Tata Gereja Diamandemen, Pemilihan Ketum Sinode GBI Periode Mendatang Sepakat Diberlakukan Sistem Perwakilan

Nasional, News, Religi1579 Views

Jakarta,Victoriousnews.com,-Masa bakti kepengurusan Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia (BPP GBI) adalah 4 tahun. Ini berarti sejak terpilih sebagai Ketua Umum BPP GBI dalam persidangan sinode GBI XVI di Sentul International Convention Center (SICC), Sentul-Bogor tahun 2019 lalu, kepengurusan Pdt. Dr.Rubin Adi Abraham beserta jajarannya akan berakhir pada tahun depan (2023). Namun mekanisme pemilihan Ketum Sinode yang semula memakai sistem “one man one vote”, dalam persidangan sinode mendatang akan memberlakukan sistem perwakilan. “Perubahan mekanisme pemilihan ketum sinode sebenarnya adalah wacana lama. Dan wacana ini sudah disampaikan dalam draf tata gereja yang semestinya disahkan dalam sidang sinode tahun 2019. Tetapi ternyata saat itu sempat deadlock. Karena dalam sidang sinode itu belum dapat diterima. Sehingga kita harus kembali menggunakan tata gereja lama yaitu tahun 2014. Salah satu yang belum diterima adalah soal tata cara pemilihan ketua umum yang selama ini menggunakan one man one vote. Dan sekarang digunakan sistem perwakilan,” ujar Pdt.Dr.Rubin Adi Abraham didampingi oleh Pdt.dr.Yosafat Mesakh dalam konferensi Pers dengan wartawan yang tergabung dalam wadah Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki), di Graha Bethel, Rabu,26/1/22 siang.

Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, M.Th, MA (Ketum BPP Sinode GBI)

Pdt. Rubin menjelaskan secara detail proses amandemen tata gereja khususnya pasal 58 tentang proses pemilihan ketua umum. “Karena dalam sidang sinode 2019 yang lalu tidak berhasil disahkan,  maka saya sebagai ketua terpilih meminta waktu satu tahun agar BPH (Badan Pengurus Harian) yang sekarang diganti menjadi Badan Pengurus Pusat (BPP) untuk mensosialisikan apa saja butir yang akan dirubah. Tata gereja perubahan itu kemudian disosialisasikan ke seluruh sidang Majelis Daerah (pejabat GBI, Pdt, Pdm, Pdp) di seluruh Indonesia dan luar negeri. Dan ternyata hasil sosialisasi itu ada 90 persen lebih hamba-hamba Tuhan yang setuju. Nah, karena hasilnya di atas 90 persen setuju, kemudian dibawa ke sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL). MPL ini adalah satu badan di bawah sinode yang merupakan perwakilan dari seluruh dunia. Sidang sinode 2019 juga memberikan mandat agar dalam sidang MPL membuat keputusan yang mengikat dan tidak bisa diganggu gugat. Setelah mendapatkan mandat penuh dari sidang sinode, maka sidang MPL bulan Agustus 2021, walaupun ada beda pendapat yang cukup panjang, akhirnya bisa disepakati bahwa GBI dalam pemilihan Ketum akan menggunakan sistem perwakilan. Dan yang memilih itu kira-kira 150 orang yang terdiri dari pemimpin inti, yakni: BPP, BPD, dan juga pendeta perwakilan daerah di seluruh Indonesia dan luar negeri. Hal ini dimaksudkan agar tidak kisruh dalam pemilihan, serta alasan dana dan tempat,” ungkap Rubin sembari mengulas sejarah singkat GBI pertama kali didirikan pada 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat yang saat itu berkumpul 129 pendeta atau hamba Tuhan, tetapi yang memiliki hak pilih tidak sampai 100 orang.

 

 

 

 

Ki-ka: Pdt. Suratinoyo (salah satu pembina Perwamki), Pdt dr. Yosafat Mesakh, M.Th (Sekum BPP GBI) dan Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham (Ketum BPP GBI) ketika konferensi pers dengan wartawan Perwamki di Graha Bethel (Rabu,26/1/22)

Baca Juga: Pdt.Dr.Rubin Adi Abraham (Ketum BPP GBI): Di Bidang Sosial, GBI Punya TAGANA Yang Siap Diterjunkan Ketika Terjadi Bencana

Lebih lanjut, Pdt. Rubin mengatakan, bahwa saat ini jumlah pejabat GBI sudah mencapai 17 ribu lebih yang tersebar di seluruh Indonesia dan luar negeri. “Kalau ada pertemuan pun kita sudah membatasi memakai sistem perwakilan. Misalnya, sidang sinode raya itu hanya boleh dihadiri oleh Pendeta penuh (Pdt) dan gembala sidang. Yang lain-lain itu tidak disarankan hadir misalnya seperti Pdm, Pdp yang tidak menggembalakan. Alasannya adalah masalah tempat, biaya dan sebagainya. Jadi mereka kumpulnya dimana? Ya didaerah masing-masing. Misalnya, Jawa Barat, DKI Jakarta dan lain sebagainya bisa berkumpul. Tetapi sekarang sudah ribuan juga di daerah, maka digilir setahun sekali. Sidang MD khusus untuk gembala atau namanya SMD khusus dan SMD umum untuk seluruh pejabat GBI. Itu sekali lagi pembatasan itu karena masalah biaya dan tempat. Dalam pertemuan terakhir dalam sidang sinode yang hadir 4 ribu lebih, dan mayoritas boleh bicara itu bisa memicu kisruh. Jadi dasar itulah yang menyebabkan adanya pergeseran yang sama sekali tidak memberangus hak-hak yang ada. Dan kalau di daerah bisa menyalurkan melalui sidang majelis daerahnya masing-masing,” tandas Rubin sembari mencontohkan anggota NU yang jumlahnya 40 juta jiwa yang memiliki hak memilih ketua hanya 500an lebih. SM

Comment