Gereja-gereja di Indonesia mengungkapkan dukacita mendalam atas berpulangnya Presiden ke 3, Presiden BJ Habibie. “Beliau adalah seorang negarawan sejati yang telah meletakkan dasar-dasar demokrasi di Indonesia,” begitu ungkap Sekretaris Umim Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Pendeta Gomar Gultom.
Sekali pun masa kepresidenannya singkat, namun pada masa kepemimpinannya banyak dicabut regulasi yang menghambat proses demokrasi. Presiden Habibie berhasil mendorong berbagai cara menuju kebebasan pers, pembebasan tahanan politik Orba serta dialog awal masalah Papua. Ia adalah satu-satunya pemimpin Indonesia yang pada tahun 1998 percaya pada laporan “masyarakat anti kekerasan” tentang adanya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa selama kerusuhan Mei 98.
Atas nama pemerintah, Presiden Habibie juga tidak sungkan meminta maaf dan menandatangani Keppres pendirian Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadao Perempuan, sebagai salah satu bentuk pengakuan negara terhadap peristiwa Kekerasan Seksual, Mei 1998, sekaligus sebagai wujud tanggung-jawab negara mencegah segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan. Presiden Habibie juga berjasa juga pada kemajuan bidang dirgantara Indonesia, serta kemajuan iptek lainnya.
Sebagai negarawan, walau sudah tidak menjabat, Presiden Habibie tetap menunjukkan pengabdian tulus bagi bangsa. Dalam berbagai kontestasi pilkada maupun pilpres, kehadirannya selalu menenteramkan semua pihak. Presiden Habibie yang non-partisan ini kehadirannya selalu diterima oleh semua pihak. “Kita sungguh kehilangan beliau. Semoga amal baktinya diterima di sisi Tuhan,” tutur Pdt. Gomar Gultom dalam rilis yang dikirim kepada wartawan (Rabu, 11/9) malam. SM