Pengacara Spesialis KPK, RM Tito Hananta Kusuma,SH.,MM: Solusi Berantas Korupsi Adalah Pencegahan, Penanganan & Pemasyarakatan

Hukum & HAM, News81 Views

 

Victoriousnews.com,-Meski Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) telah mengatur ancaman hukuman penjara bagi koruptor, ternyata sampai saat ini belum membuat efek jera. Bahkan perilaku korupsi seolah menjadi budaya yang sulit diberantas, semakin meraja lela sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang merugikan keuangan negara..

 Menyoroti mengenai kasus korupsi tersebut, Pengacara spesialis KPK, RM Tito Hananta Kusuma,SH.,MM  menjelaskan dengan gamblang dari sudut pandang hukum. “Yang menarik di dalam persoalan korupsi, UU Tipikor yang berlaku ternyata belum membuat definisi apa itu korupsi. Karena di dalam Undang-Undang hanya dijelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana korupsi dan sanksi hukumannya. Tetapi di berbagai tulisan, korupsi diartikan sebagai tindak pidana atau kejahatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Dimana ada kerugian negara dan ada unsur penyuapan,’ ujar Tito.

 Menurut Tito, korupsi itu terdiri 2 jenis. Jenis yang pertama, adalah korupsi kerugian negara. Hal ini diatur di dalam pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang berlaku. “Pada intinya, pasal 2 mengatur tentang kesengajaan, dan pasal 3 mengatur tentang kelalaian. Unsur-unsurnya adalah adanya perbuatan melawan hukum. Melawan hukum artinya melawan peraturan pemerintah. Kemudian ada kerugian negara dan ada pihak yang diperkaya dan diuntungkan.Jadi 4 unsur itulah yang diatur dalam pasal 2 dan 3 tentang kerugian negara,’ ulasnya.

Lanjut Tito Hananta, jenis korupsi yang kedua adalah korupsi tentang penyuapan, diatur di dalanm pasal 5, pasal 12, 13 dan seterusnya. “Penyuapan ini terjadi ketika ada pihak swasta dan pemerintah juga yang memberikan uang kepada pejabat negara.Inilah yang disebut dengan pasal penyuapan,” tukasnya.

Lebih mendalam lagi, Tito mengelaborasi, bahwa korupsi jenis pertama yang diatur di dalam pasal 2 dan 3, memiliki sanksi hukum yang berat. “Pasal 2 mengatur ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara sampai seumur hidup. Kemudian pasal 3 mengatur ancaman pidana dari minimal 1 tahun sampai dengan seumur hidup. Jadi keduanya sama-sama berat. Inilah yang diatur di dalam pasal 2 dan 3 tentang kejahatan kerugian negara. Dimana ada transaksi antara pihak swasta dengan pemerintah yang ternyata menimbulkan kerugian negara. Dan kerugian negara ini harus dihitung oleh lembaga auditor yang sah, yaitu biasanya BPK, Badan Pengawas Keuangan dan BPKP Badan Pengawas Keuangan & Pembangunan,” kata Tito serius.

Lalu apa sanksi hukum dari pasal penyuapan?Menurut Tito,  sanksi hukum pasal penyuapan diatur dalam pasal 5, 6, 11,12 dan 13. Dibedakan disini antara sanksi hukuman dari pihak pemberi yaitu minimal 1 tahun hingga maksimal 5 tahun. Tetapi bagi penerima suap, sanksi hukumannya lebih berat,karena penerima suap adalah pegawai/pejabat negara. Dimana sanksi hukuman minimalnya adalah 4 tahun sampai dengan seumur hidup. Inilah yang terjadi di dalam UU kita,” paparnya.

Kedepan, kata Tito,  tentu harus dipikirkan bahwa sanksi hukum pemberi dan penerima suap harusnya tidak terlalu jauh perbedaannya. Karena kedua-duanya, pemberi dan penerima suap sama-sama melakukan secara bersama-sama. Sehingga tidak adil kalau sanksi hukumannya berbeda jauh.

Bagaimana solusi dalam memberantas perilaku korupsi? “Berbicara solusi tentang korupsi, saya memiliki organisasi bersama puluhan teman-teman pengacara seIndonesia yang bernama KPKKu atau Korp Pengacara Korupsi. Di dalam KPKKu, kami telah merumuskan ada 3 solusi untuk menangani korupsi. Pertama, pencegahan. Kedua, penanganan dan Ketiga, Pemasyarakatan,” ungkap Tito

Masih kata Tito, saat ini bagaimana kita mencegah korupsi? Tentu kita harus lihat jenisnya dulu, yaitu jika korupsi yang mengakibatkan kerugian negara, maka harus diterapkan manajemen resiko. Yaitu cara untuk mencegah terjadinya kerugian negara dalam hal ini korupsi. “Pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisian bisa proaktif untuk melakukan pencegahan korupsi. Misalnya, melakukan audit sebelum satu transaksi atau satu tender dilakukan. Jadi ada audit dimana pihak penyidik, pihak penyelidik melakukan audit terlebih dahulu sebelum satu kontrak pemerintah ditandatangani. Sehingga, tidak membiarkan terjadinya korupsi yang dari awal kita sudah mendeteksi adanya potensi kejahatan dan kerugian negara,” tuturnya.

Untuk korupsi jenis yang kedua, ungkap Tito, yaitu korupsi penyuapan, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Salah satunya adalah membatasi jangka waktu perizinan. Dimana secara umum, perizinan di negara kita sangat panjang dan bertele-tele. “Saya usulkan perizinan itu maksimal satu bulan.Jadi hari ini permohonan dimasukkan,sebulan kemudian ada keputusan apakah permohonan itu diterima atau ditolak. Dengan adanya jangka waktu yang pasti, maka orang ada kepastian hukum. Sehingga orang tidak perlu melakukan penyuapan.

Lalu bagaimana. cara melakukan penanganan tindak pidana korupsi.? Tentu disini dibutuhkan advokat-advokat atau pengacara pengacara yang memahami dengan baik tentang tindak pidana korupsi. “Survey organisasi saya membuktikan bahwa pengacara yang memahami soal korupsi tidak lebih 20 persen dari total pengacara di  Indonesia . Oleh karena itu rekan-rekan pengacara saya undang untuk bergabung di dalam organisasi kami, di website kami pengacarakorupsi.com. Kita bisa sharing bagaimana pengacara menangani tindak pidana korupsi.karena korupsi adalah jenis kejahatan yang unik, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman  di dalam menanganinya. Karena persoalan korupsi, adalah persoalan yang pelik di dalam praktek persidangan sangat banyak variasi dan dinamikanya. Oleh karena itu, kasus korupsi harus ditangani oleh pengacara-pengacara yang profesional,” ujarnya.

Solusi yang ketiga adalah pemasyarakatan. Artinya, seorang terpidana korupsi sudah disidangkan kemudian dihukum. Nah ketika dihukum, menjadi terpidana harus masuk Lembaga Pemasyarakatan. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu, dia melalui proses yang dipimpin oleh Kemenkumham, Dirjen Pemasyarakatan dimana seorang narapidana menjalani kehidupan di penjara sekian tahun. Kemudian nantinya dibebaskan. “Persoalannya adalah kita juga harus adil melihat. Dari pengalaman saya, pelaku tindak pidana korupsi ini kebanyakan sangat menyesal. Kemudian mengganti kerugian negara, membayar biaya putusan bermilyar-milyar. Kita juga harus adil, uang ganti rugi mereka ini yang kemudian masuk ke APBN, apakah ada jaminan uang itu tidak dikorupsi lagi oleh pelaku pelaku yang lain? Untuk itu, saya menghimbau kita semua duduk bersama, mulai dari pemerintah, DPR, Pengacara, LSM, Kampus-Kampus, untuk merumuskan bagaimana mekanisme pemasyarakatan yang baik dan juga adil bagi narapidana korupsi,”tegasnya.

Dalam mengatasi korupsi Tito selalu berpedoman dengan pepatah lama yang mengatakan “kejahatan itu terjadi karena adanya niat dan kesempatan”. Niat ada pada orangnya. Kesempatan ada pada sistemnya. Yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki keduanya. Persoalan niat, kita serahkan kepada pejabat kita untuk menata dan menjalankan fungsinya dengan baik. Yang kedua adalah soal kesempatan. Adanya kesempatan ini berbicara soal sistem dan peraturan. Organisasi saya meneliti, banyak peraturan di Indonesia, terutama di Propinsi Propinsi yang masih memberikan celah-celah kepada oknum-oknum untuk melakukan kejahatan.

“Saran saya kita lakukan audit hukum kepada semua peraturan itu. Kita tutup celah-celah permainan. Celah-celah yang memungkinkan orang-orang bermain korupsi. Dalam kesempatan ini saya mengundang kepada advokat-advokat,  rekan-rekan pengacara di seluruh Indonesia untuk bergabung di dalam organisasi kami, pengacara korupsi.com. bukalah website kami. Mari kita sesama rekan-rekan advokat bekerjasama untuk saling meningkatkan diri mengatasi masalah korupsi,” pungkasnya.

Sekilas Profil RM Tito Hananta Kusuma

Tito Hananta Kusuma ketika menjadi Narsum soal Korupsi di Metro TV beberapa waktu lalu

Riwayat pendidikan RM Tito Hananta Kusuma, SH, MM ternyata  mentereng. Ia meraih gelar Sarjana Hukum (S.H) dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada Tahun 1999 sebagai lulusan terbaik.

Pada tahun 1999. Tito memulai karirnya di firma hukum terkemuka Hadiputranto, Hadinoto & Partners (HHP) lalu melanjutkan karirnya hingga menjadi  Partner pada tahun 1999 – 2011 di firma hukum terkemuka spesialis litigasi, Amir Syamsuddin & Pradjoto.

“Ketika magang di kantor Hadiputranto Hadinoto & Partner (HHP), saya dimentor langsung oleh Ibu Tuti Hadiputranto SH.LLM yang juga guru saya yang mengajarkan basic sekali tentang seorang pengacara perusahaan,” ungkap Tito yang juga berprofesi sebagai Dosen ini.

Kiprahnya sebagai Pengacara semakin menyala setelah memperoleh Gelar Master dalam bidang manajemen (MM) pada tahun 2004 dari Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dengan penghargaan sebagai lulusan terbaik. “Setelah saya lulus menjadi Sarjana, kemudian bergabung di kantor pengacara senior yaitu Bapak Amir Syamsudin dan Pradjoto.

Bapak Amir Syamsuddin adalah mantan Menteri Hukum dan HAM yang terkenal sebagai pengacara yang jago di persidangan. Kemudian Bapak Pradjoto adalah pakar hukum perbankan sekarang Komisaris Utama Bank BNI, ahli perbankan nomor satu. Saya belajar hukum perbankan dari Pak Pradjoto. Saya juga mendapat beasiswa S2 UGM (MM) dari Bapak Pradjoto,” tukasnya.

Tito juga menjadi anggota PERADI dan juga terdaftar sebagai Anggota Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKHPM), Mediator Penyelesaian Konflik, Kurator, Certified Professional Human Resources (CPHR), Certified Behavior Analysis (CBA) serta menjadi Dosen di Universitas Bina Nusantara (BINUS), Mercu Buana, PPM Manajemen dan Kalbe Institute.

 “Karena tuntutan profesi sebagai pengacara maka saya memiliki 4 Izin, pertama izin Advokat, Izin Kurator Kepailitan, Izin konsultan hukum pasar modal, dan Izin Mediator. Sebagai kurator,  saya juga memahami hukum kepailitan dan pernah mendapatkan kepercayaan dari beberapa perusahaan asing seperti FEDEX, TNT, GEODIS, ATRADIUS dan lain sebagainya.  SM