Pementasan  Teater “Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar” : Mengajak Masyarakat Peduli terhadap Anak Pejuang Kanker

banner 468x60

JAKARTA,Victoriousnews.com,-Pementasan  teater “Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar” yang digelar di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, pada Rabu, 12 Februari 2025, berhasil menyentuh hati penonton.

Pertunjukan teater ini dipersembahkan oleh Yayasan Anyo Indonesia (YAI) berkolaborasi dengan Yayasan Cahaya Perempuan & Budaya Indonesia, didukung oleh Teater Tanah Air, Sena Didi Mime, dan Deutsch Indonesische Gesellschaft/Persahabatan Indonesia-Jerman.

Dalam pementasannya, para pemain yang terdiri dari anak-anak pejuang kanker dan orang tua mereka, bercerita tentang pengalaman mereka dalam menghadapi kanker. Cerita-cerita tersebut dipadukan menjadi simfoni yang mengajak penonton untuk peduli terhadap anak-anak pejuang kanker. “Kita harus mendengar suara-suara para anak pejuang kanker yang selama ini tidak terdengar atau tidak tersampaikan,” kata Pendiri Yayasan Anyo Indonesia, Sabar Manullang.

Menurut Sabar Manullang, apa yang dialami anak-anak pejuang kanker merupakan tanggungjawab kita bersama. “Oleh karenanya saya mengajak semua pihak dan  kita semua turut mendukung para pejuang kanker dalam berbagai bentuk, tidak sekadar materi,” tutur Sabar dalam konferensi Pers di Gedung Perfilman Urmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan,  Rabu, (12/2/25).

Ki-ka: Ketua YAI Pinta Panggabean, Direktur RS Kanker Dharmais dr Soeko, Sutradara Teater Lena Simanjuntak, Ketua  YCPBI, Rosa

Ketua Yayasan Anyo Indonesia (YAI), Pinta Panggabean, mengungkapkan, bahwa, pada bulan Juni 2025 mendatang YAI genap berusia 13 tahun. “Dan selama 13 tahun ini kami  terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi pencegahan  terhadap kanker anak ke seluruh provinsi di Indonesia. Memang tidak mudah untuk melakukan penyuluhan mengenai kanker anak, karena masyarakat  masih minim  informasinya. Tetapi kami terus berjuang,” tutur Pinta Panggabean sembari menambahkan bahwa pementasan teater ini dalam rangka memperingati hari Kanker Anak Sedunia yang dirayakan setiap tanggal 15 Februari.

Selain penyuluhan kanker, lanjut Pinta, YAI  juga telah melakukan konser musik, diskusi, pameran dan lain sebagainya. “Nah kali ini unik berbeda, yaitu melalui teater. Jujur awalnya tidak pede, apakah kita bisa bersuara lewat teater? Tetapi karena ada dukungan luar biasa dari Ibu Lena, Pak Herri dan teman-teman yang lain, akhirnya teater ini pun terwujud. Jadi kami ingin menyelamatkan “Anyo-anyo” yang lain agar selamat dari kanker,” tukas Pinta Panggabean.

Lanjut Pinta, tujuan dari pementasan teater tersebut adalah untuk memberikan kekuatan serta pendampingan bagi anak-anak pejuang kanker. Selain itu, pementasan teater bertujuan menghimbau pemerintah, tenaga medis, dan semua masyarakat untuk lebih peduli terhadap penanggulangan kanker yang diderita anak di Indonesia. “Pementasan teater Simfoni suara-suara tak terdengar ini juga mendukung  program Inisiatif Global untuk Kanker Anak (the Global Initiative for Childhood Cancer) dari WHO yang ingin menyatukan para pemangku kepentingan dari seluruh dunia dan lintas sektor dengan tujuan bersama untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup anak-anak pengidap kanker secara global sampai setidaknya 60% pada tahun 2030,“ ujar Pinta Panggabean.

Sutradara sekaligus penulis naskah Teater Simfoni Suara-suara tak terdengar,  Lena Simanjuntak, menjelaskan, pementasan teater ini dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati bagaimana anak-anak pejuang kanker survive untuk kesembuhan mereka. “Saya tinggal bersama dengan pejuang kanker anak untuk melihat bagaimana kehidupan mereka dan menumbuhkan kepedulian. Hal ini saya bisa merasakan kekuatiran seorang ibu tentang penyakit anaknya. Ini menjadi proses kreatif saya untuk membuat pementasan teater ini,” ujar Lena Simanjuntak yang tinggal di Jerman selama 30 tahun lebih.

Menurut Lena, tantangan terberat dalam menyajikan teater ini adalah karena dirinya tinggal di Jerman. Namun, karena hatinya “bergetar” dengan anak-anak pejuang kanker, Lena pun rela bolak-balik Jerman-Indonesia untuk menyelesaikan teater tersebut. “Saya mesti bolak-balik Jerman-Indonesia. Karena rumah tinggal saya di Jerman. Inilah tantangan berat saya,” tukas Lena Simanjuntak-Mertes, sutradara teater senior alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Masih kata Lena, teater merupakan media untuk menyuarakan, bukan hanya hiburan saja. “Karena masyarakat Indonesia itu menyukai seni lisan. Makanya tak heran banyak teater yang tumbuh, seperti di Sumatra, Papua dan Jakarta,” ungkap Lena lebih dari 25 tahun mengembangkan “teater sebagai media pendidikan dan penguatan rakyat” yang dikembangkan untuk orang-orang yang terpinggirkan, khususnya perempuan dan anak-anak.

Salah satu pemain teater, Herri Ketaren menambahkan, pementasan teater ini bisa membagikan kisah keluarga yang mengalami pergumulan karena kanker anak. “Saya selama ini awalnya sebagai penonton yang melihat sebuah keluarga mengalami pergumulan yang berat mengenai kanker anak. Yang awalnya menjadi penonton sekarang menjadi peduli kanker anak,” tandas Herri.

Sementara itu, Direktur Utama RS Kanker Dharmais,dr. R. Soeko Werdi Nindito D., MARS,mengatakan bahwa tingkat kesembuhan anak pejuang kanker di Indonesia masih relatif rendah, yaitu sekitar 40 persen. “Selamat ini yang paling banyak memang kanker dewasa seperti: kanker payudara, paru-paru, dan sebagainya. Dan khusus,  anak-anak pejuang kanker harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, termasuk dari sisi psikososial  agar bisa menjaga semangat dan harapan untuk sembuh,” pungkas dr. Soeko.

Dengan demikian, pertunjukan teater “Simfoni Suara-Suara Tak Terdengar” berhasil mengajak penonton untuk peduli terhadap anak-anak pejuang kanker dan mendukung upaya penanggulangan kanker anak di Indonesia. SM

banner 300x250

Related posts

banner 468x60