Jakarta,Victoriousnews.com,– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, Kamis (9/3/2023). Agenda sidang lanjutan ini adalah mendengarkan keterangan 7 orang saksi yang dihadirkan jaksa koneksitas untuk menggali kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar 450 milyar lebih.
Menurut Jaksa koneksitas, dugaan kerugian keuangan negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT pada Kemenhan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022
Selain menghadirkan tujuh orang saksi, empat orang terdakwa, yakni; mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar; dan Warga Negara Amerika Serikat (AS) yang bekerja sebagai Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony Van Der Heyden juga dihadirkan dalam ruang sidang serta didampingi oleh penasihat hukumnya masing-masing.
Dalam sidang lanjutan tersebut, Majelis Hakim Fahzal Henri bertanya kepada salah satu saksi, Thomas Widodo (Mantan Direktur PT Dini Nusa Kusuma (DNK). “Bagaimana kondisi PT DNK setelah saudara tidak menjabat sebagai direktur di perusahaan itu?, tanya Hakim Fahzal dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Prof. Dr. Muhammad Hatta Ali, PN Jakarta Pusat. Menurut Thomas, pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI tahun 2015 disetujui era Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Saya dengar karena waktu itu sudah ada pembaruan. Di pemerintah baru di 2014, sudah pergantian rezim, waktu saya di zaman Pak SBY. Sesudah itu kan zaman Pak Jokowi, memang saya dengar proyek satelit ini diterima,” ujar Thomas.
Lanjut Thomas, dirinya mengaku mendapat informasi bahwa pemerintah berencana melakukan pengadaan satelit komunikasi. Namun, Thomas tidak mengetahui secara detail satelit tersebut karena sudah tidak lagi menjabat di perusahaan tersebut. Pada kesempatan tersebut, Thomas juga mengakui, bahwa secara finansial perusahaannya pada saat itu tidak mampu untuk melakukan pengadaan satelit Kemenhan.
Pengadaan Proyek Satelit di Kemenhan RI Berdasarkan SK Menteri Pertahanan
Kuasa Hukum Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, RM Tito Hananta Kusuma.,SH.,MM mengatakan, bahwa keputusan pengadaan proyek satelit di Kemenhan dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertahanan (copy SK terlampir). Menurut Tito, tindakan Agus Purwoto dalam pengadaan satelit hanya menjalankan SK Menteri Pertahanan Nomor : KEP/2069/M/XII/2017 Tentang Penetapan Penyedia Jasa Penyewaan Satelit Slot Orbit GSO 123 BT dan Pendukungnya. “Maka penyewaan Satelit Avanti adalah perbuatan diskresi,” ungkap Tito kepada wartawan usai mendengarkan keterangan saksi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Bahkan dalam sidang tersebut, Tito juga sempat bertanya kepada para saksi, apakah mengetahui bahwa adanya SK yang dikeluarkan oleh Kemenhan terkait pengadaan satelit. Semua saksi yang hadir pada saat itu menjawab tidak mengetahuinya. “Seharusnya klien kami Laksamana muda (Purn) Agur Purwoto dibebaskan dari dakwaan ini. Karena tindakan klien kami terkait pengadaan satelit hanya melaksanakan perintah atasan di Kementerian Pertahanan berdasarkan SK Menteri Pertahanan yang pada saat itu ditandatangani oleh Jendral (Purn) Ryamizard Ryacudu. Sehingga, tidak ada unsur melawan hukum dalam perkara pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti. “Terdakwa tidak menerima dan tidak menikmati hasil dugaan korupsi yang diterima oleh pihak Avantii Comunications Limited bahwa sesuai dengan surat dakwaan. Seluruh uang yang diduga merugikan keuangan negara kurang lebih Rp 450 miliar sepenuhnya diterima oleh Avanti,” tukas Tito yang juga Ketua Forum Advokat Spesialis Tipikor (FAST).
Tito sangat menyayangkan, bahwa dakwaan yang disampaikan itu kurang memperhatikan fakta hukum,dimana ada Surat Keputusan dari Kementerian Pertahanan. “Sekali lagi dimana letak melawan hukumnya? Karena menteri pertahanan sudah memberikan SK ini. Ini yang kita persoalkan dan kita sayangkan dalam surat dakwaan di dalam hasil audit BPKP tidak diungkap adanya surat penunjukan langsung oleh Kementerian Pertahanan,” pungkas Tito sembari menunjukkan SK Kemenhan.SM