JAKARTA, Victoriousnews.com — “Ada kode etik dalam menjalankan wisata rohani. Kalau kode etik ini ditaati, maka penyelenggaranya tidak akan merugikan para peziarah,” ujar Maurizio Arifin Koeswara selaku Ketua IPTAA (Indonesia Pilgrimage Travel Agencies Association) pada acara peluncuran IPTAA di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Pernyataan Ketua IPTAA tersebut cukup beralasan mengingat ada sejumlah penyelenggara wisata rohani tidak mengutamakan pelayanan kepada para peziarah, tetapi memanfaatkan para peziarah untuk meraup keuntungan yang besar. Koeswara menyayangkan kalau hal seperti ini terjadi karena yang dirugikan bukan hanya para peziarah, tetapi juga integritas umat Kristiani Indonesia dipertaruhkan dan menjadi masalah bagi pemerintah Indonesia karena menyangkut warga negara kita yang “terlantar” di luar negeri, khususnya yang ingin masuk ke Negara Israel.
Prof Dr Thomas Pentury selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen dari Kementerian Agama juga menyampaikan dalam sambutannya bahwa ada salah satu peziarah merasa ditelantarkan di sana saat mengikuti perjalanan wisata rohani yang dikelola salah satu penyelenggara paket wisata tersebut. “Wisata Rohani seperti ini tentu adalah salah satu urusan Direktorat dari Kementerian Pariwisata, bukan di Kementerian Agama. Namun, karena di situ ada komunitas Kristen WNI, maka saya selaku Dirjen cukup dipusingkan juga dengan urusan seperti ini,” ungkapnya dalam memberi sambutan dalam acara tersebut.
Pentury berharap agar IPTAA turut membantu juga agar masalah-masalah seperti ini dapat diantisipasi. Kita perlu duduk bersama membuat aturan main yang jelas dan transparan. “Masukan dari IPTAA tentu sangat kami apresiasi,” jelasnya.
Pengurus IPTAA dengan jajarannya hampir semuanya lengkap hadir berterimakasih atas masukan yang disampaikan Dirjen Bimas Kristen tersebut. Selain itu ada juga masukan lain dari Pdt Dr Julianus Monjau mewakili rohaniawan Kristen yang mengatakan bahwa IPTAA perlu juga melirik wisata-wisata rohani di Indonesia. Di Indonesia cukup banyak juga jejak-jejak Kekristenan yang perlu diangkat menjadi destinasi wisata rohani yang unik dan menarik, seperti di NTT, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa, dan Sumatera.
Terkait usulan Pdt Julianus, Koeswara menyambut usulan tersebut dan akan dibicarakan dengan para anggota IPTAA lainnya. Koeswara juga menegaskan bahwa visi dari asosiasi ini, yaitu: menjadi wadah bagi penyelenggara wisata ziarah rohani Kristiani yang profesional, bertanggung jawab, bermoral, melayani pelanggan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan nilai-nilai Kristiani, serta dapat memajukan semua anggotanya.
Dalam mendukung visinya, IPTAA mempunyai misi antara lain:
- Membina serta mengayomi untuk dapat memajukan para penyelenggara perjalanan ziarah wisata rohani Kristiani.
- Meningkatkan kompetensi, integritas, dan perilaku profesional dari setiap anggota sebagai penyelenggara wisata ziarah rohani Kristiani.
- Menerapkan standar kompetensi yang sehat bagi para sesama penyelenggara ziarah rohani Kristiani.
- Berperan aktif dalam pengembangan wisata ziarah rohani Kristiani baik dalam lingkup nasional dan internasional.
- Membangun Kode Etik Pengusaha Wisata Ziarah Rohani Kristiani.
- Saling membantu antarsesama anggota.
Organisasi ini sebelumnya bernama NAICIPTA (National Association of Indonesia Christian Pilgrimage Travel Agencies) yang berdiri pada 3 Mei 2018. Selanjutnya, pada 2 November 2018 ada perubahan nama menjadi IPTAA (Indonesia Pilgrimage Travel Agencies Association). Berdasarkan akta notaris, ada cukup banyak anggotanya, yaitu: 33 anggota yang memenuhi kriteria IPTAA. Motto IPTAA adalah “Together Stronger — untuk Ziarah yang Nyaman dan Bertanggung jawab”.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan
Comment