Jakarta,Victoriousnews.com,-Aksi teror yang dilakukan oleh terorisme itu bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Melainkan juga menjadi masalah global atau dunia internasional. Jika kita mengikuti berita di televisi, hampir setiap hari aksi bom bunuh diri itu terjadi di negara-negara kawasan Timur tengah. Sedangkan, jika menyaksikan aksi bom bunuh diri di Indonesia, khususnya di Gereja Katedral Makasar yang terjadi minggu lalu, tentu mesti dipahami bahwa negara kita adalah majemuk. Yang terdiri dari beragam suku, golongan, ras dan agama. Demikian dikatakan oleh Ketua Majelis Tinggi Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), Willem Frans Ansanay, SH,, M.Pd, ketika dimintai komentar mengenai akti terorisme yang belakangan terjadi di Jakarta & Makasar.
Menurut Frans, demikian sapaannya, sebagai masyarakat Indonesia, kita juga harus paham, bahwa berbagai kepentingan di dalam eskalasi politik juga mempengaruhi dan itu bisa terjadi setiap 5 tahun sekali dengan berbagai isu, tidak hanya teroris saja. “Tetapi yang harus diwaspadai adalah bahwa saat ini teroris sedang mengincar negara kita untuk membuat berbagai aksi lewat bom bunuh diri maupun membangun narasi-narasi yang mengarah kepada paham-paham yang diyakini sebagai amanat ilahi misalnya, negara khilafah. Nah paham ini berbeda dengan budaya Indonesia.Padahal, perbedaan ideologi bangsa sudah selesai, pada saat kita bersepakat bahwa Indonesia adalah negara milik bersama. Yakni tercantum di dalam Mukadimah UUD 45, termasuk Pancasila, bahwa ideologi bangsa kita bukan berdasarkan agama. Melainkan Ideologi itu menjamin hal-hal yang sifatnya agama, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,” papar Frans yang juga menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Teologi Injili Jakarta (STTIJA).
Lanjut Frans, sebagai warga negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka kita tidak boleh takut dengan aksi-aksi teror yang saat ini sedang terjadi. “Janganlah takut menghadapi teror-teror yang belakangan ini terjadi. Sudah semestinya kita harus meyakini dan mendukung bahwa negara mampu mengatasi teror-teror semacam ini. Yang paling penting sebagai warga negara dan umat Kristiani tugas utamanya adalah berdoa. Karena iman Kristen meyakini bahwa bumi ini adalah sementara. Kita bukan berasal dari dunia ini. Itu kan iman kita. Tetapi kita harus membuat ketertiban dan kedamaian, dengan cara berdoa, saling menjaga, meresponi, mengingatkan, sehingga ancaman-ancaman itu semakin diperkecil,” ujar Ketua Badan Musyawarah Papua & Papua Barat (Bamus Papabar).
Frans juga merasa gembira, karena Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom langsung merespons cepat peristiwa bom yang diledakkan di Gereja Makasar beberapa waktu lalu. “Peryataan Sikap itu sudah disampaikan oleh Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom sebagai representasi umat Kristen kepada pemerintah. Kita melihat PGI ini kan telah memainkan peran yang penting, menyampaikan sikap-sikap terutama keluhan umat Kristen. Misalnya keprihatinan umat Kristiani, termasuk para korban bom Makasar. Mekanismenya jelas, yakni meminta pemerintah, respons cepat dan tanggap, serta terdeteksi pelaku bom bunuh adalah pasangan suami istri. Kita hanya bisa mendorong, agar aktor-aktor di balik itu yang semestinya segera mendapatkan perhatian dari pemerintah. Katakanlah ada oknum-oknum tertentu menggunakan narasi-narasi bom bunuh diri sebagai bagian dari keterpanggilan imannya. Artinya, ada aliran-aliran radikal yang berada di dalam agama-agama tertentu. Oleh karenanya, deradikalisasi itu harus dijadikan agenda bersama, pemerintah dan stake holder masyarakat, termasuk umat Kristen. Gereja harus menjadi corong sampai ke jemaat, untuk mendeteksi secara dini gerakan terorisme, gerakan intoleransi maupun separatisme. Sebab gerakan-gerakan terorisme dan separatisme itu ingin mengubah ideologi negara,” ungkap Frans.
Lalu bagaimana pesan paskah di tengah pandemi yang sampai saat ini belum berakhir? “Mari kita menghayati dan merenungkan Kamis putih, Jumat Agung, dan Paskah dimana Tuhan, yang kita yakini sebagai Juruselamat manusia membuktikan kepada kita bahwa walaupun DIA mati disalibkan, tapi Dia bangkit pada hari ketiga. Kemudian naik ke Sorga. Jadi, kita tidak salah percaya kepada Yesus. Kita tidak salah memilih bahwa Yesus adalah Tuhan dan juruselamat yang lebih dulu memilih kita orang-orang percaya melalui karya penebusan di atas kayu salib. Mari kita gunakan momentum paskah untuk melaksanakan protokol kesehatan, mulai dari rumah sampai ke gereja (online maupun offline). Yang pasti menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker dan menghindari kerumunan banyak orang. Sebagai umat kristen kita jangan paranoid berlebihan. Kita tidak boleh takut terhadap Covid, tetapi tetap waspada dan tetap mengikuti protokol kesehatan,” pungkas Frans. SM