Bogor, Victoriousnews.com – Beberapa sungai di Kabupaten Bogor, seperti Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas, Sungai Cileungsi, dan Sungai Bekasi, meluap pada awal Maret lalu, menyebabkan banjir besar di Jabodetabek. Ketinggian air mencapai delapan meter, melumpuhkan berbagai daerah. Peristiwa ini menjadi peringatan akan pentingnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih menyeluruh.
Sungai Cisadane, yang berhulu di Pegunungan Jawa Barat, juga mengalami kondisi kritis akibat terganggunya ekosistem hutan di sekitarnya. Dengan panjang sekitar 126 kilometer, Cisadane mengalir melewati daerah padat penduduk di Jabodetabek. Alih fungsi lahan dan degradasi ekosistem semakin memperburuk kondisinya. Dalam lima tahun terakhir, luas hutan di Jawa Barat telah menyusut dari 3,206 juta hektare menjadi 2,711 juta hektare, meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Proyek PAHALA: Inisiatif Pemulihan DAS Cisadane
Sebagai langkah mitigasi, Proyek PAHALA (Pangrango-Halimun-Salak) telah menggagas pendekatan berbasis lanskap dalam dua tahun terakhir untuk merestorasi DAS Cisadane secara berkelanjutan. Program ini merupakan hasil kolaborasi SNV dan Rekonvasi Bhumi bersama Pemerintah Kabupaten Bogor, dengan fokus pada penguatan kelembagaan, peningkatan sosial ekonomi masyarakat melalui pertanian regeneratif dan agroforestri, serta pengembangan akses pasar bagi komunitas lokal.
Gunawan Eko Movianto, M.M, Kepala Sub Direktorat Pertanian dan Pangan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, menekankan bahwa lebih dari 100 DAS di Indonesia masuk kategori kritis. Alih fungsi lahan dan praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan memperparah risiko banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
“Inisiatif PAHALA di DAS Cisadane Hulu membuktikan bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, dan sektor swasta adalah kunci menjaga keberlanjutan ekosistem. Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat kemitraan guna memperluas inisiatif ini,” ujar Gunawan dalam lokakarya bertajuk Menuju Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terintegrasi yang digelar di Kabupaten Bogor pada 13 Maret 2025.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bogor, Ir. Suryanto Putra, M.Si, menambahkan bahwa Proyek PAHALA telah memperkuat kerja sama dengan SNV untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memastikan keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang.
“Kita harus mengintegrasikan kegiatan ekonomi di kawasan hulu dengan keberlanjutan ekosistem agar tidak saling merusak, tetapi justru memberikan manfaat positif,” ujarnya.
Pelibatan Petani dalam Pemulihan DAS Cisadane
Rekonvasi Bhumi mendorong skema Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH) dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, LSM, dan masyarakat. Proyek ini memperkenalkan praktik agroforestri regeneratif dan meningkatkan kapasitas petani dalam bisnis berbasis komunitas.
Rudy Hartono dari Rekonvasi Bhumi menjelaskan bahwa kesadaran masyarakat terhadap konservasi lingkungan mulai meningkat. “Meskipun masih tahap awal, masyarakat mulai memahami pentingnya menjaga ekosistem, termasuk dalam konsep PJLH. Indikator perbaikan lingkungan mulai terlihat, salah satunya inisiatif warga dalam menjaga kebersihan sungai,” ujarnya.
Asep Maliki, perwakilan Kelompok Usaha Masyarakat, mengakui bahwa kondisi DAS Cisadane Hulu sebelumnya kurang terawat akibat lahan terdegradasi dan rendahnya kepedulian masyarakat. Namun, dengan hadirnya Proyek PAHALA, terjadi perubahan nyata.
“Dulu, penebangan pohon sering terjadi. Kini, masyarakat mendapat alternatif mata pencaharian yang lebih berkelanjutan, sehingga tekanan terhadap hutan berkurang. Penghijauan mulai dilakukan, dan kondisi lingkungan membaik,” ungkap Asep.
Dengan pengelolaan hulu DAS yang lebih baik, kualitas air pun meningkat. “Dulu banjir dan longsor menjadi ancaman. Sekarang, dengan edukasi dan keterlibatan warga, kita bisa ikut mencegah bencana,” tambahnya.
Manfaat Ekonomi bagi Petani
Dalam dua tahun terakhir, proyek ini telah menghimpun 600 petani dan 55 petani unggulan, mendistribusikan lebih dari 7.000 bibit, serta membangun empat hektare demplot pertanian regeneratif.
Empat komoditas unggulan—kopi, minyak atsiri, olahan pala, dan kompos organik—dihasilkan dari praktik agroforestri yang diterapkan dalam Proyek PAHALA. Asep dan kelompok taninya telah memproduksi sekitar 133 kg minyak atsiri pala hingga Februari 2025.
“Kami berencana membentuk koperasi agar lebih banyak masyarakat bisa terlibat,” ujarnya. Enam kelompok tani yang mengikuti program ini telah meraih keuntungan Rp 100 juta dan menciptakan lebih dari 40 lapangan kerja baru.
PAHALA menargetkan peningkatan pendapatan petani sebesar 10% hingga tahun 2030, peningkatan kapasitas lebih dari 1.000 petani, serta restorasi 500 hektare lahan dengan pertanian regeneratif dan agroforestri. Dari sisi lingkungan, proyek ini diharapkan meningkatkan infiltrasi air hingga 136 juta liter per tahun, menyerap karbon sebesar 770 ton CO2, serta memperkuat forum multipihak untuk konservasi air dan lahan.
“Konservasi lingkungan juga dapat membuka peluang ekonomi bagi petani dan komunitas lokal. Dengan kolaborasi dan tanggung jawab bersama, kita dapat mengelola DAS secara terintegrasi dan berkelanjutan,” tutup Rizki Pandu Permana, Country Director SNV. ***