Hakim Tegur Prof Marthen Napang Terdakwa Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen MA, Karena Baca Pledoi Berulang-Ulang! 

banner 468x60

JAKARTA,Victoriousnews.com,- Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Buyung Dwikora menegur Prof Dr.Marthen Napang, SH,.MH terdakwa kasus dugaan pemalsuan dokumen MA, karena membaca nota pembelaan (pledoi) yang diulang-ulang dan terlalu panjang. “Masih panjang ya? Tolong jangan diulang-ulang ya. Dan poin-poinnya saja yang dibaca,’ kata Majelis Hakim menegur terdakwa dalam sidang lanjutan perkara nomor 465/Pid.Sus/2024/PN.JKT.PST,Rabu (22/1/25). 

Nota pembelaan tersebut merupakan jawaban terdakwa, setelah dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU)  menuntut Marthen dengan hukuman 4 tahun penjara (dikurangi masa tahanan), dinyatakan secara sah dan meyakinkan  melanggar Pasal 263 KUHP. “Saya mohon yang mulia Majelis Hakim, yang mengadili dan memeriksa perkara ini berkenan membebaskan terdakwa karena tidak terbukti  secara sah melakukan tindak pidana pemalsuan surat melanggar pasal 263 sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan hukum JPU. Serta memulihkan nama baik terdakwa, hak-hak dan martabatnya,” ujar terdakwa Marthen memohon kepada Majelis Hakim serta menolak secara keseluruhan dakwaan yang diajukan JPU.

  Dalam pledoinya, terdakwa Marthen yang juga Guru Besar Unhas membantah dakwaan JPU dan berkelit tidak pernah berhubungan dengan pelapor John Palinggi terkait pengurusan surat putusan MA yang diduga palsu. Padahal JPU memiliki bukti kuat dan beberkan fakta dalam persidangan sebelumnya.

 Begitu pula dakwaan terkait kepemilikan alamat email. Lagi-lagi dalam pledoinya, terdakwa tidak mengakui alamat email yang digunakan untuk mengirim putusan palsu MA ke alamat email pelapor Dr.John Palinggi. Tetapi setelah ditelusuri melalui sejumlah  data dan  uji forensik, terbukti bahwa  alamat email tersebut tercantum  di berbagai tulisan  jurnal dan buku. Tetap saja terdakwa tidak mau mengakuinya, dan berkata bahwa emailnya diretas orang. Bahkan sederetan dakwaan lain pun dibantah dalam pledoinya.

Senada dengan nota pembelaan yang dibacakan Marthen Napang, tim kuasa hukum terdakwa juga  menolak tuntutan JPU karena dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Yang mulia Majelis hakim, melalui nota pembelaaan ini, tim kuasa hukum memohon agar terdakwa Prof Marthen Napang dibebaskan dari segala dakwaan. Kami juga memohon, dapat merehabilitasi nama baiknya,“ujar tim kuasa hukum terdakwa dalam pledoi membela kliennya.

Kasus “Laporan Palsu” di PN Makassar Berbeda dengan “Pemalsuan Surat” di PN Jakpus

Selain bantahan dan penolakan atas dakwaan JPU, dalam nota pembelaannya, terdakwa Marthen Napang juga mencoba untuk mengelabui Hakim, yakni menyamakan kasus yang dihadapinya dengan perkara yang telah diputus di Pengadilan Negeri Makassar.  Padahal perkara di PN Makassar itu adalah laporan palsu (pasal 220 KUHP) sedangkan di PN Jakarta Pusat adalah terkait pemalsuan dokumen (pasal 263 KUHP).

 Sekedar informasi, bahwa putusan perkara di PN Makasar pada bulan Maret 2024, Marthen Napang  divonis 6 bulan penjara. Tak puas dengan putusan tersebut, Marthen melakukan banding di PT Makassar dan ajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Hingga akhirnya, PK Marthen. dikabulkan dan dinyatakan bebas pada Oktober 2024. Dengan dasar itulah Marthen Napang mencoba memohon kepada Hakim PN Jakarta Pusat agar  membebaskannya dari segala dakwaan.

 Seusai sidang, Muhamad Iqbal selaku kuasa hukum pelapor, Dr.John Palinggi menilai terdakwa telah melenceng dari nota pembelaannya, karena menyamakan perkara yang dihadapinya dengan perkara yang telah diputus di PN Makassar. “Perkara  di PN Makassar itu berbeda dengan perkara di PN Jakarta Pusat. Kalau di Makassar itu kasus laporan palsu (Pasal 220 KUHP). Sedangkan perkara di PN Jakarta Pusat itu tentang pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP). Dan kedua perkara tersebut tidak saling berkaitan. Vonis 6 bulan penjara yang dijatuhkan kepada Marthen di PN Makassar adalah laporan palsu terhadap korban pelapor John Palinggi,” tukas Iqbal.

Diakhir persidangan, Majelis Hakim bertanya kepada JPU terkait kesiapannya untuk memberikan jawaban (replik) atas pledoi terdakwa. “Kami minta waktu 2 Minggu yang mulia,” ujar JPU Tri Yanti Merlyn Pardede.

Kemudian Majelis Hakim, JPU dan kuasa hukum terdakwa menyepakati bahwa persidangan kembali digelar dengan agenda Replik pada hari Rabu 5 Februari 2025 di PN Jakarta Pusat. Akankah JPU tetap menjatuhkan tuntutan 4 tahun penjara atau ada perubahan? Kita ikuti sidangnya 2 Minggu lagi. SM

banner 300x250

Related posts

banner 468x60