ANTARA SEMAR MBANGUN KAHYANGAN DAN SEMAR MBOYONG

News, Opini997 Views

 

Victoriousnews.com,-Antara Komplek Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) dan Komplek Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI terpaut jarak sekitar 18-20 kilometer. Ju’mat, 25 Agustus 2023 pukul 20.00 WIB hingga Sabtu, 26 Agustus 2023 pukul 04.00 WIB, kedua lembaga pemerintah ini menyajikan hiburan yang sama, yaitu pagelaran wayang kulit.

Dari pelataran Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9 (Jakarta Pusat), Yang Mulia Prof Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH (Ketua Mahkamah Agung) menjamu sejumlah petinggi institusi/lembaga/kementerian, warga peradilan, insan media, dan masyarakat umum dalam pentas berlakon “Semar Mbangun Kahyangan”. Pagelaran Wayang Kulit yang menampilkan empat dalang dalam satu layar, yaitu Ki Dr H Yanto SK SH MH, Ki MPP Bayu Aji Pamungkas, Ki Sri Kuncoro (Brimob), dan Ki Harso Widisantoso (AL). Endah Sri Muwarni (dikenal Endah Laras), Gareng Semarang, Eka Suranti (Sinden asal Kebumen, Jawa Tengah), dan Agnes Serfozo (sinden asal Hongaria) turut memeriahkan sebagai bintang tamu.

Di lapangan sepak bola Komplek MPR/DPR/DPD-RI di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6 (Jakarta Selatan), Dr H Bambang Soesatyo SE SH MBA (Ketua MPR-RI) menjamu pejabat serta pegawai di lingkungan lembaga legislatif dan warga masyarakat dalam lakon “Semar Mboyong”. Lakon ini dipersembahkan oleh dalang Ki Purbo Asmoro beserta seluruh perangkat yang menyertainya, yaitu sinden dan penabuh gamelan.

Kedua gelaran ini memiliki maksud untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78, baik di Mahkamah Agung yang jatuh pada 19 Agustus (2023) dan MPR-RI. Mahkamah Agung dibentuk tiga hari setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 atau 19 Agustus. Praktis, peringatan tersebut masih dalam suasana Peringatan Hari Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia.

Lakon “Semar Mbangun Kahyangan” dan “Semar Mboyong” memiliki latar kisah tokoh sama atau tidak mirip. Semar atau Batara Ismaya Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar adalah nama tokoh utama dalam Panakawan di pewayangan Jawa. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasehat para ksatria dalam pementasan wiracarita Mahabharata dan Ramayana. Semar merupakan tokoh ciptaan pujangga Jawa.

“Semar Mbangun Kahyangan adalah pendidikan moral dan nilai filosofi kepemimpinan. Secara terselubung membuat lakon cerita yang sebenarnya adalah nasehat. Semar adalah tokoh yang menggambarkan sifat mewakili kepribadian yang dihidupkan oleh penceritaan,” urai Ki Hadi Siswoko (dalang).

Ditambahkan, kisah Semar Mbangun Kahyangan sebagai bentuk gambaran masyarakat yang miskin dan dianggap remeh oleh orang yang merasa memiliki pengetahuan tinggi dan berkuasa. “Pemimpin harus memiliki rasa asah, asih, asuh, ngopeni dan ngayemi. Tujuannya adalah mewujudkan negeri makmur, adil, sejahtera, dan sentosa, gemah ripah loh jiwani,” tegasnya.

“Semar bukanlah ‘indah’ dipandang mata. (Ia) sudah tua, tambun, dan bungkuk. Rambut kuncung dan penuh uban. Mata yang sayu sebagai simbol kepekaan menangkap keprihatinan dalam realitas sosial serta empati terhadap penderitaan sesama. Hidung sunthi (membulat kecil) melambangkan ketajaman dalam mencium tanda-tanda zaman. Anting Cabai merah di telinga mengisyaratkan kesediaan untuk mendengarkan masukan, nasehat, dan kritikan meskipun itu terasa pedas. Mulut yang senantiasa tersenyum mengandung makna bahwa Semar adalah sosok yang berupaya untuk menghibur dan menggembirakan orang lain,” urai Bambang Soesatyo.

Suatu negeri yang berkecamuk membutuhkan figur dan Semar tampil di muka. Kedua puteranya, Petruk dan Bagong disuruh menghadap kepada pembesar negeri tetapi tidak direspon positif. Bahkan dikucilkan dan disuruh sadar diri, siapa sesungguhnya mereka. Adu otot dan fisik pun tak terelakkan. Hanoman atau Kera Putih dan Werkudara (Gatotkaca) turun ke medan laga dalam menegakkan kebenaran. Bukan menghancurkan kegigihan Panakawan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, tetapi memberantas penghalang-penghalang mereka. Akhirnya, kebenaran muncul di titik pamungkas. Wong cilik menjadi pemegang kedaulatan sejati.

Apakah munculnya sosok Ir H Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 2004 hingga berakhirnya pada tahun 2024 sebagai perwujudan sosok Semar? Joko Widodo (Jokowi) lahir dari wong cilik dan diusung partai koalisi wong cilik. Pada masanya banyak program kerakyatan yang dijalankan hingga tersohor ke seluruh pelosok negeri bahkan mancanegara. Namun, dari dalam negeri, pemimpin ini tetap dibenci dan dimusuhi oleh kaum pendengki dan sirik. Menjelang jabatannya yang berakhir pada tahun 2024 pun kaum itu tetap terus ‘berperang’.

Bagaimana kisah Semar berikutnya? Apakah muncul di Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024? Kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyat yang menentukan.***

Comment