah seorang pelintas batas, yang mampu menembusi sekat-sekat perbedaan,”tandas Gomar menilai perjuangan almarhum Sabam semasa hidup.
Lanjut Gomar, Ketika ada seorang pendeta mengeluh pada Bang Sabam tentang fenomena penutupan gereja, dengan tegas dia berkata, “Lho, ketika kasus Talangsari dan Tanjung Priok banyak umat muslim terbunuh, dimana kalian?”. Sekalipun dia berkata demikian, tetap saja keluhan pendeta itu ditindak-lanjutinya. Dia pun bersuara keras menentangi praktik Orba yang sempat mensensor kotbah-kotbah Jumat di masjid. “Sebagai pelintas batas, dia tidak hanya berjuang bagi tegaknya demokrasi dan kemanusiaan di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Dia sangat kuat mendukung kemerdekaan negara Palestina, dan dengan kukuh menolak untuk berkunjung ke Israel. Dalam berbagai kesempatan, dia dengan lantang membela perjuangan rakyat Irak untuk menegakkan kedaulatan mereka, seraya mengecam keras serangan Amerika atas Irak,” cetus Gomar.
Gomar juga menilai bahwa Bang Sabam yang bisa garang menentangi berbagai kebijakan Presiden, tetapi dalam kapasitasnya sebagai Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen, dia senantiasa sedia dan mampu menjelaskan sikap dan langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam menangani berbagai tuduhan kasus pelanggaran HAM di beberapa forum internasional. ‘Tidak mudah menjadi politisi dewasa ini, terutama di tengah carut marut penyelenggaraan negara kita saat ini, dimana seolah seseorang hanya bisa bertahan kalau ikut melacurkan diri dalam praktik-praktik koruptif dan manipulatif, ketika kebanyakan birokrat dan politisi kita sekarang ini, ganti menjadi tuntunan tetapi telah menjadi tontonan. Tetapi justru di tengah kondisi seperti itu Bang Sabam mampu menampilkan kiprah politik yang elegan sehingga orang dapat mengaminkan ungkapannya “Politik itu Suci” di tengah skeptisisme masyarakat atas dunia perpolitikan kita. “Kita harus mampu mengedepankan kehadiran kita sebagai “garam dan terang” dunia, perlu banyak berbuat tetapi tidak perlu pamer. Janganlah tangan kirimu tahu apa yang dilakukan oleh tangan kananmu.”, demikian beberapa kali dikatakannya’.
“Maka tak heran kalau pemerintah menganugerahinya Bintang Mahaputra Utama, meski saya tak yakin, bahwa Bang Sabam mengharapkan itu dari sepak terjang dan pengabdiannya. Anugerah itu, saya kira, hanya penegasan saja atas karya imani seorang Sabam Sirait. Saya tak percaya, kiprah beliau selama ini menuntut suatu pengakuan atau penghargaan dari negara; pastilah perjuangannya selama ini tidak dalam rangka menuntut balas. Semua dilakoninya sebagai bagian dari kesaksiannya dalam memberitakan Kasih Allah akan dunia. Sekarang pelintas batas itu telah pergi. Tapi dia meninggalkan begitu banyak jejak dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dia pun meninggalkan jejak yang dalam di tubuh HKBP, yang dia sebut sebagai agamanya, dan tentu dalam diri GMKI dan PGI. Salemba Sepuluh telah menjadi rumah kedua baginya, dimana dia telah menjadi sumber inspirasi bagi kader-kader gereja. Selamat jalan, Bang Sabam! Engkau akan tetap hidup dalam memori-memori kami,”pungkas Gomar.
Sekilas Profil Sabam Sirat
Sabam lahir di Pulau Simardan, Tanjungbalai, Sumatera Utara pada 13 Oktober 1936 dengan nama lengkap Sabam Gunung Panangian Sirait. Menjadi politisi bukanlan tujuan hidup Sabam. Anak sulung dari empat bersaudara ini tadinya diharapkan ayahnya, Fridrik Hendrik Sirait, menjadi guru atau polisi. Sabam memilih Fakultas Hukum Universitas Indonesia, meski pelahap buku Bertrand Russel ini tak menyelesaikan kuliahnya karena kesibukan berorganisasi.
Profesi sebagai pekerja politik dimulai pada 1961. Kala itu, dia terpilih menjadi Sekretaris Dewan Pengurus Pusat Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Ayah empat anak ini kemudian menjadi sekjen tahun 1967. Pada tahun itu juga, Sabam Sirait terpilih menjadi anggota parlemen (DPR) sampai 1977. Dalam dua pemilu berikutnya, dia gagal menjadi anggota DPR.
Dalam dua periode itu (1983-1992), politisi yang mengakui pemikirannya banyak dipengaruhi paham sosialis ini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sabam terakhir tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi DKI Jakarta periode 2019-2024. Presiden Joko Widodo alias Jokowi memberikan penghargaan Bintang Mahaputra Utama kepada Sabam Sirait pada 2015. Berikut profil dan rekam jejak Sabam Sirait yang baru meninggal dunia. Dia merupakan salah satu politisi senior di Indonesia yang meraih penghargaan Bintang Mahaputra dari Presiden Jokowi.
Rekam Jejak Karier Sabam Sirait Penghargaan :
>BINTANG MAHAPUTRA UTAMA
> Anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR) periode 1967-1973
> Anggota DPR RI periode 1973-1982
> Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA-RI) periode 1983-1993.
> Anggota DPR RI periode 1992-2009
> Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), periode 2019– sekarang
Partai Politik: -Pejabat Sekretaris Jenderal Partai Kristen Indonesia (Parkindo): periode 1963-1967 – Sekretaris Jenderal Parkindo: periode 1967-1973 – Penandatangan Deklarasi Pembentukan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), tanggal 10 Januari 1973 – Sekretaris Jenderal PDI tiga periode: periode 1973-1976; periode 1976-1981; dan periode 1981-1986 – Pendiri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), September 1998. – Anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan: 1998-2008
Sabam meninggalkan istri: dr Sondang Sidabutar MM; Anak dan Menantu: Maruarar Sirait/Shinta Triastuti br. Sidabutar Batara Imanuel Sirait/ Tasya Purba Johan Sirait / Cynthia Margaretha Mira Sirait/ Putra Nababan. SM