Jakarta, Victoriousnews.com— Setelah mengalami dualisme kepemimpinan yang panjang, Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) akhirnya menapaki jalan damai. Bukan melalui konflik, tapi lewat keberanian untuk berdamai dan kerendahan hati mengakui perbedaan, dua sinode kini lahir dari satu akar dan diakui sebagai anggota sah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Kabar bahagia ini disampaikan Ketua Majelis Tinggi Sinode GKSI versi rekonsiliasi, Willem Frans Ansanay, SH, M.Pd, di kantor Sinode GKSI, Jalan Kerja Bakti, Jakarta Timur, Senin (23/6/2025). Dalam nada syukur yang tulus, Frans menyebut keputusan ini sebagai buah dari keteguhan dan konsistensi PGI dalam memediasi konflik internal yang telah lama membayangi perjalanan sinode. “Kami bersyukur atas komitmen PGI yang sejak Sidang MPL 2023 di Malang terus membantu mencarikan formula damai. Saya sendiri sempat membawa masalah ini ke sidang komisi dan berdiskusi dengan Ketua Umum PGI saat itu, Pdt Gomar Gultom dan Sekum Pdt Jacky Manuputty,” ungkap Frans.
Tiga Opsi Menuju Damai, Satu Pilihan Bijak
Frans membeberkan bahwa proses penyelesaian konflik ditempuh melalui tiga opsi yang ia ajukan: rekonsiliasi penuh difasilitasi PGI; pembentukan sinode baru jika rekonsiliasi gagal; atau tetap berdiri sebagai dua sinode yang masing-masing diakui secara sah.
Pilihan terakhirlah yang akhirnya diambil, dan menjadi langkah paling bijaksana: dua sinode berdiri secara terpisah namun tetap dalam pelukan keluarga besar PGI. “Pada Sidang Raya PGI 2024 di Toraja, kami sepakat menandatangani pakta integritas. Isinya: dua sinode, dua nama, dua keanggotaan PGI,” terang Frans.
Nomor Urut Lama (64), Tapi Spirit Baru
Keputusan keanggotaan disahkan melalui proses undian yang digelar di kantor PGI, Grha Oikoumene, Salemba. Dalam suasana hening penuh harap, kedua pihak menyaksikan PGI menetapkan nomor keanggotaan baru. “Puji Tuhan, kami mendapatkan kembali nomor keanggotaan lama, yakni nomor 64 — yang sejak 1992 menjadi identitas resmi GKSI di PGI. Sementara saudara kami yang satu lagi mendapat nomor 105,” ujar Frans.
Ia tak lupa menyampaikan apresiasi mendalam kepada Pdt Gomar Gultom dan Pdt Jacky Manuputty atas ketulusan dan kesungguhan mereka dalam mendampingi proses rekonsiliasi ini. “Saya bangga dan bersyukur atas sikap Pak Gomar dan Pak Jacky. Semoga ke depan tidak ada lagi perpecahan di tubuh gereja Tuhan,” imbuhnya.
Meski kini menjadi dua sinode, proses penentuan nama masih berjalan. Frans menekankan bahwa walau akan ada perubahan dalam nama resmi, jati diri dan semangat pelayanan akan tetap terjaga.“Mungkin nama lengkapnya berubah sedikit, tapi kita tetap memakai singkatan GKSI. Identitas kita, semangat kita, tidak berubah,” tuturnya.
Damai yang Membawa Kesaksian
Apa yang terjadi pada GKSI bukan sekadar penyelesaian konflik organisasi. Ini adalah kesaksian bahwa di tengah perbedaan yang tajam sekalipun, gereja Tuhan tetap dipanggil untuk bersatu dalam kasih. Kini dua sinode berjalan berdampingan, bukan sebagai lawan, tetapi sebagai saudara yang berbeda jalan namun satu tujuan: melayani Tuhan dan umat-Nya.
Ini bukan akhir dari perjalanan. Ini adalah awal dari babak baru—babak yang ditulis bukan dengan tinta perpecahan, tetapi dengan kasih dan pengampunan. “Konflik tak selalu harus berakhir dengan luka. Kadang, damai lahir ketika kita cukup berani untuk berdamai,” pungkasnya. SM