Beberkan 4 Hal Yang Memberatkan, JPU Tuntut 4 Tahun Penjara Terdakwa Prof Dr.Marthen Napang Atas Dugaan Kasus Pemalsuan Dokumen MA

Hukum & HAM, News70 Views

JAKARTA,Victoriousnews.com,- Setelah melewati beberapa bulan persidangan kasus dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan dan pemalsuan dokumen MA dengan terdakwa Guru Besar Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Marthen Napang,SH.MH, akhirnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat tuntutan di hadapan Majelis Hakim di PN Jakarta Pusat, Senin, (6/1/25).

Dalam sidang terbuka tersebut, JPU Tri Yanti Merlyn Christin Pardede SH,MH dengan tegas membacakan poin-pon penting yang tertuang dalam surat tuntutan No: PDM-156 /M.1.10/07/2024. Hal itu berdasarkan Surat Penetapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat Nomor 465/Pid.Sus/2024/PN.JKT.PST tanggal 16 Juli 2024 dan Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa Nomor: B-481/ M.1.10/Eoh.2/07/2024 tanggal 17 Juli 2024. Dalam tuntutan yang dibacakan JPU menyatakan terdakwa Prof Marthen Napang  terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen MA yang merugikan korban Dr.John Palinggi.

Kronologi Kasus Bergulir

Kasus ini bermula sekitar bulan Mei 2017 terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, SH,MH bersama dengan saksi Anggia, SH mendatangi saksi John Palinggi di kantor PT Karsa Melindo Perkasa Semesta  di Graha Mandiri Lt. 25 Jalan Imam Bonjol No. 61 Jakarta Pusat. Tujuan terdakwa adalah meminta bantuan untuk diberikan fasilitas ruangan sebagai operasional kantor pengacara Mahamu Law Firm. Atas permintaan dari terdakwa tersebut kemudian disanggupi oleh saksi John Palinggi dengan memberikan ruangan tertutup untuk terdakwa dan satu ruangan terbuka untuk saksi Anggia serta diberikan fasilitas komputer untuk operasional kantor.

Selanjutnya, dalam pertemuan antara terdakwa dengan saksi John Palinggi, terungkap bahwa terdakwa mengaku sebagai pengacara yang memiliki akses kuat ke Mahkamah Agung RI dan sukses dalam mengurus puluhan Putusan Peninjauan Kembali (PK). Bahkan untuk meyakinkan saksi John Palinggi, terdakwa menunjukkan fotocopy putusan PK dari Mahkamah Agung RI sebanyak 12 (dua belas) lembar dan 4 (empat) putusan PK diserahkan oleh terdakwa kepada saksi John Palinggi. Pada saat itu saksi John Palinggi pun percaya dan meminta bantuan untuk mengurus PK atas nama Aky Setiawan. Singkat cerita, saksi John  Palinggi menerima kiriman email dari terdakwa terkait perkara dan putusannya kabul oleh MA.  Namun setelah ditelusuri ternyata pihak MA menyatakan tidak pernah mengeluarkan putusan seperti itu. Dan sebenarnya perkara PK  Aky  Setiawan telah ditolak MA. Akibat perbuatan tersebut, saksi John Palinggi mengalami kerugian sebesar 950 juta rupiah.

Terbukti Secara Sah & Meyakinkan

Dalam surat tuntutannya JPU menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP tentang pemalsuan dokumen, yang berisi “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”. Sesuai dengan KUHP, sanksi yang dikenakan untuk pemalsuan dokumen dalam Pasal 263 KUHP adalah selama-lamanya 6 (enam) tahun.

JPU Merlyn Pardede  menyebutkan, dalam perkara tersebut, saksi John Palinggi telah mengalami kerugian sebesar 950 juta rupiah. JPU kemudian me-review bahwa selama persidangan terdakwa terus membantah dari segala dakwaan, padahal bukti dan fakta sangat terang benderang. Termasuk bukti email terdakwa yang digunakan untuk mengirimkan salinan putusan kasasi yang dikabulkan MA atas nama Aky Setiawan ternyata palsu.  “Kerugian yang dialami saksi Dr John Palinggi adalah total 950 juta. Hal itu dilakukan melalui transfer ke-3 rekening atas nama Elsa Novita, Suaeb, dan Syadudin yang dilakukan Dr. John Palinggi atas petunjuk dari terdakwa. Termasuk juga uang sebesar 100 juta  yang diterima secara tunai ketika datang  ke kantor saksi  Dr. John Palinggi di Graha Mandiri lantai 25 Jakarta Pusat,” beber JPU.

  Lanjut JPU, dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. “Oleh karena dakwaan keempat melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP telah terpenuhi dan terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, maka dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 263 Ayat (2) KUHP, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana penjara,” ujar JPU dalam surat tuntutannya dengan melampirkan berkas dokumen dan bukti yang kuat.

Jaksa Merlyn memaparkan, akibat perbuatan terdakwa Prof Marthen Napang yang kini telah berusia 67 tahun tersebut, ada 4 hal yang memberatkan, yakni: Pertama, Terdakwa merupakan dosen pada fakultas hukum yang seharusnya memberikan contoh bagi Masyarakat. Kedua,  Perbuatan terdakwa dapat merusak citra Mahkamah Agung dengan penyalahgunaan putusan yang tidak sesuai dengan putusan sebenarnya. Ketiga, Terdakwa berbelit belit dalam persidangan. Keempat, Perbuatan terdakwa telah merugikan saksi korban DR John Palinggi. “Hal yang meringankan adalah terdakwa telah berusia lanjut,” tukas JPU.

 Menuntut 4 Tahun Penjara

Dalam kesimpulan akhirnya, JPU menyampaikan 3 poin kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni; Pertama, Menyatakan terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, SH.MH bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan surat” melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP sebagaimana dalam dakwaan. Kedua, Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, SH.MH penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani. Ketiga, Menyatakan agar terdakwa segera dilakukan penahanan Rutan.

Setelah JPU membacakan tuntutan, kemudian Hakim Ketua Buyung Dwikora bertanya kepada kuasa hukum terdakwa untuk menyampaikan pledoi tanggapan atas tuntutan tersebut. “Jadi kapan bisa memberikan tanggapan atas tuntutan Jaksa?,” tanya Majelis Hakim kepada kuasa hukum terdakwa. Kuasa hukum terdakwa kemudian menjawab dan meminta waktu selama 2 minggu untuk mempersiapkan berkas jawaban pembelaan. “Yang mulia Hakim, kami meminta waktu 2 minggu untuk mempersiapkan jawaban tersebut,”  ujar kuasa hukum terdakwa.

Diakhir persidangan disepakati bersama, sidang dilanjutkan pada hari Rabu, 22 Januari 2025 dengan agenda mendengarkan jawaban pembelaan terdakwa atas tuntutan pidana yang dijatuhkan JPU. SM