Banyak orang yang beranggapan bahwa Natal sudah menjadi bagian dari kehidupan orang-orang Kristen, sebab banyak yang merayakannya dengan pesta dan pakaian/sepatu baru. Semua itu sebetulnya merupakan sikap duniawi dan tidak berkenan di hadapan Tuhan. Bila telah menjadi kebiasaan, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, biasanya menjurus kepada hal yang merusak iman Kristus dan standar moral yang Tuhan gariskan.
Untuk semuanya itu, kita harus mengorbankan biaya besar dan kesibukan yang menyita waktu dan perhatian kita. Harus berani mengevaluasi dan menjawab dengan jujur, apakah kebiasaan yang dilakukan semacam ini bisa dipertahankan? Apakah kebiasaan semacam ini dapat dipatahkan sementara dunia diambang kehancuran dan kejahatan semakin bertambah pada akhir zaman ini?
Dalam Matius 1:21, dinyatakan oleh Malaikat bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa mereka. Dosa yang merupakan sumber segala bencana manusia sekarang dapat diselesaikan oleh Tuhan Yesus. Orang yang menyadari misi ini pasti sangat memperhatikan persoalan dosa yang memang merupakan tujuan kedatangan Tuhan. Merayakan Natal tanpa memahami misi Tuhan ini sama dengan membelokkan maksud Tuhan menjadikan Natal/kelahiran Yesus.
Dalam kecerdikannya Iblis telah membuat sebagian orang Kristen menjadikan Natal sebagai perayaan agamawi yang tidak memuat pesan Ilahi yang kuat, untuk merubah kehidupan orang sesuai dengan misi Natal itu sendiri. Pesan yang seharusnya disampaikan, tentulah dengan berbagai cara perayaan yang memaksakan hasrat kedagingan/keduniawian. Bisa dimengerti ada orang Kristen yang mengecam acara Natal sehingga mereka tidak ikut merayakan Natal dan menuding Natal sebagai Produk Iblis. Menyikapi keadaan ini hendaknya kita serius mengevaluasi dengan jujur terhadap cara kita merayakan Natal.
Menangisi Diri Sendiri (Lukas 19:41-44)
Ingatkah kita dengan peristiwa Tuhan Yesus yang menangisi Yerusalem? Tuhan Yesus menangisi Yerusalem, karena Yerusalem akan dihancurkan (Luk 19:41-44). Ini sejajar dengan kenyataan bahwa bumi ini dengan segala isinya akan dihancurkan sebab dosa manusia (2 Petrus 3:9-10). Apabila kita merayakan Natal yang benar, seharusnya kita akan semakin peduli terhadap kenyataan dosa. Kepedulian ini tampak dari kesediaan bertobat atas dosa-dosa pribadi dan selanjutnya kesediaan melayani sesama demi pertobatan mereka. Menatap dunia hari ini kita harus memiliki perhatian yang dalam, terutama terhadap diri sendiri, dan kemudian orang lain. Perhatikan ucapan Tuhan Yesus ketika memikul salib di sepanjang Via Dolorosa, “Tangisilah dirimu sendiri” (Lukas 23:28). Wanita-wanita Yerusalem menangisi Tuhan Yesus, tetapi mereka tidak menyadari kesalahan atas dosa mereka sendiri. Inilah gambaran dari orang-orang yang tidak mengerti dosa mereka sendiri. Hal ini paralel dengan merayakan Natal tanpa mempersembahkan keadaan dirinya sebagai manusia berdosa. Ketika memandang kandang hina tempat Yesus dilahirkan, seharusnya kita melihat pula keadaan diri kita yang hina dan kotor, yang membutuhkan pertolongan Tuhan. Natal harus selalu mengingatkan betapa miskinnya kita, perlu merendahkan diri untuk memperoleh lawatannya. Kita harus menangisi jiwa-jiwa yang mati dalam dosa, sebagaimana Yesus menangis ketika datang ke Betania menemukan sahabatnya Lazarus mati (Yoh 11:35), maka menangislah Yesus.
Kita harus peduli dengan jiwa-jiwa yang perlu dipertobatkan, jangan seperti si Sulung dalam perumpamaan anak hilang yang tidak menyukai pertobatan adiknya (Lukas 15:31-32). Penduduk Yerusalem menangisi Tuhan Yesus dan si Sulung yang tidak mengerti perasaan Ayahnya yang menjadi gambaran orang-orang Kristen. Perayaan Natal di banyak tempat ternyata dilakukan tanpa mengerti misi Tuhan dan sampai terjadi dalam hidup kita. Merry Christmas 2021 And Happy New Year 2022! ***
Comment