Natal dan Solidaritas Sosial

Oleh: Dr Taufan Hunneman, Ketua Umum Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika

News, Opini1287 Views

Bulan Desember adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Nasrani, karena pada bulan tersebut terdapat perayaan Natal. Walau tidak merayakan Natal, umat dengan keyakinan lain, tetap saling menghormati dan toleransi. Mereka menjaga harmonisasi antar umat beragama karena menjaga Bhineka Tunggal Ika di Indonesia. Masyarakat Indonesia juga menyambut tahun baru dengan gembira.

Sebagaimana hari raya pada umumnya yang selalu disambut dengan gembira, karena merupakan ajang pertemuan keluarga, dengan makan bersama. Karena bisa jadi kesempatan pertemuan dengan keluarga besar tidak bisa sering-sering terjadi, karena kesibukan masing-masing warga. Natal merupakan momentum untuk merenung dan berbagi.

Nilai toleransi
Nilai toleransi, terutama saat Nataru (Natal dan Tahun Baru), juga jadi hal yang wajib dilakukan agar Indonesia bisa selalu damai, tanpa ada kericuhan di mana-mana. Intoleransi wajib dihapus karena jika banyak yang bertengkar maka akan menggerogoti negara dari dalam. Contoh dari membumikan toleransi yang paling mudah dilakukan adalah dengan menghormati hari raya umat dengan keyakinan lain. Jika tidak mengucapkan selamat hari raya maka tidak apa-apa, tetapi ketika mereka undang untuk makan-makan maka boleh saja datang sebagai bentuk penghormatan.

Masyarakat bisa berteman walau memiliki perbedaan agama dan janganlah perbedaan ini menjadi ganjalan besar untuk bersahabat. Sementara umat bisa merayakan Natal dengan aman, jika tidak ada perpecahan atau gesekan yang berdasarkan isu SARA.

 

Walau ada penduduk yang tidak merayakannya, karena bukan umat Nasrani, namun mereka tetap menghormati hari raya tersebut. Caranya dengan tetap bersahabat, meski berbeda agama. Perdamaian di Indonesia memang wajib dijaga agar tidak ada perpecahan antar umat, terutama di saat merayakan Natal dan tahun baru. Masyarakat menjaga filosofi Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua. Indonesia adalah negara multikultural dan multi-agama. Perbedaan bukan hal untuk dipermasalahkan.

Toleransi seperti ini yang akan jadi modal besar untuk memajukan bangsa Indonesia. Penyebabnya karena jika umat kompak bersatu (walau keyakinannya berbeda) maka akan bahu-membahu dalam membangun Indonesia. Contohnya ketika ada bencana banjir di suatu tempat, mereka kompak membawa donasi serta membantu evakuasi, tanpa harus bertanya agamamu apa.

Jika semua orang memiliki toleransi yang baik maka masyarakat optimis, merayakan Natal senantiasa berlangsung dengan mulus, tanpa ada gesekan antar warga. Mereka juga tidak terpicu akan provokasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Sebaliknya, jika tidak ada toleransi, maka akan kacau-balau. Bayangkan jika banyak anak muda yang intoleran, maka ketika ada hari raya agama tertentu situasi akan menjaditidakkondusif. Penjagaan akan semakin ketat karena gunamengantisipasi adanya penyerangan dan tawuran.

Oleh karena itu masyarakat perlu untuk lebih sering dalam mempraktikkan toleransi beragama, agar Indonesia jadi damai dan WNI kompak untuk membangun bangsa. Apalagi di saat kesejahteraan masih kurang baik, ketika kita bangkit dari masa suram, perlu adanya kerja sama untuk memajukan Indonesia. Jika semuanya saling bertikai maka mustahil bangsa ini maju.

Natal dan tahun baru wajib diamankan agar tidak ada potensi kekacauan. Selain itu, seluruh elemen masyarakat menjaga agar perayaan nataru terjaga dari gesekan antar umat. Caranya masyarakat akan terus diberi sosialisasi tentang pentingnya toleransi. Mereka akan paham bahwa perbedaan tidak akan dipermasalahkan karena Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika.

Solidaritas sosial
Pesan Natal sebagai introspeksi diri hanya bermakna jika dihayati dalam hidup sehari-hari. Dalam konteks hidup berbangsa, spritualitas Natal dapat diwujudkan lewat sikap solidaritas sosial lintas agama. Ada dua hal yang perlu kita lakukan sebagai bangsa. Pertama, di tengah realitas keberagaman, solidaritas dapat dihidupi lewat penghargaan terhadap mereka yang hidupnya kurang beruntung.

Inilah momen pembaruan untuk mengevaluasi kembali martabat kemanuasiaan. Realitas keseharian menyadarkan kita bahwa hidup kita sangat bergantung pada pakerja murah dan golonagan bawah, seperti perawat, sopir truk, pekerja taman, para pelayan di supermarket, dan pembantu rumah tangga. Untuk itu, diperlukan reorientasi dalam memberi apresiasi pada kelompok bawah.

Setiap jenis pekerjaan harus mampu menjamin hidup manusia yang bermartabat dan mendapatkan pengakuan secara sosial. Hal itu dapat dijalankan lewat penerapan sistem universal basic income. Sistem ini merupakan basis material dan sumber bagi terciptanya ikatan sosial dan solidaritas. Penilaian dan pemberian bobot pada model-model pendapatan perlu ditinjau kembali.

Spiritualitas Natal juga harus menisbikan posisi individu atau ego dalam masyarakat yang telah berdampak pada kebijakan yang menciptakan ketimpangan sosial dan kerusakan ekologis. Dalam masyarakat yang individualistis, bukan kelompok atau komunitas menghasilkan sesuatu, melainkan individu. Pandangan tentang prestasi tanpa batas dari individu mengabaikan sumber daya sosial yang menghidupi individu tersebut. Kreativitas dan terobosan alternatif di bidang politik, ekonomi, dan budaya sangat dibutuhkan guna melawan hegemoni individu.

Sebagai sebuah bangsa kita perlu memperkuat kesadaran kolektif, sebuah perasaan yang mewajibkan diri untuk bertanggung jawab terhadap satu sama lain sebagai warga negara. Kesadaran kolektif ini memperkukuh solidaritas yang membuat kita merasa berada ‘di atas perahu yang sama’ di tengah empasan gelombang kehidupan. Semoga pesan Natal mendorong kita untuk beralih dari agama individualistis-kapitalistik menuju spiritualitas pengosongan diri sebagai basis kehidupan bersama

Solidaritas sosial dapat diwujudnyatakan dalam tiga upaya berikut:

Pertama, setiap orang berusaha mengikis aneka tindakan yang dapat semakin memperkeruh suasana di masyarakat, antara lain dengan cara mengikis habis ujaran kebencian, berita bohong, intoleransi, dan aneka tindakan kekerasan.

Kedua, setiap orang berusaha saling bekerjasama dengan cara bermurah hati dan saling tolong menolong dalam menanggung beban sesama.

Ketiga, setiap orang berusaha membangun kerja sama dengan pemerintah dan semua pihak yang bekerja keras untuk menanggulangi problem masyarakat di sekitar kita. Kerja sama ini bisa dilakukan dengan melaksanakan kerja sama secara gotong royong. ***

Comment