JAKARTA,Victoriousnews.com,- Momen perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-36 Sinode Gereja Kristen Setia (GKSI) versi Pdt. Iwan Tangka disambut dengan sukacita dan gembira oleh keluarga besar GKSI di seluruh Indonesia. Hal itu terlukis dalam ibadah syukur sederhana tapi penuh makna yang digelar di Aula GKSI, Jalan Kerja bakti No.15, Kp Makassar- Jakarta Timur dan diikuti secara serempak melalui daring zoom oleh para pengurus, mulai dari tingkat pusat hingga jajaran tingkat wilayah di seluruh Indonesia, Sabtu, (23/11/24) .
Dalam kotbahnya, Ketua Sinode GKSI Pdt. Iwan Tangka mengutip Nats Alkitab dalam Keluaran 3: 1-2. Pdt. Iwan merefleksikan perjalanan hidup Nabi Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. “Musa bukan Super Hero tetapi Super Tim. Seperti saya, Pak Frans, Pak Marjiyo, Pak Bayu dan sejumlah hamba Tuhan lainnya bahu membahu, bersabar dan terus berpengharapan kepada Tuhan hingga kita dapat kabar baik untuk GKSI kita ini. Ini suatu hadiah yang istimewa. Belajar dari perjalanan Musa, dengan demikian GKSI yang diperjuangkan orang biasa-biasa menjadi luar biasa dan diberkati Tuhan,” ujar Pdt. Iwan yang mengusung tema: “Dari yang biasa menjadi Luar Biasa”. Setelah ibadah, acara dilanjutkan dengan tiup lilin, pemotongan kue ke 36 serta menyanyikan lagu “Panjang Umurnya” yang juga diikuti serentak oleh para hamba Tuhan melalui daring zoom di seluruh Indonesia.
Angka 64 Itu Anugerah Dari Tuhan
“Kado terindah dan sangat istimewa dalam perayaan HUT ke-36 GKSI adalah nomor urut 64 dalam daftar keanggotaan Persekutuan Gereja gereja di Indonesia (PGI). Angka 64 tersebut adalah anugerah dari Tuhan sesuai daftar awal di PGI sebelum terjadi dualisme kepemimpinan,” ujar Ketua Majelis Tinggi GKSI, Willem Frans Ansanay,SH.,M.Pd
Angka 64 tersebut, lanjut Frans, diperoleh saat pertemuan kedua belah pihak yang dimediasi oleh PGI di Graha Oikumene, Jalan Salemba 10, Jakarta Pusat pada 19 November 2024. “Ketika nomor urut diundi, GKSI Versi Jl.Kerja Bakti mendapat nomor 64.Sedangkan GKSI Versi Daan Mogot mendapatkan nomor urut 105 keanggotaan PGI. Puji Tuhan semua berakhir dengan damai, GKSI tetap mempertahankan keanggotaan PGI Nomor 64. Ini merupakan perjalanan panjang setelah 10 tahun penantian sejak terjadi dualisme tahun 2014 lalu. Kami juga berterimakasih kepada PGI yang turut berperan aktif sebagai mediator yang baik, penuh kesabaran dan bijaksana hingga terwujudnya solusi perdamaian di dalam tubuh GKSI,” papar Frans Ansanay.
Sebagai ketua Majelis Tinggi GKSI, Frans mengajak seluruh jajaran hamba Tuhan yang melayani di seluruh daerah di Indonesia mulai dari pengurus wilayah hingga koordinator sektor, untuk bersama-sama merayakan HUT GKSI ke-36 secara serentak. Hal itu sesuai dengan akta pendirian GKSI No.47 yang ditandatangani pada tahun 1988. “Tanggal 19 November 2024 merupakan hari bersejarah bagi GKSI. Bagi apa yang kita gumuli selama ini dan bentuk syukur atas kasih, anugerah, dan pertolongan Tuhan, karena kita yang bukan siapa-siapa menjadi gereja yang kuat saat ini, ” ungkap Frans.
GKSI Dilahirkan Oleh Penginjilan Sejumlah Tokoh Senior
Menurut Frans Ansanay, Gereja Kristen Setia Indonesia ini dilahirkan oleh penginjilan yang dilakukan oleh para mahasiswa dari lembaga pendidikan teologi. “Lembaga pendidikan teologi itu saya ikut mendirikan dengan beberapa hamba Tuhan. Dan sebagai penggerak pertama pekabaran Injil yang melahirkan GKSI, yaitu angkatan pertama; Ibu Pdt.Duma Sirait, Pdt. Juwanto, Frans Ansanay dan beberapa hamba Tuhan yang sudah meninggal. Kemudian angkatan kedua, adalah Ibu Elsye Kabalen. Sengaja saya menyebutkan nama-nama tersebut agar kita tidak lupa sejarahnya. Angkatan berikutnya adalah Pdt, Marjiyo yang juga menjadi ujung tombaknya GKSI, serta Pdt. Bayu. Inilah tokoh-tokoh yang menurut saya harus diusulkan sebagai bagian sejarah berdirinya GKSI,” tand Frans.
Perjalanan GKSI Alami Berbagai Penolakan & Tantangan
Melalui daring zoom, Majelis Pertimbangan GKSI, Pdt. Marjiyo menceritakan perjalanan berliku GKSI yang banyak sekali menghadapi tantangan, baik yang datang dari pihak pemerintah maupun internal gereja. “Pada awal saya memimpin menjadi ketua Sinode GKSI, saya adalah orang yang tidak diperhitungkan. Boleh dikatakan saya adalah orang buangan. Tugas pertama kali saya waktu itu adalah mengantarkan surat ke Dirjen Bimas Kristen, tapi ditolak. Dan dimana-mana GKSI versi Pdt. Marjiyo saat itu ditolak.Termasuk di rapat-rapat MPL PGI, Sidang Raya PGI, kami selalu diberi kartu sebagai peninjau. Singkat cerita dalam Sidang Raya ke-18 PGI di Toraja, lewat mediasi Ketum PGI Pdt.Gomar Gultom, kami dipertemukan dengan Pihak GKSI Pdt.Matheus Mangentang agar siap damai. Setelah Sidang Raya, proses mediasi tersebut ditindaklanjuti dalam pertemuan tanggal 19 November 2024. Dalam pertemuan yang dimediasi Ketum PGI terpilih, Pdt. Jacky Manuputty itu kedua belah pihak sepakat untuk mengundi nomor urut daftar keanggotaan di PGI. Dan akhirnya, semua karena mujizat Tuhan, GKSI mendapat nomor 64. Ini semua karena anugerah Tuhan yang luar biasa. Saya juga berterimakasih kepada PGI yang telah memediasi kami sehingga saat ini GKSI kembali diakui sebagai anggota PGI. Saya juga berterimakasih kepada sinode GKSI, Majelis Tinggi serta seluruh pengurus BPW, sehingga tugas pelayanan GKSI ini bisa berjalan sampai saat ini. Pesan saya, ke depan bukan berarti tidak ada tantangan, tetapi kita harus tetap kuat dan berpacu dalam misi Tuhan untuk mengembangkan kompetisi positif, fokus untuk melayani Tuhan. Sekali lagi, keberhasilan ini adalah keberhasilan tim,” ujar mantan Ketua Sinode Pdt. Marjiyo bersemangat.
Dualisme Kepemimpinan GKSI Berakhir Damai, Kedua Belah Pihak Harus Ganti Nama
Senada dengan Pdt. Marjiyo, Sekretaris Umum GKSI, Pdt. Bayu Prihadi Kusumo, mengungkapkan, bahwa kehadiran GKSI dalam Sidang Raya ke-18 PGI di Toraja pada 8-13 November 2024 yang lalu merupakan momentum rekonsiliasi yang penting. “Memang suatu kejutan bagi kami pada saat hadir di SR PGI Toraja, tepatnya tanggal 12 November sebelum makan siang, ada pengumuman dari Panitia bahwa Ketua umum PGI Pdt. Gomar Gultom mempertemukan kedua belah pihak GKSI. Setelah pertemuan di SR ke-18 PGI Toraja pada tanggal 12 November, ditindaklanjuti dengan pertemuan yang diadakan di Graha Oikumene tanggal 19 November 2024. Puji Tuhan setelah mendapat undian nomor urut 64 sedangkan pihak sebelah mendapat nomor 105. Hal itu patut disyukuri merupakan sebuah anugerah dari Tuhan, bagi kita semua,” ujar Sekum GKSI Pdt.Bayu.
Menurut Pdt. Bayu, dalam pertemuan tersebut telah melahirkan beberapa kesepakatan yang harus dijalankan oleh kedua belah pihak dalam rangka merawat komitmen damai. Pertama, masing-masing pihak mengakui kesalahan dan keegoan, serta berkomitmen untuk melanjutkan langkah-langkah rekonsiliasi. Kedua, kedua belah pihak untuk melakukan perubahan nama gereja. Tidak dijinkan menggunakan nama Gereja Kristen Setia Indonesia. Artinya, bisa ditambah atau diubah namanya. Ketiga, Penggunaan logo gereja tetap diijinkan dan dipertahankan karena telah dipatenkan. Keempat, hal-hal lain dalam kesepakatan adalah tidak saling memprovokasi. Artinya, kita mulai dalam pelayanan GKSI ini kita bina dengan baik secara kekeluargaan. “Untuk gambaran nama baru, kami akan melakukan rapat dan menyepakati bersama. Memang nama sudah ada, tapi belum mau umumkan sekarang menunggu sidang sinode GKSI tahun depan. Hal-hal lainnya akan disampaikan kepada MPH PGI dan sidang MPL PGI tahun Februari 2025 di kota Malang, Jawa Timur,” ujar Pdt. Bayu sembari menambahkan bahwa beberapa hari ke depan akan membuat pedoman pelaksanaan organisasi bersama.
Baca Juga : Sidang MPL PGI 2024 Terima 7 Sinode Gereja, Kini Anggota PGI Berjumlah 104 Sinode
Sekedar informasi, bahwa pada Sidang Raya ke- 18 di Toraja, MPL PGI menerima tambahan 7 anggota baru sinode gereja. Jumlah sinode gereja yang tergabung di PGI menjadi 104 dari yang sebelumnya 97 anggota. Dengan demikian nomor urut 105 anggota PGI akan ditetapkan dalam Sidang MPL PGI pada tahun 2025 di kota Malang, Jawa Timur.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Sinode GKSI, Pdt. Dr. Iwan Tangka, M.Th., mengimbau seluruh jemaat, terutama di wilayah Kalimantan dan NTT, untuk menjaga konsolidasi internal dan merespons perubahan ini dengan hati yang sejuk. “Hal itu juga merupakan pesan dari PGI, agar masing-masing pihak dapat memberikan rasa tenang kepada jemaat, agar memasuki perubahan ini tidak ada shock atau tidak ada kekagetan tentang perubahan nama. Memang apalah artinya sebuah nama? Tapi justru melalui nama itu membuat identitas kita memiliki peran yang lebih luas lagi ketika menjadi anggota tetap PGI. Oleh karena itu, biarlah melalui kesempatan ini menyosialisasikan keputusan-keputusan yang telah disepakati kedua belah pihak, ” papar Pdt. Iwan.
Sejarah Singkat Perjalanan Sinode GKSI
Sejarah mencatat, Sinode GKSI didirikan pada tanggal 21 November 1988. Sejak awal berdirinya hingga 2014 dipimpin oleh Pdt. Dr. Matheus Mangentang, S.Th. Dalam sidang istimewa Sinode GKSI tahun 2014, mengangkat Pdt. Ramses Silalahi sebagai Pelaksana Tugas Ketum menggantikan Pdt. Matheus. Namun, Pdt. Matheus tidak menerima hasil Sidang Istimewa itu, dan mempertahankan diri memimpin sinode GKSI versi Jl.Daan Mogot hingga sekarang.
Mulai saat itulah terjadi dualisme kepemimpinan. Pada Sidang Sinode tahun 2015 memilih Pdt Marjiyo sebagai Ketua Umum Sinode GKSI periode 2015-2020 dan berkantor di Jalan Kerja Bakti No.15, Kp Makassar, Jakarta Timur. Kemudian sidang Sinode GKSI tahun 2020, Pdt Marjiyo kembali terpilih sebagai Ketua Umum. Namun tahun 2022, Pdt. Marjiyo mengundurkan diri, dan diadakan Sidang Istimewa yang memilih Pdt Dr Iwan Tangka sebagai Ketua Umum Sinode GKSI hingga sekarang. SM