Victoriousnews.com— Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan keprihatinan dan kecaman keras atas tindakan intoleransi yang disertai kekerasan terhadap umat Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Peristiwa tragis yang terjadi pada Jumat, 27 Juni 2025, itu menambah catatan kelam pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, yang seharusnya dijamin oleh konstitusi.
Dalam kejadian tersebut, ratusan warga menyerbu secara paksa sebuah properti yang digunakan untuk kegiatan retreat dan pembinaan rohani umat Kristen. Tak hanya intimidasi verbal, massa juga merusak simbol keagamaan seperti salib, menghancurkan kaca-kaca jendela, dan menciptakan ketakutan massal yang membuat puluhan jemaat harus dievakuasi menggunakan kendaraan aparat yang turut menjadi sasaran amuk.
PGI menyebut peristiwa ini bukan sekadar bentuk intoleransi, melainkan aksi teror dan pelanggaran nyata terhadap hak asasi manusia dan konstitusi negara. Dalam pernyataan sikap resminya, PGI menegaskan bahwa tindakan perusakan rumah ibadah, apalagi disertai kekerasan, adalah kejahatan yang tidak bisa dibenarkan dalam bentuk apa pun, bahkan jika lokasi belum mengantongi izin formal sebagai tempat ibadah. “Tindakan kekerasan tersebut melanggar Pasal 28E dan 29 UUD 1945 serta Pasal 170 KUHP. Ini bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum yang sangat serius,” tegas Pdt. Darwin Darmawan, Sekretaris Umum PGI.
Lebih jauh, PGI juga menyoroti kelambanan dan ketidaktegasan aparat keamanan serta tokoh masyarakat setempat, yang sejak April 2025 telah mengetahui potensi gesekan antara warga dan pengelola properti tersebut. Namun, alih-alih mencegah atau memberi perlindungan, pihak berwenang justru gagal meredam situasi yang sudah diketahui akan berisiko tinggi.
Negara Dinilai Gagal Hadir
Menurut PGI, lemahnya respons pemerintah daerah dalam menangani dan mencegah kekerasan semacam ini mencerminkan kegagalan negara dalam menjamin perlindungan konstitusional warganya. Alih-alih menjadi penjaga kedamaian dan harmoni, negara justru terkesan abai ketika kelompok minoritas mendapatkan tekanan dan perlakuan tidak manusiawi.
PGI mendesak Pemerintah Kecamatan Cidahu, Pemkab Sukabumi, hingga Pemprov Jawa Barat untuk mengambil langkah tegas, menyelesaikan konflik secara bermartabat, dan memastikan peristiwa seperti ini tidak berulang. Solusi damai melalui dialog dan musyawarah yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dinilai sebagai cara yang paling manusiawi dan konstitusional.
Tak hanya itu, PGI juga meminta adanya pendampingan trauma healing bagi para korban, terutama anak-anak yang mengalami ketakutan dan guncangan mental akibat peristiwa tersebut. Dalam kasus seperti ini, pemulihan psikologis merupakan bagian penting dari keadilan restoratif.
Evaluasi PP Kerukunan Umat Beragama
Dalam pernyataannya, PGI juga menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera mengevaluasi Peraturan Pemerintah tentang Kerukunan Umat Beragama. PGI menilai regulasi ini masih terlalu lemah dan sering kali menjadi alat justifikasi untuk membatasi, bukan melindungi, hak warga dalam menjalankan ibadah.
“Kami berharap pemerintah menghadirkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada keadilan dan melindungi kebebasan beragama semua warga negara,” kata Sekum PGI melalui siaran Persnya.
Sebagai penutup, PGI menyerukan doa bersama bagi para korban, dan mengajak seluruh gereja di Indonesia untuk tetap menjadi garam dan terang, serta tidak membalas kekerasan dengan kebencian, melainkan tetap berdiri teguh dalam kasih dan perdamaian. SM