JAKARTA, VICTORIOUSNEWS.COM,-“Problem yang sering dihadapi dalam dunia pendidikan ada tiga hal, yakni: Kualitas, Kuantitas dan Relevansi. Relevansi ini terkait dengan Social Demand, Man Power & Cita-cita sebuah bangsa. Nah disinilah tantangannya, kita tahu bersama Indonesia merupakan negara kepulauan dengan konsekwensi sebagai negara besar (Sumber Daya Alam) yang kaya. Tetapi untuk menata pendidikan dengan bentuk negara kepulauan itu tidak mudah. Bayangkan saja, luas Indonesia itu sama dengan daratan Eropa mulai dari Istambul sampai London. Dan saat ini siswa SD s/d SMA berjumlah 41 juta; sedangkan mahasiswa/wi Perguruan Tinggi sebanyak 6 juta. Apalagi mengurus jumlah guru swasta hampir 4 juta dan yang mengajar di sekolah negeri hampir 3 juta ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Inilah kondisi dan potret dunia pendidikan kita saat ini,” papar Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI, Prof.Dr. Muhadjir Effendy., M.A.P ketika menyampaikan kuliah umum di kampus Sekolah Tinggi Rahmat Emmanuel, Kamis (27/9) Jl. Pelepah Kuning III Blok WE 2 No. 4 G-K, Kelapa Gading-Jakarta Utara.
Kuliah umum STT REM yang ke 10 ini mengangkat tema “Masa Depan Pendidikan Yang Relevan” dimoderatori oleh Direktur Eksekutif Abraham Conrad Supit Center, Johan Tumanduk., SH.,M.M., M.Pd.K dan didampingi oleh Prof. Dr. Abraham Conrad Supit (Ketua Yayasan Abraham Conrad Supit Center/ Gembala Senior GBI REM), serta dihadiri oleh Ketua STT REM, Dr. Ariasa Supit., M.Si (yang saat ini diangkat menjadi Ketua Pusat Riset Ketahanan Nasional Universitas Indonesia); para dosen Civitas Akademika STT REM beserta undangan lainnya—termasuk banyak juga pelaku pendidikan di tingkat nasional yang hadir seperti: Dr. Ote Doseba Sinay National (Director World Vision Indonesia), para guru-guru pengajar di Indonesia.
Dalam pemaparan yang lugas, Prof. Muhadjir Effendi menyinggung soal relevansi pendidikan dengan kebutuhan lapangan. Namum menurutnya masih banyak terjadi ketidaksinkronan. Ia mengungkapkan bahwa ada 4 bidang yang semestinya mendapat perhatian karena daya saing Indonesia yang kuat yaitu Kelautan (perikanan), pariwisata, pertanian dan industri kreatif. “Sayangnya, jalur pendidikan untuk menciptakan guru dan tenaga ahli di empat bidang itu masih sangat kurang. Disinilah problemnya. Contohnya saja, di SMK jumlah guru yang relevan mengajar sesuai dengan disiplin ilmunya hanya 35 %. Oleh karenanya pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas guru agar nawacita yang digagas pemerintahan Presiden Jokowi dapat tercapai,” ungkap Prof. Muhadjir yang mengajar kuliah umum sekitar 3 jam mulai dari pukul 20.00 sampai 23.00 Wib.
Mantan Rektor Universitas Muhamadiyah Malang (UMM) ini juga menguraikan mengenai program penguatan karakter, soal UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer), USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) yang ternyata selama ini belum disesuaikan dengan standar internasional. Ketika disesuaikan tentu banyak yang kelabakan karena berkaitan dengan mutu guru dan sarana. “Namun di balik semua itu saya juga merasa bangga, karena hasil ujian matematika sangat memuaskan. Di Indonesia ini, banyak sekali sekolah Kristen yang sangat berkualitas dan banyak melahirkan siswa berprestasi,” urainya sembari melanjutkan berbicara tentang zonasi yang berkeadilan, berbicara juga tentang kekerasan di sekolah dan dengan lemah lembut dan terbuka menjelaskan permasalahan guru honorer dan solusi yang sedang dikerjakan pemerintah.
Prof Muhadjir juga menjelaskan dengan gamblang sejumlah pertanyaan dari peserta kuliah Umum. Termasuk ketikan dirinya ditanya tentang memutus mata rantai radikalisme dalam dunia pendidikanpun ia jelaskan dengan terang benderang. “Sebenarnya radikalisme itu terkait dengan pendidikan agama. Dan pendidikan agama itu domainnya Menteri Agama, bukan Mendikbud. Namun, bagi saya untuk mengurangi tingkat radikalisme itu harus dimulai dari sendiri. Seperti saya misalnya, walaupun satu keluarga beragama Muslim, tetapi setiap hari raya Natal maupun hari besar agama lain, saya selalu mengajak anak-anak untuk silahturahmi kepada teman-teman saya yang beragama Kristen maupun yang beragama lain. Jadi anak-anak itu harus dikenalkan sejak kecil adanya perbedaaan, agar kelak menjadi dewasa menjadi orang yang toleran dan menghargai umat beragama lain,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Abraham Conrad Supit Center, Johan Tumanduk., SH.,M.M., M.Pd.K sebagai moderator juga sangat puas dengan pemaparan Prof. Muhadjir. Johan Tumanduk pun memberikan kesimpulannya mengenai apa hubungannya Mendikbud dengan peluru? “Untuk diketahui saja Prof Muhajjir Effendy yang lama menjadi Rektor Universitas Muhamadyah Malang menulis disertasi tentang militer Indonesia, lebih tepatnya ia ahli sosiologi militer. Ia banyak memberi contoh dan analogi sistem pendidikan dengan hal hal yang berbau militer, seperti standar senjata NATO M 16 yang menjadi acuan pembuatan SS 2 Senapan Serbu buatan Indonesia. Bagaimana kalau kita mau mengadopsi sistem terbaik di dunia sementara perangkat kita tidak kompatibel, seperti peluru misalnya. Peluru SS2 kita bisa digunakan di M 16 dan sebaliknya. Ada idealisme, harus pula diikuti dengan upaya keras yang setara. Asyik banget pemaparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita ini. Suasana ceria, mahasiswapun tekun mendengarkan. Ia memang pendidik sejati. Kiranya Tuhan memberkati dan terus diberikan semangat kepada beliau untuk membenahi dunia pendidikan Indonesia bersama Presiden Jokowi tentunya,” Tulis Johan dalam laman FBnya.
Sementara itu, Ketua STT REM, Dr. Ariasa H Supit dalam kata sambutannya, mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak menteri Pendidikan & Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy., M.A.P yang berkenan menyampaikan kuliah umum di STT REM. “Pertama-tama saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Menteri yang telah berkenan hadir di tempat ini. Saya juga berterimakasih kepada seluruh civitas akademika, panitia dan peserta kuliah umum yang menghadiri acara ini. Saya sering mendengar bahwa Presiden Jokowi menyampaikan agar kita bisa mengikuti perkembangan teknologi yang semakin cepat. Jika kita tidak cepat, maka kita akan tertinggal atau ditinggal karena teknologi kekinian semakin maju. Sudah bukan saatnya lagi program pendidikan yang lama, kita harus berani buka program pendidikan yang sesuai kebutuhan di era digital saat ini. Sekali lagi, biarlah pemaparan yang disampaikan oleh Pak Menteri dapat menjadi wawasan baru dan diterapkan, khususnya dalam dunia pendidikan kita,” Papar Dr. Ariasa mengakhiri sambutannya. Margianto