Mayor Jendral TNI Rano Maxim Adolf Tilaar,SE Bicara Soal Iman Kristiani, Loyalitas, Militansi & Keberanian!

Victoriousnews.com,- Cerdas, berwibawa dan rendah hati. Begitulah yang tersirat dalam benak kita ketika bertemu dengan sosok Jendral bintang dua ini. Nama lengkapnya Mayor Jenderal TNI Rano Maxim Adolf Tilaar, S.E. Ia seorang perwira tinggi TNI-AD yang kini  aktif mengemban tugas sebagai Tenaga Ahli Pengajar Bidang Strategi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) sejak 27 September 2023 lalu.

  Jendral Rano bukan hanya ahli dalam strategi militer, tetapi ia juga piawai dalam memotivasi keimanan jemaat agar semakin dekat kepada Tuhan. Ketika ditemui victoriousnews.com sebelum menyampaikan firman Tuhan dalam ibadah KTM di GBI Maple Park, Sunter Kemayoran beberapa waktu lalu, Jendral Rano mengungkapkan pengalaman rohaninya dalam mengiring Tuhan Yesus. “Sebagai orang Kristen, saya sangat termotivasi dengan kata-kata seorang pendeta tentang iman. Saya sebut saja Pdt. Ridwan Hutabarat. Dalam kotbahnya Pendeta Ridwan, mengatakan bahwa iman Kristiani itu  adalah membaca firman Tuhan, merenungkannya, serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Putra Kawanua kelahiran Banjarmasin, Kalsel, 4 Juni 1969.

Mayjen TNI Rano Tilaar bersama Gembala GBI Maple Park, Ps Ferry Iskandar

Lanjut Rano, terkait membaca firman Tuhan, semua orang Kristen pun pasti bisa melakukannya. “Tetapi mengenai merenungkan firman Tuhan seringkali kita tidak bisa melihat apakah orang tersebut sedang merenungkan firman yang sudah dibaca atau tidak. Karena merenungkan itu dalam hati. Sedangkan mengimplementasikan atau praktek dalam kehidupan sehari-hari yang paling sulit. Seringkali setiap orang  merasa bahwa apa yang ditakdirkan di dunia lebih kuat daripada apa yang dituliskan firman Tuhan buat dia. Makanya  pada tahap ketiga, yaitu mengimplementasikan, banyak orang itu menjadi ragu. Sama seperti para murid-murid saat berlayar bersama Tuhan Yesus  di sebuah danau.  Tiba-tiba Tuhan Yesus tertidur di dalam perahu tersebut. Ketika Tuhan Yesus tertidur, datanglah angin puyuh dan badai gelombang yang sangat besar. Kapal nyaris tenggelam. Disitulah para murid-murid yang sebelumnya merupakan nelayan ulung, berusaha mempertahankan kondisi kapal. Tapi mereka tak berdaya. Lalu mereka membangunkan Yesus. Spontan  Yesus menghardik badai tersebut,  maka danau tersebut menjadi teduh. Intinya sebenarnya bukan ketika Tuhan Yesus meneduhkan angin puyuh dan gelombang. Tetapi disitu adalah tahap terakhir, justru Tuhan Yesus menegur para murid ini, yaitu dengan kata-kata, ‘masakan kamu tidak percaya kalau aku berada dalam satu Bahtera dengan engkau, apakah akan tenggelam?’. Itulah merupakan perwujudan daripada iman,” terang suami dari Ny. Tanya Tengker, S.E., MBA.

Menurut Jendral Rano, jika umat Kristen sudah mencapai 3 tahap, yakni membaca firman, merenungkan dan mengimplementasikan, tentu akan menjadi kekuatan iman yang luar biasa dalam kehidupannya. “Keimanan kita tidak akan mudah tergoyahkan. Makanya ketika kita sudah mencapai 3 tahap tersebut, selanjutnya tugas kita adalah menularkan dan memotivasi sesama umat Kristen agar memiliki keimanan yang tangguh dan kuat.  Nah, salah satu sifat keilahian Tuhan yang  tidak dimiliki manusia adalah DIA tidak pernah berdusta dan tidak pernah ingkar janji. Apa yang sudah digariskan Tuhan itu, pasti akan dilaksanakan. Apakah yang digariskan? Yaitu tahap 1 dan 2, yakni membaca firman Tuhan dan merenungkannya. Kalau kita mampu mencapai tahap 3, mengimplementasikan, maka kita bisa  lihat bahwa memang benar keilahian Tuhan,” papar lulusan Akademi Militer 1993 yang berpengalaman dalam Infanteri (Kopassus).

Bagaimana seharusnya kita menjadi laskar Kristus yang kuat? “Berbicara tentang laskar  tentu kita harus menjadi seorang yang militan. Seperti apa yang dikatakan Rasul Paulus, ‘Jadi apabila engkau menjadi prajurit, maka engkau harus setia’. “Sama seperti dikatakan kepada seorang prajurit yang berharap kepada Tuhan Yesus agar menyembuhkan hambaNya yang sedang sakit. Suatu diskusi yang bagus, Tuhan Yesus bersedia untuk pergi ke rumah Perwira Romawi itu dan bersedia menyembuhkan atau menilik hambaNya yang sedang sakit. Tapi dia mengatakan, bahwa dia tidak layak menerima Tuhan di rumah. Cukup sampaikan saja. Sebagaimana saya pun di organisasi kemiliteran itu sama. Saya  tinggal beri perintah kepada bawahan untuk melaksanakannya. Maka pasti saya yakini,  bawahan saya  akan melaksanakan perintah. Kan Tuhan Yesus itu pimpinan yang tertinggi, dan mempunyai murid-murid yang diurapi untuk menyembuhkan orang sakit. Jadi tidak usah susah-susah untuk melakukannya. Begitu pula hirarki dalam kemiliteran, harus loyal kepada bangsa dan negara; loyal kepada organisasi; serta loyal kepada pimpinan. Disinilah kita harus membuktikan bahwa seorang prajurit, harus benar-benar memegang teguh semuanya ini,” ungkap Papa dari 3 anak, Dennis; Nadina dan Darren.

Menurut Jendral Rano, seorang prajurit yang hebat adalah prajurit yang loyal. “Dan sistem keprajuritan itu dari dulu sampai sekarang dimanapun juga sama hukumnya. Makanya kita bisa melayani Tuhan dengan hal itu. Kalau saya memimpin, selalu menerapkan loyalitas itu. Terutama loyal kepada atasan. Itu merupakan hukumnya jika kita mau berkarir dengan baik. Tetapi loyal kepada kawan atau bawahan itu yang seringkali kita diuji. Apalagi kita sebagai orang Kristen,seringkali sulit untuk melakukannya. Ingat! kalau gajah mati meninggalkan gadingnya, harimau mati meninggalkan belangnya. Nah seharusnya, manusia mati jangan hanya meninggalkan namanya, tetapi juga harus meninggalkan buah tangannya, yaitu legacy,” tandas Jendral Rano.

Jendral Rano berpesan umat Kristiani, bahwa setiap manusia yang hidup itu tidak lepas yang namanya cobaan atau masalah. “Masalah itu  akan hilang ketika kita meninggal. Jadi dalam mengarungi kehidupan anda akan ketemu dengan masalah  yang skalanya mungkin berbeda-beda Jika skala masalahnya kecil, pasti lebih mudah ditanggulangi. Tetapi, jika yang justru masalah yang sangat besar sepertinya tidak bisa ditanggulangi. Namun demikian, saya menyampaikan militansi dalam hal ini bukan berarti menjadi orang yang berani.  Militansi dalam kemiliteran itu menuntut yang namanya keberanian. Jadi kita harus militan, tidak boleh ada rasa takut. Orang yang berani bukan berarti tidak punya rasa takut. Tapi orang yang berani adalah orang yang mampu mengendalikan rasa takutnya. Nah sebagai orang kristen, mengendalikan rasa takut itu adalah berpegang kepada janji  Tuhan. Tuhan itu tidak pernah berdusta dan tidak pernah ingkar janji. Sebagaimana Yusuf yang pernah dijanjikan oleh Tuhan melalui penglihatan mimpinya, bahwa suatu saat  kakak dan ayahnya akan menyembah dia. Bahkan  Alkitab mencatat, walaupun sudah dibuang, disingkirkan, suatu saat bertemu dengan Yusuf, dan mereka menyembah Yusuf sampai mencium tanah di bawah kakinya,” ungkap Jendral Rano.

Sekali lagi, lanjut Rano, sebagai orang Kristen kita harus pegang janji Tuhan walaupun seringkali jalannya itu tidak sesuai dengan jalan kita. “Waktu yang Dia tentukan tidak sesuai dengan waktu yang kita targetkan,”pungkasnya.SM