Jagongan Syafaat: Bedah Buku “Mojowarno & Komunitas Multikultural”, Perkuat Kerukunan & Toleransi Beragama Lewat Diskusi Sejarah Di Bumi Majapahit!

Diskusi ini digelar di Pendopo Balai Desa Japanan, Mojowarno dan dihadiri sekitar 60 orang dari berbagai latar belakang

News, Ragam1112 Views

Victoriousnews.com,-Forum Diskusi bertajuk “JAGONGAN SYAFAAT“~Edisi Perdana digelar pada Sabtu malam minggu (2  Maret 2024 jam 19:00 Wib. Meskipun cuaca hujan rintik, tidak mengurangi semangat anak-anak muda desa Japanan beraktivitas dengan riang di Pendopo Balai desa Japanan, Kec. Mojowarno, Jombang. Mereka bersemangat mempersiapkan acara perdana Jagongan Syafaat.

Jagongan Syafaat adalah suatu bentuk forum diskusi yang muncul dari ide-ide para pemuda desa Japanan. Berawal dari perbincangan warung kopi Forum J-Fest (Japanan Festival), mereka membuat ruang diskusi bagi semua golongan, bersifat santai namun menyajikan ilmu-ilmu yang bermanfaat supaya bisa diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, ataupun bisa menjadi tambahan wawasan ilmu untuk pribadi masing- masing. Mereka memiliki slogan: “Yang utama dalam hidup ini ialah menjadikan kemampuan belajar sepanjang hayat, belajar kepada siapapun agar bisa tercapai keberlanjutan ekosistem hidup manusia yang lebih meningkat dan barokah” – Muhammad Fauzi Ramadhani.

Ki-Ka: Wiryo Widianto (Penulis sejarah/Ketua DPD Perwamki Jatim) Fandy Suhartanto (penulis buku Mojowarno & Multikultural), ibu Iman, pak Iman Wimbadi (pemerhati sejarah dan penulis), dan Gus Mansur (pelopor Mojag Bercakap kumpulan anak-anak muda berdiskusi dan berkarya)

Sungguh membanggakan. Jagongan Syafaat kali ini membahas buku “MOJOWARNO & KOMUNITAS MULTIKULTURAL TAHUN 1864-1931”, Karya Fendy Suhartanto, S.Pd. berkolaborasi dengan penulis dan pegiat Sejarah Wiryo Widianto dengan moderator mas Muhammad Rofiq selaku pegiat J-Fest.

Acara ini dibuka dengan menampilkan tari Remo ( tari pembuka khas Jombang) oleh putri-putri desa sendiri. Di luar dugaan tema diskusi ini ternyata menarik perhatian, para penulis sejarah baik dari lokal Jombang, Mojokerto maupun Surabaya. Selain itu para pegiat media, pelajar, mahasiswa, guru dan perangkat desapun ikut nimbrung.

Foto bersama seusai acara bedah buku

Jagongan informal ini ternyata asyik, gayeng membuat mereka betah menikmati meskipun duduk lesehan. Mereka saling sharing membincangkan rekam jejak leluhur dalam hidup saling mengerti, saling Kerjasama, saling menolong dan tanpa mengedepankan SARA. Penulis dan pakar sejarah dan budaya Jombang pak Dian Sukarno dan pak Iman Wimbadi dari Surabaya saling sharing hal literasi yang membuktikan bahwa Toleransi ini sudah ada sejak leluhur Jawa ini ada. Bahkan sebelum Kerajaan Majapahit ada yang terkenal dengan slogan Bhineka Tunggal Ika-nya. Maka bukan hal yang aneh jika buku yang dibedah hal Mojowarno pada saat itu dengan multikulturalnya tetap bisa membangun tanpa konflik horizontal. Penulis menjelaskan bahwa ada awal abad ke-20 daerah Mojowarno menjadi pusat komunitas Kristen terbesar di Jawa dan pada aspek sosial kehidupan masyarakat saat itu secara nyata memperlihatkan bahwa komunitas Kristen bisa hidup berdampingan dengan komunitas muslim dan kepercayaan lainnya. Mereka Bersama membangun fasilitas Kesehatan dan Pendidikan yang bisa dinikmati bersama. Pak Pramonohadi sebagai kepala desa Mojowangi yang kebetulan hadir ikut memperkuat penjelasan penulis hal kondisi desa yang dipimpinnya sejak tahun 2007 sampai hari ini benar-benar hidup rukun.

Indahnya kerukunan & toleransi yang dipupuk melalui forum diskusi

Mas Andhy dari penerbit Boengaketjil dan mas Mansur dari Mojag Café juga aktif bertanya apakah ada perbedaan antar kebijakan misionaris satu dan lainnya dalam berkarya di Jawa serta sumber tulisan. Mas Fendy menanggapi dengan tenang dan santai. Terlihat beberapa rekan media: Mas Hadiyanto (Penabur.id dan Wakil Ketua DPD PERWAMKI Jawa Timur), mas Lukius (Garda Jombang), mas Januar dan mas Fauzi secara seksama mengikuti dan sesekali menimpali pemapar materi.

Tidak terasa diskusi santai ini berakhir sd pukul 23.30 Wib dengan kesimpulan bagi para pemuda agar tidak takut berkarya, mencari dan menuliskan Sejarah desa-desanya, menemukan hal-hal baru yang bermanfaat, mendiskusikan dengan komunitas yang tepat dan mewartakan ke media untuk kepentingan masa depan. Wid