Putri Simorangkir (Ketua Umum Damai Nusantara): Dokter Terawan Itu Layak Disebut Sebagai Pahlawan Kemanusiaan

Jakarta,Victoriousnews.com,-Dokter adalah profesi yang sangat mulia.Kenapa sangat mulia? Karena dokter itu berhubungan dengan nyawa manusia. Jadi dokter itu ‘seperti mengembalikan nyawa’ kepada mereka yang nyawanya hampir hilang. Bisa dikatakan bahwa dokter adalah profesi yang luar biasa. Mereka juga belajar ilmu kedokterannya sangat luar biasa, yakni: mempelajari dan mengenal sangat baik tentang anatomi tubuh manusia. Demikian dikatakan oleh Ketua Umum Damai Nusantara (Dantara), Putri Simorangkir, ketika dijumpai di kediamannya di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, (Selasa,5/4/22).

Putri Simorangkir (Ketua Umum Damai Nusantara). dok pribadi

Wanita yang masih tampak awet muda meski usianya menjelang 73 tahun ini pun sangat mengagumi sumpah jabatan dokter yang tidak mementingkan diri sendiri; tanpa melihat latar belakang dan status sosial pasien yang akan ditolongnya. Ia menyebut bahwa sumpah dokter yang digaungkan oleh Hipokrates (Bapak Kedokteran dunia) dan sumpah jabatan dokter yang diterapkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), poin intinya kurang lebih sama; yakni menjalankan profesinya sesuai komitmen moral dan lebih mengutamakan kepentingan kemanusiaan.

  Putri juga memuji bahwa organisasi profesi dokter yang tergabung dalam IDI ini memiliki visi yang hebat bagi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. “Pada awal pendiriannya, IDI bertujuan untuk memadukan segenap potensi dokter dari seluruh Indonesia, menjaga dan meningkatkan harkat dan martabat serta kehormatan profesi kedokteran,mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia untuk menuju masyarakat sehat dan sejahtera,” tukas Wanita yang juga pengurus Baskara (Barisan Anti Kekerasan).

Lanjut Putri, namun jika membaca sejarah, visi yang hebat tersebut juga tidak terlepas dari peranan tokoh-tokoh kedokteran Indonesia yang mendirikan organisasi kedokteran pertama dan menjadi cikal bakal terbentuknya IDI. Sebut saja; dr.Wahidin,dr.Cipto Mangunkusumo, dan dr.Soetomo. “Menurut saya, ini adalah tokoh dokter hebat pada zamannya. Karena pada waktu itu belum banyak dokter. Mereka sekolah kedokteran dengan semangat hipokrates dan semangat nasionalisme (kebangsaan) untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Perjuangan mereka boleh dikatakan 1000 persen lebih untuk kemanusiaan. Bahkan mereka mengemban idealisme yang luar biasa tinggi dengan dedikasi untuk kemanusiaan tinggi. Itu yang membuat saya kagum. Bahkan nama dr.Ciptomangun Kusumo diabadikan menjadi nama Rumah Sakit dan terkenal sampai hari ini,” ungkap Putri bersemangat.

Ketika ditanya mengenai Prof.Dr.dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) yang viral pasca diberhentikan oleh Majelis Etik Kedokteran (MKEK) dari keanggotaan IDI, Putri Simorangkir menegaskan bahwa dirinya harus bersikap netral. Menurutnya, jika ada orang yang berkonflik, tidak mungkin pihak A 100 % benar dan pihak B 100 % salah. Karena masing-masing memiliki kacamata yang berbeda dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi. “Kalau dari sisi IDI, mereka menuntut karena pak Terawan tidak pernah menunjukkan hasil riset tentang metode pengobatan cuci otak atau kemudian disebut metoda Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF). Apakah betul dokter Terawan itu tidak pernah memberikan hasil riset tersebut?. Sebab yang saya dengar beliau kan sekolah kedokteran dan mengambil satu spesialisasi di Universitas Hassanudin Makasar. Tesisnya tentang pengobatan cuci otak, jadi kalau itu dituntut, kan ada buktinya di sana. Nah, seharusnya IDI sebagai organisasi profesi kedokteran bisa melakukan approach (pendekatan) yang baik dan meminta dokter Terawan membuktikan hasil risetnya. Approach itu artinya IDI sebagai pengayom, bukan untuk menghakimi seseorang, seolah-seolah itu diluar pakem kedokteran. Dan seharusnya dokter Terawan itu didukung dan dirangkul agar Indonesia semakin maju di bidang kesehatan,” tukas Putri.

Menurut Putri, terapi cuci otak yang ditemukan oleh dokter Terawan adalah ilmu baru yang belum pernah ada, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Bahkan hasil penemuannya ini telah diakui kehebatannya secara internasional. “Karena mereka juga sudah mencoba cara ini dan sukses. Sehingga ‘Terawan Theory’, menjadi ilmu tersendiri di bidang kedokteran. Nah, kenapa dokter Terawan tidak boleh praktek? Jadi bisa masuk akal, mungkin banyak pihak yang berkepentingan sehubungan dengan masalah materi, merasa dirugikan oleh terobosan dokter terawan. Mungkin saja, obat-obatan yang selama ini beredar, akan mengalami penurunan jika Terawan masih buka praktek dan menyembuhkan banyak orang,” analisanya.

Putri menilai, dokter Terawan adalah sosok yang nasionalis, pejuang kemanusiaan tanpa melihat suku ras dan agama pasien yang dirawatnya. Bahkan sekali tokoh-tokoh bangsa yang sembuh berkat pengobatan dokter Terawan. “Belum lagi masyarakat luas. Konon sudah ribuan yang sembuh karena pengobatan cuci otak dan sampai saat ini tidak terberitakan tentang kegagalan. Bayangkan saja, banyak orang sakit stroke sembuh dalam waktu 4 sd 5 jam ketika berobat ke dokter Terawan. Kalau dibandingkan dengan pengobatan biasa, maka kemungkinan sembuh akan memakan waktu bertahun-tahun. Jadi dalam hal ini saya setuju kalau dokter terawan itu dikatakan sebagai pejuang kemanusiaan dan layak disebut sebagai pahlawan kemanusiaan. Banyak sekali prestasi beliau, termasuk juga menemukan vaksin nusantara. Walaupun sampai sekarang masih belum dilepas ke masyarakat, kita harus mengapresiasi kerja keras beliau. Kita harus bangga dan menghargai orang-orang yang melakukan penelitian semacam ini, yang bukan gampang dan murah,” tuturnya.

Masih kata Putri Simorangkir, IDI yang semula memiliki tujuan mulia meningkatkan potensi profesi dokter, belakangan ini justru mengalami kemunduran. “Pertanyaan saya, bagaimana IDI menghadapi dokter-dokter yang melakukan mal praktek, ada pasien yang meninggal akibat salah diagnosa dan salah pemberian obat, bahkan salah penanganan? Kenapa justru IDI menutupi dan membelanya luar biasa? Bahkan kasusnya banyak yang sampai ke ranah hukum dan pengadilan. Apa tindakan IDI? Kok malah dibela?. Jika hal itu terjadi terus menerus, maka jangan salahkan jika banyak masyarakat Indonesia yang justru memilih berobat ke luar negeri. Kok bisa berobat ke luar negeri biayanya lebih murah dibandingkan di dalam negeri. Ini kan tanda tanya besar? Kalau banyak orang yang berobat ke luar negeri, berapa banyak kerugian negara kita. Karena masuk ke kas negara orang,” pungkasnya. SM

Comment