Jakarta,Victoriousnews.com–Polda Metro Jaya tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana penggelapan dana (Pasal 374 KUHP) dalam jabatan yang diduga dilakukan oleh pimpinan sinode gereja beraliran Pentakosta, yakni Pdt. JW dan Pdt. BL. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan yang diajukan oleh Pdt. JM.
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor B/923//RES.1.11./2025/Ditreskrimum tertanggal 21 Februari 2025, dugaan penggelapan ini terjadi dalam periode September 2022 hingga Februari 2023. Peristiwa ini diduga berlangsung di Majelis Pusat Sinode yang berlokasi di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dalam proses penyelidikan, penyidik Polda Metro Jaya telah melayangkan surat panggilan kepada Pdt. JW dan Pdt. BL untuk hadir pada Kamis, 20 Maret 2025 guna dimintai klarifikasi terkait laporan tersebut. Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan tanpa memberikan alasan yang jelas.
Wartawan yang mencoba mengonfirmasi ke bagian informasi Ditreskrimum Polda Metro Jaya juga mendapatkan jawaban bahwa kedua pimpinan tersebut belum menghadiri panggilan penyidik.
Dana Iuran Wajib Diduga Disalahgunakan
Dalam keterangannya melalui aplikasi perpesanan, Pdt. JM menjelaskan bahwa dana yang diduga digelapkan berasal dari Iuran Wajib para pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). “Sumber dana ini adalah iuran wajib bulanan dari sekitar 10.000 pendeta GPdI di seluruh Indonesia, sebesar 10% dari pendapatan mereka,” ungkap Pdt JM yang juga sebagai Staf Ahli, salah satu Direktur di Institusi Penegak Hukum RI).
Menurutnya, permasalahan utama bukan sekadar jumlah dana yang diselewengkan, tetapi nilai moral dari tindakan yang dilakukan oleh petinggi sinode. “Dalam konstitusi GPdI, ada aturan yang mengharuskan setiap pendeta membayar iuran ini. Jika tidak, mereka akan dikenai sanksi organisasi,” jelas Pdt JM.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk kepentingan organisasi, pembangunan gereja di daerah, serta kesejahteraan para pendeta dan keluarganya yang masih dalam tahap perintisan. Namun, dalam laporan keuangan Majelis Pusat GPdI untuk periode September 2022 – Februari 2023, ditemukan pengeluaran yang dianggap menyalahi aturan organisasi.
“Di halaman 46 buku laporan tersebut, terdapat enam kali pengeluaran ke sebuah lembaga penegak hukum negara, dan dua kali di antaranya diserahkan langsung oleh Sekretaris Umum MP GPdI serta Ketum MP GPdI,” ungkap Pdt. JM, yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Komisi Daerah Majelis Daerah GPdI periode 2007 – 2012.
Selain itu, ia juga menemukan adanya pengeluaran dalam jumlah besar untuk membayar pengacara. Padahal, konstitusi GPdI melarang membawa masalah internal gereja ke ranah hukum. “Ini jelas bertentangan dengan AD/ART GPdI 2012, Pasal 31 Ayat 10,” ujarnya.
Pdt. JW & Pdt. BL Mangkir dari Panggilan Polisi
Pdt. JM mengungkapkan bahwa ia telah melaporkan dugaan penyimpangan ini ke Polda Metro Jaya sejak 6 November 2023, setelah melihat laporan keuangan tersebut. Ia juga menyayangkan ketidakhadiran Pdt. JW dan Pdt. BL dalam panggilan penyidik.
“Sebagai pemimpin gereja, seharusnya mereka menghormati hukum dan memberikan contoh yang baik bagi jemaat. Dengan tidak menghadiri panggilan kepolisian, mereka justru menghambat proses hukum yang sedang berjalan,” tegas JM yang pernah jadi biro MD 2017 -2022
Ia pun menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. “Saya hanya bertugas melaporkan. Mengenai langkah selanjutnya, biarlah pihak kepolisian yang menentukan. Saya percaya bahwa di negara ini, semua orang sama di hadapan hukum,” pungkasnya.
Hingga saat ini, baik Pdt. JW maupun Pdt. BL belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan tersebut. Sementara itu, pihak kepolisian terus mengumpulkan bukti dan keterangan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. SM