Pdt. Dr. M Ferry Haurissa Kakiay: Maknai Paskah Dengan Melakukan Perubahan Bagi Bangsa

Hukum & HAM, Religi2409 Views

Setiap tahun, terhitung akhir bulan Maret-April  umat Kristiani di seluruh dunia pasti mulai sibuk mempersiapkan diri melakukan berbagai macam format ibadah untuk memperingati sekaligus memaknai kematian dan kebangkitan (Paskah) Tuhan Yesus. Meskipun hal itu setiap tahun selalu dirayakan, tetapi tak sedikit umat Kristen yang belum memahami apa makna kematian Yesus Kristus bagi manusia? Pertanyaan ini penting sering mengemuka, karena kematian Yesus bukanlah satu peristiwa umum di antara begitu banyak peristiwa kematian dalam sejarah umat manusia.

Pdt. Dr. M Ferry Haurissa (Ketum FKKJ)

Tak sedikit  orang yang berpendapat bahwa kematian Yesus tidak mempunyai korelasi apapun dalam kehidupan manusia masa kini. Kalaupun ada, signifikansinya hanya bersifat teladan moral dari seorang pejuang dan “guru moral” yang berani mati demi memegang teguh pada prinsip dan pengajaranNya. Pandangan-pandangan demikian biasanya berangkat dari asumsi bahwa kematian Yesus tidak diikuti kemudian oleh kebangkitanNya. Namun sebagai umat Kristiani kita percaya, sebagaimana disaksikan oleh Perjanjian Baru, Yesus bukan saja mengalami kematian. Namun, DIA juga dibangkitkan oleh Allah Bapa. Karena itu, kematian Yesus menemukan makna signifikansi baru. Tanpa kepercayaan kepada kenyataan kebangkitan Yesus, kematianNya memang akan menjadi satu peristiwa yang tak bermakna secara teologis.

Dalam terang kebangkitan Yesus tersebut, bagaimana kita dapat memaknai kematianNya? Sebenarnya banyak makna teologis dan implikasi spiritual yang dapat kita eksplorasi dari peristiwa kematian Yesus. Bahkan salib, simbol kematian Yesus itu, adalah jantung pengajaran dan spiritualitas Kristiani. Kematian Yesus dapat kita pahami sebagai “korban”, sacrifice (pengorbanan). Dengan menggunakan istilah ini, Perjanjian Baru, khususnya kitab Ibrani, ingin mengungkapkan bahwa kematian Yesus adalah penggenapan terhadap bentuk-bentuk korban yang terdapat dalam Perjanjian Lama—banyak  ritual persembahan korban, antara lain korban pendamaian, yang dilakukan oleh seorang Imam Besar.

Kematian Yesus adalah korban yang sempurna dan dipersembahkan oleh seorang Imam Besar yang sempurna, yakni diriNya sendiri. (Ibrani ( 9:11- 12 ). Jadi, Yesus adalah Imam Besar yang datang kepada Allah dengan membawa korban dan korban itu adalah diriNya. Karena itu korban persembahan Yesus adalah korban yang sempurna. Dalam konteks inilah maka Paulus bicara mengenai kematian Yesus sebagai “jalan pendamaian” (Roma 3: 25) sebagaimana korban PL adalah suatu simbol jalan pendamaian manusia dan Allah. Dan melalui kematian tersebut, tersedia suatu “dasar ilahi” bagi Allah untuk mengampuni manusia-manusia berdosa. Bagaimana Allah yang benar dan kudus dapat mengampuni manusia yang berdosa, sedangkan dosa adalah suatu kondisi dan tindakan manusia yang “melukai” kemuliaan Allah? Di sinilah letak jasa kematian Yesus. Yesus melalui kematianNya, membayar penuh “hutang-hutang” manusia yang telah mencederai kemuliaan Allah. “Ia mengampuni segala pelanggaran kita dengan menghapuskan “surat hutang”, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakannya dengan memakukannya pada kayu salib (Kolose 2 : 13 b-14). Bagaimana pengampunan itu dapat terjadi? Dalam konteks ini, kita perlu pahami bahwa bahwa pengampunan itu dimungkinkan oleh kematian Yesus sebagai kematian yang menggantikan kita. Seharusnya manusialah yang dihukum oleh keadilan Allah. Tetapi Yesus menggantikan manusia, memikul dosa manusia, dan menerima penghukuman tersebut (Gal 3:13).

Kematian Yesus adalah suatu “demonstrasi kasih Allah” yang tertinggi kepada manusia.Makna demonstratif ini memang tidak boleh dilepaskan dari makna substansial yang disebutkan di atas, karena ada kecenderungan menjadikan kematian Yesus sebagai suatu teladan moral. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan ditengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia supaya kita hidup olehNya.”Dan setiap kali bertanya, apakah Allah mengasihi kita, apakah Dia memperhatikan kondisi hidup kita, kisah kematian Yesus kiranya dapat mendemonstrasikan kembali betapa Dia mengasihi kita yang sesungguhnya adalah manusia – manusia berdosa.

Maknai Paskah Dengan Melakukan Perubahan Bagi Bangsa. Salah satu Ketua Badan Pekerja Harian (BPH) Sinode Gereja Bethel Indonesia Bidang pembinaan wilayah regional sekaligus Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), Pdt. Dr. Melianus Ferry Haurissa Kakiay, mengungkapkan, bahwa kematian Yesus yang rela mati di atas kayu salib tentu saja sangat bermakna bagi umat Kristen di seluruh penjuru dunia. Sebab, DIA rela mati sebagai pengganti  untuk menebus dosa dan pelanggaran kita. Sehingga saat ini, secara fisik kita tidak perlu lagi pikul salib. “Karena Yesus telah mati untuk tebus dosa dan pelanggaran kita. Dan di dunia ini tidak ada orang yang mampu menyelamatkan dirinya. Makanya melalui kematiannya, Yesus menebus dosa kita,” tuturnya.

Lanjut Pdt. Ferry, melalui Paskah, Yesus telah menebus dosa-dosa manusia. Membuka jalan baru dari Sorga. Berarti memberikan harapan baru sudah datang. “Maka memaknai Paskah bagi kita, ya kita mesti bangkit. Artinya kita tidak lagi terlena dengan situasi dan keadaan. Kita harus bangun mulai berbuat sesuatu untuk perubahan ke depan. Melalui kebangkitanNya, Yesus telah mengalahkan maut. Dan maut tidak berkuasa lagi. Pada hari ketiga, Dia bangkit untuk memberikan kemenangan bagi kita. Kemudian naik ke Sorga untuk menyediakan tempat bagi kita,” tukasnya.

Pdt. Ferry bersama Jopie Latul

                Menurut Pdt. Ferry, poin penting dalam memaknai dan merayakan kematian serta kebangkitan Yesus adalah kita mesti bangkit, sadar akan lingkungan, keberadaannya dan bisa berbuat sesuatu. “Artinya, kita tidak boleh dikuasai oleh keadaan dan situasi. Tetapi kita harus bangkit menguasai keadaan dan situasi. Seburuk-buruk dan seterpuruk apapun kondisi kita, tentu  kita tidak boleh kalah terhadap itu. Karena di dalam Tuhan tetap ada harapan,” paparnya. Margianto