Pasangan Kristen Yang Akan Menikah, Level Karakter Kristusnya harus sepadan

News, Ragam1361 Views
Gabungan Bimbingan Rohani (Binroh)Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Duren Sawit

JAKARTA, Victoriousnews.com,- Pernikahan Kristen adalah penyatuan dua anak Tuhan yang sepadan atau seimbang. Seperti yang tertulis dalam kitab Kejadian 2:18, ”Tidak baik manusia seorang diri saja dan Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan baginya.” Begitu pula yang tertulis dalam kitab 2 Korintus 6:14, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya.”
Nah, menanggapi mengenai membangun sebuah pernikahan atau rumahtangga, Pdt. Dr. Bernalto, Ph.D yang dikenal dengan julukan pendeta “moralis” ini mengatakan, bahwa, selama ini ada kesalahan pola pikir dalam pernikahan. “Yang penting itu menikah sama-sama terlahir Kristen. Atau sama-sama suku misalnya sesama suku Batak. Padahal Kakak beradik sekandung saja akan beda level karakter Kristusnya. Inilah yang tidak pernah diperhatikan para Pendeta bahwa pernikahan sepadan itu artinya sama level karakter Kristusnya atau minimal suami lebih tinggi level karakter Kristusnya agar bisa membimbing rohani istri dan bukan malah justru menghalangi pertumbuhan level karakter Kristus dari istri. Ini serius. Jangan tertipu hanya karena lulusan STT, karena di STT cuma teori. Itupun cuma dogma jadi tidak termasuk KARAKTER,” ujar Pdt. Bernalto yang telah melakukan bimbingan karakter dan Bimbingan Rohani (Binroh) kepada tim medis di dua kecamatan (Jatinegara dan Duren Sawit).

Pdt. Bernalto juga menyoroti bahwa saat ini marak kotbah atau pengajaran yang berisi hanya pengetahuan firman saja. Bukan mengajarkan bagaimana pembentukan karakter dan perilaku. “Jadi perilaku kita itu sangat jauh banget. Ironisnya membaca Alkitab saja tidak, bagaimana mungkin bisa merubah perilaku. Jadi terlalu naif, jika harus dipaksakan sesama suku terus menikah, ya mungkin 5 tahun pertama masih bisa romantis, karena tuntutan seksual. Tetapi setelah itu akan ketahuan karakternya. Disinilah muncul posesif, sang suami menekan istri tidak boleh ketemu cowok lain, WAnya disadap dan sebagainya. Privasi yang dilanggar dan banyak sekali tekanan-tekanan yang menimpa istri. Bahkan gara-gara tekanan dari suami, banyak istri yang terkena sakit penyakit, mulai sakit ringan hingga berat seperti kanker. Jika tidak kuat, maka ambil keputusan bercerai. Inilah yang sangat disayangkan!,” tukas Pdt. Bernalto.
Berbicara karakter hamba Tuhan, Pdt. Bernalto memberikan contoh, kalau mau mengendarai motor saja, harus membuat SIM. Maka gereja tidak boleh sembarangan untuk memberikan SIM kepada pendeta untuk kotbah. Sebab Karakter pendeta pun harus diuji. Pendeta harus memiliki belaskasihan, memiliki buah-buah roh dan tidak pelit dalam donasi kepada orang yang membutuhkan,” pungkas Pdt. Bernalto yang selalu hidup sederhana dan senang donasi uang kepada sesama. GT