Jakarta,Victoriousnews.com– Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis pidana 3 tahun penjara terhadap Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar, Prof. Dr. Marthen Napang, S.H., M.H., dalam perkara pidana penipuan, penggelapan, dan pemalsuan dokumen Mahkamah Agung. Putusan ini tercantum dalam amar putusan nomor 66/PID/2025/PT/DKI dan dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung.

Majelis hakim tingkat banding menyatakan pria kelahiran Makassar, 12 Maret 1957 (67 tahun), tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama. Vonis ini sekaligus memperberat hukuman sebelumnya yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Maret 2025, yakni pidana penjara selama 1 tahun. “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Prof. Dr. MARTHEN NAPANG, S.H., M.H. dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun,” demikian bunyi salah satu poin amar putusan.
Apresiasi Putusan PT DKI Sejalan Dengan Rasa Keadilan
Muhamad Iqbal, kuasa hukum korban John Palinggi, menyampaikan apresiasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Menurutnya, vonis 3 tahun penjara ini sejalan dengan rasa keadilan.
“Sebagai kuasa hukum dan mewakili korban, kami mengapresiasi putusan tersebut. Majelis hakim telah menjatuhkan sanksi pidana yang setimpal dengan perbuatan terdakwa,” ujar Iqbal melalui pesan WhatsApp.
Iqbal juga menyayangkan latar belakang hukum terdakwa yang seharusnya menjadi teladan. “Terdakwa ini seorang akademisi hukum, seharusnya menjadi suri teladan yang baik kepada murid-muridnya, tapi justru melanggar hukum,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, vonis ringan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Maret 2025, dinilai mencederai rasa keadilan. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Buyung Dwikora hanya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara dengan mempertimbangkan usia lanjut terdakwa. Padahal, terdakwa Marthen Napang didakwa melanggar tiga pasal dalam KUHP, yakni Pasal 378 (penipuan), Pasal 372 (penggelapan), dan Pasal 263 (pemalsuan dokumen).
Vonis ringan ini sempat menuai kritik tajam karena dinilai tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang digaungkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Beberapa kalangan bahkan mencurigai adanya upaya pelemahan hukum oleh oknum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. SM