Lalin Jakarta Semakin Macet, Pengamat Transportasi Dr.John Palinggi: Tak Mampu Atasi Kemacetan Itu Langgar UU No.22 Tahun 2009!

Ada "Tangan-tangan Tersembunyi" Yang Sengaja Menciptakan Kemacetan Di Jakarta Makin Parah & Semrawut

Nasional, News112 Views

JAKARTA,Victoriousnews.com,- Bagi anda yang setiap hari berkendara di Jakarta pasti akan mengeluhkan bahwa kemacetan lalu lintas jalan raya belakangan ini semakin parah dan semrawut. Dampaknya, masyarakat pengguna jalan raya merasa frustasi, stress serta  kelelahan karena harus berjuang mengejar waktu melewati padatnya  lalu lintas.

Dr. John N Palinggi.MM.,MBA ketika Ditemui Di Kantornya Di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat 

Menyoroti parahnya kemacetan lalu lintas tersebut, pengamat Transportasi Publik Dr. John Palinggi,MM, MBA, mengungkapkan, bahwa, tujuan diciptakan UU No 22 tahun 2009, tentang angkutan lalu lintas dan angkutan jalan raya adalah untuk mencapai kesejahteraan umum. “Ternyata UU tersebut diciptakan tidak sesuai kenyataan. Upaya memajukan kesejahteraan umum melalui Lalu Lintas justru membuat banyak orang sakit jiwa. Selama 20 tahun ini kesengsaraan di jalan raya, terutama kemacetan itu semakin bertambah. Bayangkan saja, kalau mau pergi ke kantor  lewat jam 7.00 pagi kendaraan sudah tidak bisa bergerak. Contohnya, jalan MH Thamrin dan Sudirman. Belum jalan yang lain di Jakarta. Sedangkan pulang kerja mulai jam 16.00 sampai jam 00.00 itu juga masih macet. Itulah yang menyebabkan masyarakat Jakarta gampang marah. Karena tertekan jiwanya no way out, tidak ada jalan keluar melalui layanan pemerintahan. Dan ini memang sudah sangat parah. Biasanya kalau jalan raya normal, pada pagi hari berangkat dari rumah saya Kebon jeruk menuju kantor Graha Mandiri Menteng hanya 14 menit. Tapi sekarang ditempuh 2,5 jam,”tukas pengusaha nasional yang telah 45 tahun berbisnis tanpa cacat.

Lebih jauh lagi, John mengutip penyataan mantan ekonom sekaligus menteri kependukan dan lingkungan hidup  Prof Emil Salim, bahwa tahun 2014 akan ada kemacetan paripurna di Jakarta. “Faktanya kata Pak Emil Salim itu terjadi. Kalau kita kaji lebih dalam, dampak negatif akibat kemacetan itu sangat merugikan masyarakat. Pertama, pemborosan bahan bakar. Kedua, waktu tempuh lebih panjang. Ketiga, timbulkan sakit jiwa karena tidak tahan di jalan. Keempat, munculnya manusia pembohong dengan alasan macet sehingga tidak tepat janji/tidak tepat waktu. Kelima, menciptakan aparatur penegak hukum yang menggunakan jalan raya sebagai alat untuk menekan masyarakat. Hal itulah yang berakibat tumpang tindih kewenangan antara polisi maupun DLLAJR. Kelima hal itulah yang kemudian memicu produkivitas masyarakat menjadi sangat rendah. Karena tiba di kantor sudah loyo, otak tidak konsentrasi, pikiran tidak fresh dan hati pun tidak nyaman bekerja,” ujar  John mengkritisi.

Salah satu kemacetan di Jakata (foto:ist)

Lanjut John, kondisi ini bukan hanya dialami oleh pegawai swasta saja, melainkan pegawai ASN mengalami penurunan produktivitas. Akibatnya, produktivitas secara individu maupun nasional tidak bisa tercapai, dan menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. “Negara bisa terbangun kalau tingkat produkivitas masyarakat atau kelompok itu meningkat. Dengan begitu bisa dibebani pajak. Jika tidak ada produktivitas, apa yang mau dibebankan? Malah lama kelamaan perkantoran itu bisa tutup akibat perilaku karyawannya yang tidak disiplin. Itulah implikasi dampak negatif dari kemacetan,” ungkap pengusaha yang mendapatkan APEC Travel Bussiness Award kunjungan bebas Visa ke 19 negara Asia Afrika serta Amerika.

 John menegaskan, bahwa kewenangan dan tugas antara Polantas (Polisi Lalu Lintas) dan DLLAJR (Dinas Lalu Lintas  dan Angkutan Jalan Raya)  itu harus jelas. Kalau DLLAJR itu tugasnya menyediakan infrastruktur termasuk rambu-rambu. Dan penempatan rambu-rambu itu harus diteliti terlebih dahulu. “Rambu-rambu itu berfungsi melancarkan lalu lintas atau justru menyumbat lalu lintas?. Tapi kok seringkali petugas DLLAJR itu juga ikut mengatur lalu lintas di jalan raya. Padahal itu kan tugas Polisi. Jadi tugas Polisi  itu menegakkan aturan dan UU lalu lintas. Jika mau jujur, bukan masyarakat saja yang stress akibat kemacetan, tetapi polantas juga sengsara mengatur lalu lintas itu.” papar John yang juga mantan Dewan Analisis dan Strategis sekaligus pengajar intelijen di Badan Intelijen Negara (BIN).

Kemacetan Itu Melanggar UU Lalu Lintas

Menurut John Palinggi, jika terjadi 5 hal dampak negatif kemacetan, maka hal itu dipastikan melanggar UU Lalu Lintas.  “Itu pelanggarannya besar. Karena UU Lalu Lintas itu memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Lalu Lintas kan mobilitas penduduk. Sehingga pergerakan masyarakat dapat melakukan perjalanan antar daerah dan bisa integrasi nasional dari segi, budaya maupun berbagai hal yang dapat mengembangkan skill. Tapi dengan adanya kemacetan kan tidak terjadi,”ungkap John.

Dampak Macet Jakarta, Turis Asing Enggan Berkunjung

Dampak dari kemacetan lalu lintas  ini, lanjut John,  juga memicu menurunnya angka kunjungan warga negara asing ke Jakarta. “Selama 6 bulan terakhir ini saya sering melakukan kunjungan kepada rekan bisnis ke 12 negara. Saya sering tawarkan kepada rekan bisnis, jika berkenan bisa berkunjung ke Jakarta. Dari   12 negara itu, 11 orang menolak karena Jakarta macet. Sedangkan 1 orang tidak mau komentar. Tetapi mereka sepakat, mau berkunjung ke Indonesia, yaitu hanya ke Bali bukan Jakarta,” papar John.

Ada Tangan-Tangan Tersembunyi Sengaja Ciptakan  Kemacetan

John menganalisa kemacetan yang semakin parah belakangan ini bisa disebabkan oleh ulah  “tangan-tangan tersembunyi” yang merencanakan kemacetan itu. “Dan oknum tangan tersembunyi itu harus dicari. Kenapa saya katakan ada tangan tersembunyi? Indikator yang paling konkrit, jumlah ruas jalan, misalnya 100 Km di Jakarta mau tidak mau berkurang 40 %. Akibat dari pola pengaturan ruas jalan di Jakarta, yang mengurangi luas jalan. Sehingga jalan yang mestinya jalur 2 arah, dijadikan 1 jalur. Akibatnya, jarak tempuh mulai dari rumah ke kantor itu jadi lambat dicapai.Seolah-olah ada seseorang yang merencanakan agar macet berat,” tukas Ketua Umum DPP Asosiasi Mediator Indonesia ini.

Salah satu jalan  di kawasan Cideng terdampak  proyek strategis nasional yang timbulkan kemacetan lalu lintas  

John juga mempertanyakan kemana anggaran pemerintah pusat bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta yang digunakan untuk mengatasi kemacetan. “Dulu anggaran itu ada, tapi belakangan sudah tidak ada lagi. Sehingga Jakarta semakin bertambah macet. Dan anehnya semakin banyak rambu larangan bertaburan dimana-mana yang justru menimbulkan kemacetan baru. Ironisnya, adanya rambu-rambu itu justru membuat ketidaktertiban, makin banyak terjadi pelanggaran. Padahal, metode lalu lintas itu memiliki ciri khas, yaitu aman dan keselamatan terjaga. Bagaimana mau aman kalau macet?. Sebagai pengguna jalan saya pertanyakan, kenapa pengaturan lalin satu arah dan  bertebaran larangan di sejumlah jalan raya?. Bahkan ada beberapa ruas jalan ditutup agar tidak dilewati,”kritiknya.

Salah Satu Cara Atasi Kemacetan Jakarta Adalah Batasi Pembelian Kendaraan Murah

Sebagai pengamat kebijakan publik, John mengusulkan solusi efektif kepada pemerintah untuk mengatasi kemacetan. Pertama, pembelian mobil & motor dibatasi.  “Itu salah satu cara mengurangi penjualan kendaraan roda empat dan roda dua  dengan harga murah, serta menaikkan pajak kendaraan. Jadi kalau misalnya, 1 rumah boleh memiliki 1 mobil. Kalau punya 2 mobil, harus bayar pajak sebesar 30 % dari harga mobil. Nah kalau punya 3 mobil harus bayar pajak 50 % dari harga mobil. Dengan begitu, Masyarakat akan terbatas memiliki mobil dan lebih mudah diarahkan untuk naik angkutan umum.  Persoalannya, percuma moda transportasi bertambah seperti LRT,Trans Jkt, MRT, tetapi pertambahan kendaraan roda terus bertambah per tahun. Bayangkan, per tahun kendaraan per tahun bertambah 5000, sementara jalanan makin sempit. Apalagi belakangan diperparah dengan maraknya proyek Pembangunan yang justru mempersempit badan jalan, lalin semakin macet,” tandas John.

Kedua, selain pembatasan pembelian kendaraan, John mengusulkan agar pemerintah menciptakan sistem lalu lintas yang lebih efisien, di mana angkutan umum menjadi pilihan utama, dan dampak lingkungan serta kemacetan dapat dikendalikan. “Tetapi semua itu harus dibarengi dengan pengaturan yang lebih ketat terhadap penjualan kendaraan roda empat dan roda dua, termasuk penghapusan promosi down payment (DP) rendah yang mendorong masyarakat membeli kendaraan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kemacetan,” paparnya sembari menambahkan bahwa kemacetan Jakarta dapat diatasi jika pemerintah menjalankan amanat UU No 22 tahun 2009 secara bijak dan mengedepankan kesejahteraan umum. SM