POLITISI KRISTEN HARUS PRAKTIKKAN NILAI-NILAI KRISTIANI & AJARAN FIRMAN TUHAN!

Hukum & HAM2696 Views
Pembicara diskusi Gerkindo 19/1. Ki-ka: Jerry Sumampouw, Yerry Tawalujan, Boni Hargens, dan Pdt. Gomar Gultom

Jakarta, Victoriousnews.com-Pengamat politik, Boni Hargen sebagi pemateri dalam diskusi publik yang mengusung tema “Bagaimana Menghadirkan Politisi Kristen Yang Cerdas Dan Berintegritas”, Jumat (19/01/2018) di Gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)  Lantai 10, Jalan Salemba Raya 12 Jakarta Pusat, mengatakan, diskusi ini sangat menarik  karena bicara Kristen. Karena ini patokan untuk seorang politisi yang sesuai dan praktikkan nilai-nilai Kristen. “Selama ini tidak ada jaminan politisi Kristen tidak lepas dari korupsi. Ini penting diperhatikan. Karena itu, satu hal yang penting terkait dengan topik bahasan adalah metanoia, artinya harus sesuai dengan firman,” tutur Boni Hargens

Boni Hargens (Direktur Lembaga Pemilih Indonesia)

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini mengatakan bahwa, menjembatani agama dan politik adalah perjuangan missioner yang dilandasi oleh asumsi etis yang dibahas di awal: moralitas adalah kandungan inheren dari politik demokrasi. Hal itu benar! Prinsip-prinsip pokok demokrasi adalah nilai-nilai etis yang melandasi seluruh argumentasi tentang kandungan moral dalam demokrasi. Namun, demokrasi dalam prinsip (das Sollen) dan demokrasi dalam praksis (das Sein) adalah dua hal yang berbeda. Dan selalu ada jurang di antara. “Agama mendesak operasionalisasi prinsip moral harus terungkap dalam keseluruhan praktek politik. Hal itu mengandaikan para pelaku politik memahami, menerima, dan berniat mewujudkan dalil moral dalam keberkuasaan. Maka, proses politik sesungguhnya upaya memperjuangkan kebaikan umum yang dilandasi dan disasarkan pada tujuan etis yaitu kebaikan setiap orang yang ada dalam lingkup politik. Fakta ini jarang ditemukan. Tautan agama dan politik yang diperlihatkan justru berupa gambar-gambar kekejian, diskriminasi, dan hasutan kebencian terhadap kelompok politik lain yang berbeda agama. Itulah yang kita lihat dalam proses pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2017. Kekalahan Ahok bukanlah alasan untuk meratap, tetapi cara Ahok dikalahkan. Ahok dikalahkan dengan mobilisasi statement keagamaan yang berisikan kebencian, permusuhan, dan dendam. Di sini, agama bukan oase moral melainkan benih pertikaian,” papar Boni Hargens.

Baca Juga:GERKINDO DORONG UMAT KRISTEN UNTUK MENJADI POLITISI YANG CERDAS & BERINTEGRITAS

Menurut Boni, membangun habitus baru adalah upaya mendekonstruksi habitus lama yang tidak beradab dan mengkonstruksi ruang hidup (Lebensraum) yang menumbuhkan keadaban politik. Agama bukan sumur kebencian melainkan oase yang memberi kesegaran. Agama menjadi sumber kebajikan untuk memberadabkan politik yang binal dan biadab. “Kalau dalam habitus lama, moral dicabut dari politik, maka dalam habitus baru, moral adalah energi dasar dari politik. Habitus baru yang kita maksud adalah suatu keadaan hidup baru yang di dalamnya nilai-nilai moral menjadi pedoman dan roh yang menjiwai seluruh aktivitas sosial politik. Dalam habitus lama, manusia politik menjadikan dirinya sebagai sentrum dari aktivitas dan tujuan politiknya pada penciptaan bonum commune. Mengikuti alur berpikir kaum utilitarian, suatu tindakan dianggap baik atau jahat tidak ditentukan oleh motifnya, tetapi oleh seberapa besar keuntungan yang diberikan untuk hajat hidup orang banyak,” ungkap Boni. margianto