VICTORIOUSNEWS.COM,-Kehidupan sosial dapat memberikan kepada kita suatu kontemplasi (perenungan atau pembatinan kepemimpinan yang mendalam) dan refleksi sebuah kepemimpinan serta tantangan dalam situasi kepemimpinan. Pemimpin yang tidak mau berubah karena historical culturenya berorientasi pada keuntungan, kepuasan pribadi dan masa lalu yang berkepanjangan tidak terselesaikan, akan membawa dampak kepada pasang surut lajunya organisasi, terlebih pada mentalnya. Organisasi berkembang seiring majunya era modern, pemimpin mau tidak mau harus berubah mindset dan mengembangkan diri (kognitif, afektif, psikomotorik dan skill), sebagaimana human resources dituntut untuk mengembangkan dirinya. Pemimpin yang tidak mau belajar untuk mengoreksi kepemimpinannya, tertinggal dalam pengembangan kehidupan sosial bersamaan dengan jatuhnya nilai-nilai kepemimpinan yang baik. Runtuhnya karakter yang baik dan menumbuhkan keakuan yang tinggi (one man show, self man soul). Pemimpin yang memilih untuk melayani dirinya sendiri, agar kepuasan jiwanya tercukupkan. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Mat 23:11-12).
Pengalaman, kebijakan dan peraturan yang diambil dari lingkungan luar masuk kepada lingkungan dalam organisasi menyebabkan terjadi kepincangan kebijakan, jika filter kebijakan mengalami penyimpangan kebijakan (policy distortion) karena adanya badai kepemimpinan (storming of leadership). Kepemimpinan bukanlah semata-mata kekuasaan dan kekayaan. Sangatlah disayangkan pembentukan awal (start forming) pada pertengahan jalannya organisasi mengalami storming. Hubungan kepemimpinan karena nilai dapat menyebabkan storming of leadership, lunturnya sebuah kepercayaan, terjadi pembentukan norma (norming), dan meningkat tuntutan kinerja (perubahan performing) dan pada akhir waktu terjadi pembubaran kesepakatan (adjourning). Peribahasa mengatakan; nila setitik rusak susu sebelanga, panas setahun dihapus oleh hujan sehari.
Tingginnya nilai (high value) tergerus oleh arus waktu, seyogianya pemimpin dapat mewaspadai budaya kepemimpinan karena nilai yang diberikan tidak dapat menilai kekurangannya. Nilai diri dapat pemimpin kontemplasikan dari cara pandang, budaya tidak mau melihat tingkat kesulitan human resources, budaya keberpihakan kepada posisi yang lebih tinggi, pemimpin yang menyukai jabatan, namun tidak dapat memahami tingkat kesulitan bawahan. Pemimpin yang selalu membenarkan dirinya sendiri, agar tidak terlihat salah pada tingkat kepemimpinan diatasnya atau dibawahnya. 3L Concept (Lead, Leader and Leadership) jika dikolaborasi dengan Leadership Spiritual akan mengubahkan 3L Concept yang keliru. Spritual yang mengalami pembatinan dalam keheningan akan menyentuh jiwa (ratio, emotional and action). Jiwa yang tersentuh karena kebesaran Allah yang telah mengangkat dan membesarkannya akan membuat pemimpin berdampak dalam perubahan historical culture sebagai pemimpin yang dapat memberdayakan human resources bukan lagi sebagai orang-orangannya. Namun, menjadikan empower human resources yang memiliki nilai-nilai yang baik (high integrity) dan pemimpin handal spiritual bukan pemimpin yang sekedar melakukan liturgia pada agamanya. Namun, memiliki daya juang mendorong human resources berkembang (encourage).
Budaya kepemimpinan yang salah memerlukan koreksi kepemimpinan, mengembalikan kepada konsep kepemimpinan (3L Concept) yang benar. Koreksi kepemimpinan melalui keluar dari historical culture yang berorientasi pada keuntungan yang menggunakan human resources untuk kepentingan yang salah. Pemimpin yang tidak berbudi luhur, melupakan anugerah Tuhan atas kekuasaan, kekuatan dan kekayaan yang diberikan-Nya. Amsal Salomo memiliki tingkat hikmat yang tinggi; Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Ams 16:18). Seseorang dapat dilihat setelah mendapatkan jabatan, orang pandai akan terlihat ketika kekuasaan ada ditangannya. Tidak semua orang pandai adalah benar orang yang rendah hati. Firman Allah mengingatkan; Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini (Ul 8:17-18).
Kesalahan dalam sebuah kepemimpinan tanpa visi jelas, tanpa pembenahan, demosipun tidak akan berjalan dengan baik. Kesalahan bisa juga disebabkan karena pemimpin kurang peduli atau pemimpin tidak dapat melihat kesalahan serta kekurangannya, karena kekayaan dan kekuasan adalah kekuatan bagi jiwanya. Membangun kembali kepemimpinan memerlukan visi. Pemimpin adalah pemimpi, jika pemimpin tidak dapat melihat visinya bagaikan pengembara (nomad). Bangsa yang tidak mendapat bimbingan dari TUHAN menjadi bangsa yang penuh kekacauan. Berbahagialah orang yang taat kepada hukum TUHAN (IBIS, Ams 29:18). Selanjutnya ada pemimpin yang melihat visi pribadinya yang berpadan dengan visi Tuhan dan berusaha mengejar visi itu. Pemimpin seperti itu disebut pemimpin yang berhasil/berprestasi dalam mencapai visinya (achievers). Visi seorang pemimpin Kristen untuk hidupnya ialah membangun dan mengembangkan sesuatu dalam dirinya yang diperoleh dari Tuhan sebagai jati diri yang merupakan kompetensi inti (core competence) untuk menjadi berkat bagi orang-orang lain.
Adapun upah pemimpin yang didapatkan dari kepemimpinannya adalah apabila seorang memerintah manusia dengan adil, memerintah dengan takut akan Allah, ia bersinar seperti fajar di waktu pagi, pagi yang tidak berawan, yang sesudah hujan membuat berkilauan rumput muda di tanah (2 Sam 23:3-4). Akhirnya ”Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, artinya ”Tidak Ada Sesuatu Yang Tidak Ada Cacatnya”, namun keretakan dan kecacatan dapat diperbaiki. Jadilah, pemimpin yang cerdas ilmu, cerdas emosi dan cerdas spiritual, tahu apa yang bisa ia lakukan dan apa yang tidak bisa ia lakukan, dan ia memiliki orang-orang yang disekitarnya yang bisa mengerjakan dengan baik apa yang tidak bisa ia lakukan. 1 Timotius 4:14-16 mengatakan; Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau. Sola Gracia. ***